Upaya Pemerintah mengatasi wabah Covid-19 pada akhirnya tidak semudah upaya mengumpul sumbangan kemanusiaan atau impor peralatan test. Penanganan bertambah rumit ketika tenaga medis mulai kelelahan, beberapa dari mereka ada yang meninggal dan beberapa kelompok meneriakkan mogok kerja. Entah akhirnya sebagian persoalan itu berada di ranah fakta atau issue, kenyataan mengindikasikan terjadi sesuatu hal diluar prediksi.
Profesi tenaga medis sedang diuji daya tahan tubuh dan mentalnya. Profesi khusus yang tidak bisa semua orang mampu menggantikannya jika tak ingin korban bertambah banyak. Di Propinsi Wuhan sebagai (diduga) awal mula virus sekaligus lokasi pertama yang menerapkan Lockdown, tak luput memakan korban dari tenaga medis yang menjadi pejuang terdepan perang wabah ini. Kita tidak tahu apakah mereka juga pernah mengeluh kelelahan, mogok kerja atau patah semangat. Yang pasti setiap perjuangan dan peperangan pasti ada korban yang tak pandang memandang pangkat dan jabatan.
Jika persoalan tenaga medis diatas menjadi penyebab bertambahnya korban, kita sebagai warga negara berbeda profesi wajib peduli dan berpartisipasi. Merekrut relawan medis bukan berarti mengesampingkan perjuangan tenaga medis yang ada. Membuka kran volunteer setidaknya menambah semangat mereka bahwa mereka tidak sedang berjuang sendirian.
Jika itupun belum cukup, bantuan tenaga medis dari Tiongkok wajar kita terima. Itupun bukan menjadi ancaman kedaulatan negara jika terkait wabah global. Mereka tenaga medis dari Wuhan menyimpan aneka pengalaman melewati peliknya berperang melawan virus. Setidaknya mereka punya daya antisipasi dalam skala situasi darurat paling ekstrem sekalipun kemarin. Mereka yang secara pengalaman sudah selangkah di depan kita.
Wabah ini menjadi tanggung jawab bersama antar manusia tanpa sekat negara. Sama halnya Corona yang menjalar tanpa membedakan negara manapun. Kecepatannya melebihi daya analisa manusia sekelas pakar kesehatan. Tak ada satupun negara di muka bumi yang tidak khawatir. Masing-masing berlomba mengantisipasi dengan cara yang berbeda seukuran kepatuhan warganya untuk berniat sembuh.
Indonesia dengan kondisi geografis dan kultur sosial masyarakat majemuk punya antisipasi yang ekstra hati-hati. Curhat kelelahan petugas medis di medsos, pasien karantina yang kabur, disinformasi data, ancaman Lockdown lokal di tiap daerah hingga ketakutan masif yang berkembang tiap menit, itu persoalan non medis yang juga harus diantisipasi.
Pada akhirnya setiap dari kita punya potensi untuk terpapar virus entah melalui cara apapun. Berdiam diri di rumah menimbun kekhawatiran tanpa berbuat apa-apa semakin menambah energi negatif masuk. Kami sebagai warga negara yang sedang sama-sama merasakan kekhawatiran siap hadir dan berbuat apapun demi menyembuhkan elemen bangsa yang sedang terserang virus. Ijinkan kami berjuang bersama pemerintah yang sudi berkolaborasi dengan negara manapun untuk melewati masa-masa sulit ini.
Mari bersama berjibaku bersama pemerintah. Bukan berteriak saling menyalahkan. Menurunkan Menkes atau bahkan melengserkan Jokowi sekalipun bukan serum anti virus yang bisa menyelesaikan wabah. Alam sedang menyeleksi kualitas hidup dan mental penghuni bumi. Siapapun bisa ter-eliminasi. Tinggal memilih seandainya harus menjadi korban dengan menyimpan dendam dan amarah pada Pemerintah atau dikenang manis oleh banyak orang karena menjadi bagian dari perjuangan kemanusiaan bagi sesama manusia.
Dahono Prasetyo
Depok 30/03/2020