Kasus mega skandal Bank Century yang sempat menghebohkan tanah air di masa pemerintahan SBY sepertinya akan menyeruak kembali. Kali ini media berita asing, Asia Sentinel menurunkan artikel seperti yang tertera di bawah ini.
Laman berita Asia Sentinel menurunkan artikel berdasar hasil investigasi tentang patgulipat di balik Bank Century hingga menjadi Bank Mutiara yang akhirnya jatuh ke tangan J Trust. Berdasar artikel yang ditulis langsung oleh pendiri Asia Sentinel, John Berthelsen, terungkap adanya konspirasi mencuri uang negara hingga USD 12 miliar dan mencucinya melalui perbankan internasional.
Berthelsen mendasarkan tulisannya pada laporan hasil investigasi setebal 488 halaman sebagai gugatan Weston Capital International ke Mahkamah Agung Mauritius pekan lalu. Artikel berjudul Indonesia’s SBY Government: ‘Vast Criminal Conspiracy itu mengungkap 30 pejabat Indonesia yang terlibat skema pencurian uang dan mencucinya di bank-bank mancanegara.
Laporan hasil investigasi itu memang tak bisa dianggap main-main karena merujuk pada analisis forensik atas berbagai bukti yang kemudian dikompilasi oleh satuan tugas khusus investigator dan pengacara dari Indonesia, Inggris, Thailand, Singapura, Jepang serta negara-negara lainnya. Laporan itu dilengkapi 80 halaman afidavit atau keterangan di bawah sumpah yang menyeret keterlibatan lembaga keuangan internasional termasuk Nomura, Standard Chartered Bank, United Overseas Bank (UOB) Singapura dan lainnya.
Merujuk artikel itu maka Bank Century menjadi pintu untuk merampok uang negara. Ada rekayasa untuk menetapkan Century sebagai bank gagal pada 2008.
Bahkan, Asia Sentinel menyebut Bank Century sebagai ‘Bank SBY’ karena lembaga keuangan hasil merger tiga bank itu menyimpan dana gelap terkait Partai Demokrat (PD) pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Presiden RI kala itu. Bank Century lantas disuntik modal pada 2008 dan berubah nama menjadi Bank Mutiara setelah diakuisisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sedangkan kejahatan terkini yang terungkap adalah misteri dana yang ditawarkan J Trust senilai USD 989,1 juta atau sekitar Rp 14 triliun pada 2013 untuk membeli Bank Mutiara. Hanya saja sumber dana untuk penawaran J -Trust tak pernah teridentifikasi.
Namun demikian, J Trust tetap mengakuisisi Bank Mutiara pada 2014. Berdasar laporan investigasi itu pula para pejabat Indonesia menyetujui J Trust sebagai pihak yang pas dan tepat untuk pembeli Bank Mutiara, meski lembaga keuangan asal Jepang itu tak mengelolanya sebagaimana bank komersial.
Hanya saja, tak ada bukti bahwa J Trust membayar USD 366,67 juta untuk membeli Bank Mutiara. Catatan LPS mengindikasikan J Trust hanya membayar 6,8 persen dari total kesepakatan atau USD 24,14 juta di muka, itu pun dalam waktu 33 hari setelah tanggal penjualan.
Sedangkan sisanya ditutup dengan promisorry noteBank Indonesia melalui LPS. Berdasar catatan LPS pada 2015, sebuah perusahaan asuransi menuliskan angka Rp 3,06 triliun pada promissory note syariah.
Dalam skema itu pula muncul nama bankir top Kartika Wirjoatmodjo yang kini menjadi direktur utama Bank Mandiri. Kartika merupakan kepala eksekutif LPS saat kesepakatan pembelian Bank Mutiara.
Weston Capital International dalam gugatannya menyebut kesepakatan pembelian Bank Mutiara yang dirancang Kartika beserta pihak lain justru sarat konspirasi, ilegal dan tidak transparan guna menjarah aset LPS dalam jumlah USD 1,05 miliar selama 10 tahun. “Dalam rangka memperkaya para kleptokrat dengan mengakali Indonesia serta kreditur prioritas, yakni para penggugat,” demikian tertulis di artikel laman berita yang berbasis di Hong Kong itu.
Weston memang telah melancarkan kampanye hukum melalui berbagai pengadilan di berbagai negara selama lima tahun ini untuk mengembalikan uangnya sebesar USD 620 juta yang dicuri dalam kurun waktu 2008-2015. Perusahaan yang berbasis di Mauritius itu merasa dicurangi melalui penjualan Bank Mutiara oleh LPS yang tak transparan, disertai penggelapan dan pencucian uang.
Total jenderal jumlah gugatan Weston beserta anak perusahannya atas kasus itu mencapai USD 1,24 miliar. Atau sekitar Rp 18,3 triliun.
Untuk kasus pengucuran dana talangan ke Bank Century memang telah menjadi fokus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus itu telah membuat mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya menjadi pesakitan.
Sumber Asia Sentinel mengungkap adanya penyelidikan KPK terhadap LPS dan Kartika. Namun, sumber itu meragukan keberanian KPK untuk menggarap SBY.
Hanya saja, Boediono bisa menjadi cerita lain. Wakil presiden pendamping SBY pada kurun waktu 2009-2014 itu merupakan gubernur Bank Indonesia saat kasus Century mengemuka.
Nyatanya, laporan investigatif itu menunjukkan ada kejahatan yang jauh lebih besat dari yang digambarkan sebelumnya. Asia Sentinel menyebut rekayasa itu sudah dimulai sejak awal pemerintahan SBY pada 2004 dengan pembentukan Bank Century sebagau hasi merger Bank Bank Pikko, Bank Danpac dan Bank CIC.
Selanjutnya, Bank Century menjadi gudang penyimpanan jutaan dolar uang yang dikendalikan SBY dan Partai Demokrat. Padahal, SBY yang meraih kursi kekuasaan di era reformasi dikenal sebagai figur yang kapabel dan lebih jujur ketimbang pendahulunya.
Namun, sebagaimana pemberitaan Asia Sentinel, sebuah kelompok gabungan 30 pejabat teras di pemerintah Indonesia telah bekerja sama selama 15 tahun untuk mencuri, melakukan pencucian uang dan menyembunyikannya hingga mencapai lebih dari USD 6 miliar. Kejahatan itu dilakukan atas dasar perintah Presiden SBY dan Boediono.
Pada 2008 atau saat krisis finansial melanda berbagai negara, Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang kala itu beranggotakan Boediono selaku gubernur BI menetapkan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selanjutnya ada suntikan dana untuk fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) BI sebesar Rp 689 miliar untuk Bank Century.
Tapi angkanya membengkak hingga total mencapai Rp 6,7 triliun. Kucuran dana selanjutnya melalui skema penyertaan modal sementara (PMS) dari LPS.
Namun, berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertanggal 23 Desember 2011, ada dana sebesar USD 290 juta yang dicuri dari Bank Century dicuci melalui BCA, JP Morgan, Bank Danamon dan Bank Mandiri. Audit BPK juga mengungkap Robert Tantular selaku pemilik Century membuat lebih dari 2.000 rekening palsu di banknya sendiri untuk menggelembungkan portofolio pinjaman sekaligus demi menyiasati syarat rasio kecukupan modal (CAR) yang ditetapkan BI.
Faktanya, Bank Century dan Robert Tantular sengaja dipilih untuk menyimpan dana kampanye ilegal. Robert lantas mencuri USD 500 juta dari banknya sendiri.
Selanjutnya, tim dari BI, LPS, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Hukum dan HAM dikerahkan untuk membersihkan kekacauan itu, serta mengembalikan dana kampanye ilegal yang disimpan di rekening pengusaha kondang Budi Sampoerna. Sebagai kambing hitamnya adalah mitra Robert, yakni Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq.
“Kisah konspirasi LPS/Bank Indonesia untuk menipu kreditur Bank Century hingga lebih dari USD 6 miliar dari 2004 hingga 2018 berasal di sini,” tulis laporan itu.
Kini, Weston melakukan gugatan di berbagai negara untuk menarik dananya yang telah dicuri dan dicuci di berbagai lembaga keuangan kakap seperti Wells Fargo, Wachovia Bank, HSBC, Standard Chartered Bank, United Overseas Bank, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia , ANZ Bank, National Australia Bank (NAB), Citibank Indonesia, serta bank yang lebih kecil dan broker di New York and Hong Kong.
Berita di atas saya sadur dari link di bawah ini.
https://www.jpnn.com/news/media-asing-beber-konspirasi-kejahatan-besar-era-sby
https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/media-asing-beber-konspirasi-kejahatan-besar-era-sby/ar-BBNcK1k
Sengaja saya tampilkan keseluruhannya agar pembaca dapat membacanya secara lengkap mengingat kasus ini merupakan kasus Mega Skandal yang sangat menggemparkan Indonesia di masa pemerintahan SBY ketika itu.
Hal ini juga seakan menjawab pertanyaan polos saya. Kenapa kasus century ini seakan menjadi misteri yang tidak pernah tuntas. Berbagai berita yang tersaji hanya terlihat sepotong-sepotong. Meskipun sudah ada beberapa orang tersangka yang telah dijatuhi hukuman, namun belum terungkap secara tuntas hingga ke aktor intelektualnya.
Kembali ke artikel yang disampaikan oleh media Sentinel, semoga bisa dijadikan dasar bagi KPK untuk mengungkap kasus ini hingga terbuka secara jelas dan gamblang aktor utama dibalik Mega Skandal Century. Beranikah KPK melakukannya? Semoga saja.