Membaca pidato dilantiknya Pak Anies, Gubernur baru Ibu Kota Jakarta di banyak media online, membuat saya bertanya-tanya oleh siapa selama ini Pribumi ditindas? Apa ini bisa dianggap rasis? Bukankah setelah dia menang Quick Count, dia berharap warga Jakarta bersatu, tapi kok pidatonya malah membuat kotak lagi? Bukankah pidato itu cenderung akan membentuk stigma kalau selama ini Pribumi tertindas?
Sebelum membahas lebih lanjut, bukankah sudah ada Inpres No. 26 tahun 1998 yang melarang penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi, bukankah sebagai Gubernur, mantan menteri Pendidikan dengan sejumlah gelarnya seharusnya mengetahuinya?? Inpresnya bisa dilihat di gambar berikut:
Ok lah, kita anggap aja Gubernur Jakarta yang baru dilantik ini benar, Pribumi memang tertindas, tapi oleh siapa? Atau lebih tepatnya siapa sebenarnya yang menindas mereka?
Untuk bisa menjawab itu, kita bisa melihat beberapa pihak, sebagai berikut:
Pertama, Sejak merdeka, budaya korupsi yang diwariskan Belanda begitu mengakar dan bahkan sampai saat ini, korupsi begitu mengakar hingga ke semua lini kehidupan. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat, seperti untuk memperbaiki layanan kesehatan, layanan pendidikan, membangun infrastruktur pun digunakan untuk memambah nominal rekening pribadi atau kelompoknya.
Akibatnya rakyat tidak merasakan pembangunan dan layanan, rakyat pun akan semakin merasa tidak diperhatikan, merasa tertindas oleh keadaan. Keadaan dimana saat sakit tidak bisa mendapat layanan kesehatan yang baik, keadaan dimana tidak mendapat pendidikan yang baik untuk memperbaiki kehidupan generasi selanjutnya karena anggaran untuk memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan dikorupsi.
Kedua, Pejabat yang mempersulit rakyat. Mungkin sudah menjadi rahasia umum, hampir segala perijinan begitu dipersulit demi mendapat uang pelicin oleh pejabat yang seharusnya melayani rakyat. Pejabat yang membuat rakyat miskin yang ingin mengurus sesuatu harus mengurungkan niatnya karena tidak mampu untuk memberikan uang pelicin.
Tidak usah jauh jauh, rakyat yang ingin mengurus surat keterangan miskin untuk bisa menikmati program pemerintah seperti program pendidikan pun kadang sering dipersulit. Akibatnya, rakyat yang seharusnya pantas untuk menerima bantuan dari pemerintah menjadi tidak pantas di tangan pejabat yang tidak amanah karena rakyat tidak mampu membayar uang pelicin.
Ketiga, Kalau kita melihat ke belakang, selama ini Indonesia sudah menghabiskan anggaran yang banyak untuk mensubsidi masyarakat. Namun kenyataannya, pemberian subsidi sepertinya seringnya tidak tepat sasaran, walaupun tepat pun tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Akhirnya, subsidi bukan hanya tidak membuat hidup mereka lebih baik, tapi justru membuat mereka begitu bergantung kepada subsidi, tanpa subsidi seperti membuat separuh jiwanya pergi.
Pemerintahan-pemerintahan yang doyan memberikan subsidi sepertinya hanya fokus mensubsidi masyarakat tanpa perduli bagaimana cara mereka menggunakannya. Akibatnya, kebanyakan penerima subsidi jadinya konsumsif, bukan justru jadi produktif, yang miskin tetap miskin, yang tidak berpendidikan tetap tidak berpendidikan, dan yang kurang makan tetap kurang makan. Sederhananya, subsidi tidak mengubah apa-apa selain hanya memberikan tambahan nafas pendek bagi penerima subsidi.
Jadi bisa disimpulkan bahwa korupsi, pejabat yang tidak amanah dan pemerintah yang tidak bijak dalam membuat kebijakan lah sesungguhnya penindas mereka. Mereka sepertinya abai terhadap kesusahan rakyat. Mereka pun terlihat sok perduli, tapi kenyataannya punya kepentingan dibalik keperduliannya kepada rakyat.
Akhirnya apa? Walaupun sudah ada subsidi, subsidinya tidak tepat sasaran karena rakyat yang seharusnya bisa menikmatinya jadi tidak bisa karena tidak mampu membayar uang pelicin. Di sisi lain, program subsidi yang tidak bijak dari pemerintahan membuat rakyat kian bergantung pada subsidi, rakyat bukannya jadi produktif malah justru menjadi konsumtif.
Akibatnya, Orang tua hanya mampu mewariskan kemiskinan serta kebodohan kepada anak-anaknya karena tidak ada akses untuk menerima program kesehatan dan pendidikan dari pemerintah. Kemiskinan dan kebodohan yang turun menurun membuat mereka kian mudah dibodohi dan dibohongi orang-orang yang punya kepentingan dengan memanfaatkan kebodohan dan kemiskinan mereka.
Mereka begitu mudah diprovokasi untuk mengkambing-hitamkan pihak lain yang tidak pasrah terhadap keadaan yang sulit, pihak yang bisa memanfaatkan subsidi dengan baik, pihak yang tidak konsumtif terhadap subsidi yang diterimanya.
Mungkin Pak Anies benar, banyak rakyat khususnya Jakarta memang tertindas oleh keadaan. Keadaan saat ingin mengurus surat dipersulit, keadaan saat mereka tidak diajarkan untuk menggunakan subsidi untuk hal yang produktif, keadaan anggaran untuk memperbaiki kesehatan dan pendidikan mereka dikorupsi.
Jadi, sebagai warga Jakarta yang sudah mendapat Gubernur baru, tentu berharap Pak Anies bisa memperbaikinya dan menindak tegas pejabat dibawahnya untuk amanah dan tidak korupsi, sehingga pembangunan infrastuktur seperti layanan kesehatan dan pendidikan bisa dipercepat untuk memperbaiki qualitas hidup mereka.
Dengan demikian, hidup mereka baik dari segi kesehatan ataupun pendidikan bisa lebih baik. Hasilnya, mereka juga tidak mudah diprovokasi atau dibohongi untuk mencari kambing-hitam dalam ketertindasan mereka.
Ok lah Sekian..
Hans Steve