Oleh: Gurgur Manurung
Pagi ini saya, lae Sitanggang, dan lae Siregar merayakan Paskah di tepi pantai Pandan. Pantainya indah. Ombaknya tenang dan melihat anak-anak sekolah hendak merayakan paskah.
Apa makna paskah di tepi pantai jauh dari keluarga? Mengapa meninggalkan keluarga justru dipantai bersama sahabat? Alasannya sulit kusampaikan dalam tulisan ini.
Ada satu hal yang selalu kuingat di paskah ini, Paskah mengingatkanku kembali bahwa satu-satunya nabi yang juga manusia di dunia ini yang mati, dikubur, dan bangkit dari kubur adalah Yesus. Yesus satu-satunya nabi yang bangkit dari kubur.
Dan kebangkitan-Nya pun bukan untuk diri-Nya tetapi untuk kita. Luar biasa bukan?
Benarkah Yesus bangkit? Jawaban inilah tantangan bagi iman kita.
Jika kita rasionalisasi benar tidaknya, tentu saja bisa kita hitung. Kalau benar kita bersyukur. Kalau tidak, tidak ada ruginya. Apalah ruginya kita kalau tidak benar?
Benar atau tidak tidak ada ruginya bagi kita. Karena itu saya pilih percaya. Apakah kita bodoh percaya? Bodoh atau tidak, saya tetap percaya. Itulah keajaiban itu. Itulah anugerah itu.
Lagi pula, apalah alasanku untuk tidak percaya? Dari ilmu apakah saya untuk tidak mempercayainya? Yesus bangkit adalah nyata dan fakta. Karena itulah esensi beriman kepada Yesus Kristus.
Walaupun kami bertiga di pantai ini, kami memaknai Paskah sebagai kebangkitan kami dari dosa kami yang teramat besar. Kini, dosa itu telah lunas dibayar. Kami bersyukur di pantai yang indah ini untuk memaknai Paskah. Semua kita bergembira karena kebangkitan Yesus telah nyata.
Karena itu, kita juga bangkit untuk menjadi berkat bagi manusia yang terbelenggu. Terbelenggu karena banyak hal seperti himpitan ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya.
Paskah adalah kebangkitan. Kini kita telah dimerdekakan. Merdeka dari dosa dan ketidakadilan itu.
Selamat Paskah.
#gurmanpunyacerita.