Oemar Bakri Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri
Lagu yang didendangkan Iwan Fals kembali berkumandang di telinga batin saya saat membaca berita “Heboh Timses Prabowo-Sandi Usul Gaji Guru Rp 20 Juta”. Seperti judulnya, berita ini langsung heboh dan dikomentari oleh banyak netizen. Jika saya simpulkan, komentar mereka mengerut pada satu kata ‘realistiskah’? Sebagian warganet malah mencibirnya dan menganggapnya sebagai janji kampanye. Mereka mengungkapkannya dengan satu kata ‘pret!’.
Antara Harapan dan Kenyataan
Masyarakat yang kritis bukan berarti pesimis. Jika pesimis, kita seperti menggenapi nubuatan yang diciptakan kaum pesimis sendiri, yaitu bahwa Indonesia akan bubar. Tidak usah menunggu sampai 2030. Jika masyarakat diadu domba terus dengan black campaigne, fraud, hate speech dan hoax, setelah pileg dan pilpres kita bisa perang saudara. Jika hal ini terjadi, NKRI akan terpecah belah dengan atau tanpa campur tangan ‘aseng’.
Sebagai kepala sekolah, saya tentu senang sekali jika gaji guru bisa dinaikkan. Kenaikkan ini akan menarik gerbong lainnya. Jika gaji guru naik, apakah gaji tenaga kerja di sektor lain tidak ikut naik? Jika tidak, bukan hanya menimbulkan ketimpangan, melainkan juga keirihatian. Artinya, kenaikannya tidak merata. Idealnya? Semua gaji di berbagai sektor ikut naik. Apakah pemerintah sanggup? Jika jumlah guru (tetap dan honorer) lebih dari 3 juta, berapa biaya yang harus dikeluarkan?
Jika harapan yang sudah terlanjur membumbung tinggi ternyata tidak sesuai kenyataan, bukankah janji itu justru mengundang tragedi? Bukankah semakin tinggi kita dinaikkan oleh harapan dan kemudian dihempaskan oleh janji kosong, bukankah sakitnya semakin parah?
Syarat dan Ketentuan Berlaku
“Bapak saya beri kartu kredit premium gratis iuran tahunan,” ujar seorang sales sebuah bank.
“Benar, gratis tanpa embel-embel?” kejar saya.
“Benar, jika Bapak belanja sekian rupiah setiap bulan,” ujarnya sambil tersenyum campuran antara manis dan meringis.
Saya tidak perlu menunggu sampai pilpres untuk mendapatkan jawaban apakah janji itu bakal digenapi atau tidak. “Karena itu perbaikan utama, mau tidak mau, gaji guru dinaikin Rp 20 juta. Diseleksi dengan baik gurunya. Guru terbaik kalau gaji guru Rp 20 juta, nanti orang-orang di seluruh dunia datang ngajar anak kita. Nanti disiapkan kepala sekolahnya dari kita,” ujar Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera.
Artinya, TIDAK SEMUA guru dinaikkan gajinya. Ada seleksi. Nah, di sinilah ‘permainan kata’ dimainkan. Bagaimana peraturan main dan selesksinya? Entah! Jika ternyata tidak realistis, maka berbagai alasan bisa saja dikemukakan dan janji tinggal janji alias mentah. Program OKE OCE yang tampak menjanjikan saja ternyata berubah menjadi—meminjam komentar warganet—OKEH NGOCEH.
Agar Oemar Bakri Tidak Dikadali Lagi
Jika usulan kenaikan guru dan tenaga kerja lainnya dipaparkan dengan data dan fakta lapangan serta rencana pembiayaan yang realistis dan terperinci, saya mendukung penuh. Jika tidak, jangan berharap terlalu jauh. Bagi stunting—kata ini sedang digoreng terus—untuk mempersunting bulan jelas dibutuhkan usaha ekstra keras. Ketimbang keras-kerasan mengumbar janji, mari kita nyanyikan Hymne Guru dengan sepenuh hati.
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmuEngkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendikia
Kiranya perubahan syair lagu di bagian bawah dari Engkau patriot pahlawan bangsa/
Tanpa tanda jasa menjadi Engkau patriot pahlawan bangsa/Pembangun insan cendikia dari hymne yang lama ke yang baru betul-betul berlaku, bukan hanya sebatas lagu, apalagi belagu!
• Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.