“Dengan roadmap tersebut, pemerintah ingin mengembalikan industri manufaktur jadi sektor andalan atau mainstream dalam pembangunan ekonomi. Selama ini industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar bagi produk domestik bruto (PDB),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara yang bertajuk Rebut 2024 di Jakarta Rabu (19/12) malam.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, hingga jelang akhir tahun 2018, industri pengolahan masih sebagai penyumbang tertinggi terhadap PDB nasional yang mencapai 19,89 persen. Perolehan ini ditopang oleh sejumlah industri yang memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi pada periode 2015-2018.
Sektor tersebut, meliputi industri makanan dan minuman yang tumbuh hingga 8,71 persen, kemudian disusul industri barang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan 4,02 persen, industri alat angkutan 3,67 persen, industri kimia 3,40 persen, serta industri tekstil dan pakaian 1,64 persen.
“Sektor-sektor itu terus memiliki kinerja yang positif. Apalagi saat ini mendapat prioritas pengembangan karena akan menjadi sektor pionir yang menerapkan industri 4.0 sesuai Making Indonesia 4.0,” tutur Airlangga.
Dengan potensi tersebut, Menperin meyakini Indonesia tidak akan punah pada 2030. Apalagi, adanya bonus demografi atau dominasi jumlah penduduk berusia produktif yang akan dinikmati Indonesia sampai 15 tahun ke depan, diyakini juga membawa pertumbuhan ekonomi nasional hingga 1-2 persen. Hal ini berdasarkan pengalaman sebelumnya oleh Jepang, China, Singapura, dan Thailand.
“Saya seorang believer, karena percaya bahwa pondasi yang kita siapkan saat ini bisa menjadi dasar untuk percepatan pertumbuhan ekonomi kita di masa depan. Jadi tidak akan punah, justru jauh lebih maju,” tegasnya. Menperin menyebutkan, implementasi Making Indonesia 4.0 juga mengantarkan pada masa keemasan di tahun 2045 atau momentum 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Saat ini income per kapita kita sekitar USD3.877 dan ditargetkan pada tahun 2045 sebesar USD23.199,” ungkapnya. Guna menembus sasaran tersebut, diperlukan komponen pertumbuhan industri manufaktur sebesar 6,3 persen dengan kontribusi ke PDB mencapai 26 persen. Jika target itu tercapai, petumbuhan ekonomi nasional mampu berada di angka 5,7 persen.
“Jadi, kita sudah punya sasaran jangka pendek, menengah melalui Making Indonesa 4.0 (tahun 2030), dan panjang (2045). Bersama Bappenas, kami menetapkan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4-6 persen pada periode 2020-2024,” imbuhnya. Menperin mengemukakan, era industri 4,0 atau ekonomi digital pun berpotensi membuka peluang terhadap peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional sebesarUSD150 miliar dollar pada tahun 2025.
“Selain itu, menciptakan kebutuhan tenaga kerja yang melek teknologi digital 17 juta orang. Rinciannya, sebanyak 4,5 juta orang adalah talenta di industri manufaktur dan 12,5 juta orang terkait jasa sektor manufaktur. Hal ini dinilai menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk merebutnya,” ujarnya.
Bangsa besar dan tangguh
Oleh karena itu, Menperin Airlangga meminta kepada masyarakat untuk semakin optimistis bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan tangguh. “Indonesia adalah negara besar, saat ini berada dalam kelompok G20 dan berada di peringkat ke-16 ekonomi dunia,” terangnya.
Selama periode 2015-2018, daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya kenaikan pada nilai tambah industri dan indeks daya saing global. “Nilai tambah industri nasional tahun 2015 mencapai USD212,04 miliar, naik menjadi USD236,69 miliar saat ini. Sementara itu, melalui metode baru dengan indikator industri 4.0, peringkat daya saing Indonesia naik dari posisi ke-47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” ujarnya.
Kemudian, merujuk data World Bank Tahun 2017, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, yakni China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), Jerman (20,6%), dan Indonesia (20,5%). Rataan kontribusi industri manufaktur pada perekonomian di seluruh negara sekitar 17 persen.
Di samping itu, kemampuan industri manufaktur nasional di kancah internasional, juga tercermin dari nilai ekspor yang terus meningkat. Hingga jelang akhir tahun 2018, nilai pengapalan produk manufaktur ke mencanegara tembus USD130,74 miliar atau naik 4,51 persen disbanding capaian tahun 2017 sebesar USD125,10 miliar. Tahun 2016 sekitar USD110,50 miliar dan tahun 2015 di angka USD108,60 miliar.
“Saat ini, ekspor produk industri manufakur memberikan kontribusi mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional,” ungkap Airlangga. Artinya, produk manufaktur Indonesia semakin kompetitif dan dimninati konsumen global. Hal ini tidak terlepas peran dari perusahaan yang memanfaatkan teknologi terbaru dan melakukan program pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.
Menperin menambahkan, setelah gencar melaksanakan berbagai pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, pemerintahan Presiden Joko Widodo akan lebih masif melakukan peningkatan kualitas SDM pada tahun 2019. Dalam hal ini, Kemenperin turut fokus menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan vokasi di SMK dan politeknik yang link and match dengan industri.
Bahkan, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara di Asean yang kondisi ekonomi dan politiknya relatif stabil. Hal ini membuat iklim usaha dan investasi di sektor industri ikut kondusif. “Ada beberapa investor yang sudah menyatakan minatnya untuk investasi di Indonesia. Ini menunukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan utama untuk investasi.
Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Harjanto, sedikitnya sudah ada dua industri otomotif dunia yang siap membenamkan investasi di Indonesia, yakni Volkswagen (VW) dari Jerman dan Hyundai asal Korea Selatan.
“VW siap membangun pabrik perakitan mobil dengan nilai investasi 40-50 juta Euro. Salah satu model yang akan diproduksi adalah sport utility vehicle (SUV) Tiguan,” tuturnya. Sedangkan, Hyundai ingin menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk kebutuhan ekspor, selain pasar domestik.
Seiring menggenjot investasi, Kemenperin mengakselerasi pembangunan kawasan industri di luar Jawa dengan tujuan dapat mendorong pemerataan infrastruktur dan ekonomi di seluruh Indonesia. Pada tahun 2019, ditargetkan 18 kawasan industri di luar Jawa selesai pembangunannya. Hingga November 2018, sebanyak 10 kawasan industri yang termasuk proyek strategis nasional (PSN) sudah beroperasi.