Menjelang semakin dekatnya tanggal pencoblosan suara, serangan hoaks pun meningkat tajam. Untuk bulan Januari 2019 saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah mengidentifikasi sebanyak 175 konten hoaks yang menyebar di internet dan media sosial. Ke-175 konten hoaks tersebut merupakan bagian dari 610 konten hoaks yang muncul di media sosial selama proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dimulai.
Munculnya berbagai konten Hoaks tersebut, tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi yang semakin canggih. Segala informasi dapat kita peroleh hanya dalam hitungan detik atau menit, namun tidak semua informasi itu benar adanya.
Serbuan hoaks yang bertubi-tubi kadang membuat orang yang paling kritis sekalipun merasa bingung untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang menyesatkan. Kecepatan manusia untuk memilah dan menganalisa, kalah dibandingkan derasnya informasi yang datang.
Contohnya saja, ketika perhatian masyarakat tertuju pada Pemilihan Presiden 2019. Ucapan politisi yang sedang ikut kontestasi pemilu sering kali sarat dengan data-data dan klaim.
Data-data dan klaim tersebut tidak hanya muncul dalam tahap debat antar kandidat, namun juga disampaikan oleh salah satu kandidat saat dalam pertemuan dengan anggota masyarakat. Namun sayangnya informasi yang disampaikan oleh kandidat tersebut seringkali menggunakan data bohong dan keliru. Entah disengaja atau memang sudah direncanakan sebelumnya.
Berangkat dari rasa prihatin terhadap semakin massifnya semburan dusta ala Firehose of Falsehood. Bila sebelumnya media-media ini melakukan aktivitas cek fakta sendiri-sendiri. Kini semua media tersebut menggabungkan tim dan membentuk Aliansi Cek Fakta yang terdiri dari gabungan 22 media.
“Kami mengumpulkan tim untuk menyortir agar kerja-kerja verifikasi dan pemeriksaan fakta menjadi lebih efektif karena dikerjakan bersama,” ujar Wahyu yang berasal dari media Tempo, ketika dihubungi, Selasa 11 Februari 2019.
Pada debat kedua capres pekan ini, perwakilan media yang tergabung dalam tim ini akan berkumpul di satu ruangan dan melakukan cek fakta bersama. Google Indonesia akan memfasilitasi tempat bagi perwakilan aliansi ini bekerja pada 17 Februari 2019 nanti.
Pernyataan para kandidat akan diuji kebenarannya berdasarkan sumber-sumber data yang ada. Dengan demikian kebiasaan salah satu kandidat dalam menyemburkan fitnah dan hoaks yang meresahkan masyarakat pun dapat ditangkal.
Di sisi lain, hal ini juga akan mengunci kandidat yang kerap kali menggunakan Propaganda Rusia untuk menakut-nakuti masyarakat, menimpulkan pesimisme dan keresahan. Bila tetap memaksakan diri menggunakan cara-cara yang sama, tentu akan terbongkar dan diketahui oleh khalayak ramai.
Mau tidak mau dirinya harus merubah kebiasaan berbohongnya dengan menyajikan data-data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada gilirannya, masyarakatlah yang akan memetik keuntungan terbesar, dimana diharapkan timbul sikap kritis masyarakat dalam membedakan mana pernyataan hoaks dan mana pernyataan yang berbasis data. Hal ini tentu akan sangat membantu masyarakat dalam menentukan pilihannya guna memilih pemimpin yang benar-benar berkualitas pada tanggal 17 April 2019 nanti.
Bagi relawan yang bergerak di sosmed dan terutama yang di lapangan, ini merupakan amunisi yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan serta menyebarluaskan hasil Cek Fakta yang sebenarnya kepada masyarakat luas. Karena tidak semua anggota masyarakat memiliki akses atau waktu untuk menelusuri kebenaran terhadap berbagai berita yang beredar.
Semoga Pilpres 2019 ini akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas, berpengalaman dan sudah teruji, sama seperti pilpres 2014 yang lalu.