Percaya atau tidak, bahkan hingga hari ini masih banyak pendukung Prabowo-Sandi yang menyakini bila yang akan dilantik di bulan Oktober nanti adalah pasangan Prabowo-Sandi. Padahal kalau kita lihat, Prabowo-Sandi sendiri sudah memberikan selamat kepada pasangan Jokowi-Maruf, yang dapat didefenisikan sebagai pengakuan terhadap kemenangan Jokowi-Maruf.
Fenomena yang serupa juga terlihat dari pendukung Ahok, masih banyak yang menyakini Ahok dapat menjadi menteri. Apalagi beberapa hari terakhir ini ada beberapa media yang memuat pernyataan Jaksa Agung di tahun 2017 yang bila kita tidak cermat, kesannya seakan-akan adalah informasi tahun 2019.
Penelusuran saya menemukan beberapa link yang memberitakan, diantaranya:
(sbsinews.com/jaksa-agung-tegaskan-sebut-ahok-tidak-terbukti-menista-agama)
(https://www.indonesiakininews.com/2019/07/jaksa-agung-tegaskan-sebut-ahok-tidak.html?m=1)
Dalam salah satu paragrafnya bertuliskan:
“Itu bukan penistaan agama, yang terbukti bukan penistaan agama,” ujar Jaksa Prasetyo di Jakarta, Jumat (21/4/17), seperti dilansir Antara. Perhatikan tanggalnya, 21 April 2017.
Bahkan juga sempat diulas di Kompasiana, walau singkat dan tanpa kesimpulan
(https://www.kompasiana.com/amp/mariusgunawan/5d4386070d82306d2c1de393/jaksa-agung-ahok-tidak-menista-agama-pintu-politik-ahok-terbuka)
Artikel yang dimuat di Indonesiakininews maupun sbsinews, kuat dugaan diambil dari link di bawah ini mengingat isinya hampir sama persis.
(https://tirto.id//jaksa-agung-tegaskan-ahok-tidak-terbukti-menista-agama-cnd6)
Jadi kesimpulannya jelas ya pembaca, apa yang disampaikan oleh Jaksa Agung adalah berita lama yang diterbitkan ulang seakan-akan menjadi berita tahun 2019.
Kemudian soal pertanyaan, apakah Ahok masih bisa menjadi menteri? Jawabannya adalah Tidak. Hal ini didasarkan atas fakta berikut ini.
Ahok diputuskan bersalah berdasarkan pasal 156a seperti yang dibaca oleh hakim Dwiarso saat memberikan vonisnya.
“Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun,” kata Dwiarso.
https://m.liputan6.com/news/read/2946197/hakim-vonis-ahok-2-tahun-dengan-dakwaan-pertama-ini-kata-jaksa?utm_expid=.t4QZMPzJSFeAiwlBIOcwCw.0&utm_referrer=
Sedangkan bunyi ancaman pada Pasal 156a KUHP adalah, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
Walau Ahok hanya divonis 2 tahun penjara, namun dirinya diancam pasal 156a (pidana penjara selama-lamanya lima tahun).
Artinya yang dilihat adalah ancamannya. Kalau dari UU itu ya ancamannya 5 tahun. Mau vonisnya 2 tahun atau 6 bulan, itu soal lain, bukan itu yang dimaksud.
Jika dalam UU Pemilu tertulis “dihukum 5 tahun”, maka vonis yang menjadi acuan. Namun, jika dalam UU tertulis “diancam dengan hukuman 5 tahun”, artinya ancaman pada pasal yang dilanggar yang jadi acuan.
Sementara syarat menjadi menteri, aturannya mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam Pasal 22, syarat pengangkatan menteri disebutkan jika menteri tidak boleh dipidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Dan hal ini disadari benar oleh Ahok, itu sebabnya belum lama ini Ahok pernah menegaskan bila karir politiknya sudah “selesai”.
Sudah jelas ya pembaca, artinya kesempatan Ahok untuk menjadi menteri sudah tertutup.
Nah bila masih ada media-media yang memelintir berita seakan-akan Ahok masih berpeluang menjadi menteri, mungkin perlu dipertanyakan apa motivasinya? Mencari sensasikah? Memberi harapan palsukah? Agar saat pengumuman nama kabinet ketika nama Ahok tidak disebutkan lantas menimbulkan kekecewaan pendukung Ahok, yang diharapkan akan menyalahkan Jokowi? Entahlah.
Kemudian pertanyaan terakhir, apakah karir politik Ahok akan benar-benar “selesai”?. Saya beri tanda kutip sekali lagi, karena bisa jadi walau posisi menjadi menteri sudah tertutup. Namun Ahok sejatinya masih berpeluang untuk menduduki jabatan di berbagai instansi pemerintahan yang persyaratannya lebih memungkinkan.
Misalnya sebagai kepala atau Dirut BPJS untuk membenahi BPJS yang tekor hingga Rp28 Triliun sampai saat ini.
Atau menjadi Dirut Bulog menggantikan Budi Waseso (Buwas), seandainya Buwas terpilih untuk mengisi kabinet Jokowi.
Atau bahkan menjadi Pimpinan Proyek untuk menyelesaikan Ibukota baru di Kalimantan yang digagas oleh Jokowi.
Dengan disiplin, integritas, kejujuran, talenta serta kemampuan manajerialnya yang sudah teruji dan terbukti selama memimpin DKI Jakarta dulu, hampir tidak ada bidang yang tidak dapat ditangani oleh Ahok. Hal ini merupakan poin lebih, yang memberikan kemudahan bagi Jokowi untuk menempatkan Ahok pada berbagai posisi yang membutuhkan penanganan khusus.
Pertanyaannya sekarang bukan lagi apakah Ahok masih bisa mengabdi kepada negara dan bangsa melalui jabatan di pemerintahan? Namun lebih kepada apakah Jokowi masih membutuhkan atau mau menggunakan pemikiran serta tenaga Ahok? Bagaimana menurut anda?