Rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo akhirnya terwujud juga hari ini, 13 Juli 2019. Pertemuan bersejarah keduanya dilaksanakan di Stasiun MRT Lebak Bulus. Pertemuan ini diharapkan dapat menimbulkan kesejukan politik dan mendinginkan suasana di masyarakat di akar rumput.
Diketahui, sejak hari H pencoblosan Pemilu 2019 hingga sekarang, Jokowi dan Prabowo belum pernah bertemu.
Sempat ada sinyal, Jokowi dan Prabowo akan bertemu pada acara penetapan presiden dan wakil presiden terpilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu 30 Juni 2019. Sayangnya, rekonsiliasi itu pun urung terjadi, sebab Prabowo tidak hadir dalam acara tersebut.
Namun berkat kerja keras sosok sentral yang disebut berperan besar, akhirnya rekonsiliasi itu dapat terlaksana. Sosok itu tak lain adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.
“Ya Pak Budi Gunawan (menjembatani pertemuan Jokowi dan Prabowo), Kepala BIN. Tentunya bekerja tanpa ada suara,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono di FX Sudirman, Jakarta, Sabtu 13 Juli 2019.
Dalam pertemun itu, Prabowo pun mengucapkan selamat atas terpilihnya Jokowi sebagai presiden terpilih 2019-2024.
“Ada yang bertanya, kenapa Pak Prabowo belum ucapkan selamat ke Pak Jokowi. Saya katakan, saya ini gimana pun adaewuh pakewuh, ada tata krama, saya maunya ucapkan selamat secara terbuka,” kata Prabowo di Stasiun MRT, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu 13 Juli 2019.
Ucapan selamat yang diberikan oleh Prabowo kepada Jokowi dapat dibaca sebagai pengakuan Prabowo atas kemenangan Jokowi setelah ditekuk telak di pilpres 2019 ini.
Tentu saja perubahan sikap yang mendadak ini cukup mengagetkan mengingat selama ini Prabowo yang mengaku lebih TNI dari TNI namun menolak menerima kekalahan, selalu mengklaim dirinya yang menjadi pemenang.
Rasa penasaran saya terjawab manakala saya menemukan berita “Kalah, PA 212 Tinggalkan Prabowo“. Berita bertanggal 11 Juli 2019 itu menuliskan tentang Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif yang mengajak umat Islam untuk meninggalkan Prabowo.
Menurutnya, sidang MK merupakan akhir perjuangan PA 212 dalam memperjuangkan Prabowo-Sandiaga.
“Kawan-kawan semua, ayolah pilpres kemarin sudah selesai, Prabowo sudah selesai. Jangan terlalu dihantui dengan persoalan itu terus,” ujarnyanya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu 10 Juli 2019.
Bahkan, ia mengatakan Pilpres sebatas alat perjuangan untuk mengusung kepentingan agama dan rakyat. Termasuk, partai-partai yang berhimpun dalam Koalisi Adil Makmur.
“Kalau kendaran sudah macet, sudah rusak, jangan dipaksakan. Mari kita turun bareng-bareng dari kendaraan yang rusak itu dan cari kendaraan lain,” lanjutnya. Untuk lebih lengkapnya dapat di baca pada link di bawah ini.
(https://m.wartaekonomi.co.id/berita236004/kalah-pa-212-tinggalkan-prabowo.html)
Entah siapa yang dimaksud kendaraan yang sudah rusak itu?. Namun bila yang dimaksud adalah Prabowo, tentu ini adalah pukulan telak bagi seorang Prabowo. Hal ini bisa jadi juga merupakan pengakuan tersirat bila selama ini mereka menunggangi Prabowo untuk mencapai ambisi politiknya, setelah yang ditunggangi dianggap sudah rusak (tidak berguna lagi) maka mereka memutuskan untuk “turun” dari kendaraan itu dan mencari “kendaraan lain” untuk ditunggangi.
Bila benar Prabowo yang ditinggalkan lebih dahulu oleh PA 212, maka tindakan Prabowo untuk bertemu Jokowi merupakan tindakan masuk akal setelah sebelumnya partai koalisi dibubarkan. Pilihannya hanya dua, menerima tawaran Jokowi untuk rekonsiliasi dan bersama-sama membangun negeri ini, atau tetap ngotot dan siap-siap menjadi partai yang terkucil mengingat sudah tidak ada lagi sekutu yang dapat diharapkan.
Itu sebabnya hingga sekarang kita tidak melihat adanya kecaman dari PA 212, yang ada malah pengakuan bila PA 212 sudah tak lagi bersama Prabowo dan akan terus meneruskan perjuangan mereka.
“PA 212 sudah kembali kepada khitoh semula, yaitu sudah tidak lagi bersama partai mana pun, juga Prabowo atau BPN (Badan Pemenangan Nasional),” kata juru bicara PA 212 Novel Bamukmin kepada wartawan, Sabtu 13 Juli 2019.
Kecaman, cacian dan hujatan justru datang dari akar rumput yang dulu begitu memuja-muja dan mendewakan Prabowo.
Jadi jangan salahkan Prabowo, bisa jadi dirinyalah yang merasa “dikhianati” duluan sehingga memutuskan mengirimkan sinyal untuk bertemu dan bergabung dengan Jokowi. Hal ini tersirat manakala Prabowo mengatakan dirinya siap “membantu” Jokowi demi kepentingan bangsa. Keinginan ini kemudian dijawab secara diplomatis oleh Jokowi yang mengatakan urusan koalisi akan dirundingkan dengan semua partai politik pendukung.