Berlokasi tak jauh dari Ibukota Jakarta, lebih tepatnya di kota Depok Propinsi Jawa Barat. Sebuah Perguruan Tinggi Islam bertaraf Internasional sedang dalam tahap pembangunan. Dalam acara ground breaking pertengahan 2018 lalu, Jokowi menyebutnya sebagai Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), salah satu Proyek Strategis Nasional jangka panjang.
Pendirian UIII juga tidak lepas dari keinginan Pemerintah untuk mendapatkan pengakuan masyarakat akademik internasional atas peran Islam di Indonesia, dan menjadikan Indonesia menjadi salah satu pusat riset peradaban Islam di dunia melalui jenjang pendidikan tinggi. Konteks dan karakteristik Islam di Indonesia adalah model peradaban intelektual dan cendikiawan Islam di Dunia khususnya Asia.
Lahan seluas 142 Hektar direncanakan pembangunannya selesai dalam 4 tahun dengan anggaran fantastis mencapai 3,5 Triliun. Kampus tersebut akan memiliki tujuh fakultas yakni Kajian Islam, Ilmu Sosial, Humaniora, Ekonomi Islam, Sains dan Teknologi, Pendidikan, serta Arsitektur dan Seni yang kesemuanya berstandar Internasional.
Satu persatu “mimpi mimpi besar” Jokowi mulai diwujudkan. Menjadikan Indonesia sebagai pusat studi peradaban Islam di dunia yang kelak melahirkan ahli ahli dan teknokrat Muslim butuh proses panjang. Negara berpenduduk mayoritas Islam menyimpan sejarah gemilang perkembangan peradaban yang layak menjadi bahan kajian keilmuan. Islam di Indonesia yang berbasis kultur dan budaya Nusantara sejak jaman kerajaan hingga Millenial ini tetap utuh terhadap pengaruh faham radikal effect globalisasi. Membuat iri negara negara Islam lain yang satu persatu runtuh diterjang invasi ekonomi.
Haluan negara akan berlayar ke arah mana bisa kita rasakan lewat realisasi ide ide besar Pemimpinnya. Revolusi Industri 4.0 dan Pengembangan SDM berbasis kompetensi adalah satu paket. Ditunjang Infrastruktur yang merata di setiap sudut negeri menjadikan bangsa ini perlahan namun pasti berjaya pada waktunya. Satu persatu asset bangsa yang sebelumnya dikuasai asing mulai di ambil alih. Freeport menjadi tulang punggung kesejahteraan Papua. Blok Rokan dan Mahakam 100% milik negara. Jutaan ton ikan sudah ber-KTP NKRI setelah puluhan tahun hidup di wilayah Indonesia namun bebas dijarah negara lain. Lompatan strategis mengelola negara melahirkan posisi tawar bernilai tinggi atas negara lain, membuat Swiss bertekuk lutut enggan melindungi lagi uang haram pengusaha hitam kita yang terparkir lama tak terjamah sebelumnya.
Jokowi seakan berkejaran dengan waktu, membangun fisik seiring dengan mempersiapkan SDM calon pemilik masa depan bangsa. Memahami rencana besar tidaklah semudah menghitung rasio utang, pertumbuhan ekonomi dan mengatas namakan 6,7 juta orang pengangguran sebagai kegagalan pemerintah. Program Strategi Nasional yang tersebar dan beraneka bidang adalah simpul simpul yang terkait benang merah “grand desain” bangsa. Sementara gangguan “benalu” bangsa yang menolak kecepatan berlari Jokowi semakin membesar. Mereka yang masih sibuk memperdebatkan arah berlari ke kanan atau ke kiri di saat jalur lurus ke depan sudah tergambar jelas.
Hingga tawaran pilihan hanya ada dua. Menjadi pelaku masa depan atau cukup sebagai penonton sejarah