Akhirnya rekapitulasi nasional Pilpres 2019 rampung sudah. Dari 34 provinsi, Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di 21 provinsi. Kesimpulannya, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin menang mengungguli Parbowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara sebanyak 85.607.362 atau 55,5 persen dari total nasional. Sedangkan jumlah suara untuk pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga nomor urut 02 sebanyak 68.650.239 atau 44,5 persen dari total nasional.
KPU pun mempersilahkan bagi pihak yang tidak menerima keputusan itu untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan batas waktu 3×24 jam setelah penetapan rekapitulasi hasil suara nasional.
Berarti tinggal dua langkah lagi sebelum Jokowi benar-benar resmi menjabat sebagai Presiden RI untuk periode 2019-2024, yakni penetapan dari KPU dan pelantikan pada tanggal 20 Oktober 2019.
Kemenangan Jokowi juga menjadi pemberitaan media-media internasional.
Media Amerika Serikat (AS), New York Times (NYT), mencantumkan judul ‘Joko Wins Re-Election in Indonesia, Defeating Hard-Line Former General’.
Sedangkan media Singapura, Channel News Asia, mengangkatnya dalam artikel berjudul ‘Indonesia’s Joko Widodo wins second term as president’.
Tidak ketinggalan, negeri jiran melalui kantor berita Malaysia, Bernama, turut membahas hasil pilpres 2019 dalam artikel berjudul ‘Jokowi wins Indonesian presidential election 2019′.
Itu belum termasuk Bloomberg, juga memberitakannya dalam artikel berjudul’Jokowi Declared Winner a Month After Indonesia Presidential Vote’. Serta beberapa media lainnya lagi.
Sambil menunggu pelantikan, sederet pekerjaan telah mengantri untuk diselesaikan oleh Jokowi, mulai dari memastikan kestabilan ekonomi dan politik, proses rekonsiliasi di masyarakat yang sempat terpecah karena berbeda pilihan politik.
Juga janji-janji Jokowi lainnya, seperti menyalurkan dana desa sebesar 400 triliun, merampungkan proyek infrastruktur, mendorong industri 4.0, serta peluncuran 3 kartu sakti. Yang tak kalah penting dan diperkirakan akan menjadi pembicaraan hangat untuk beberapa bulan ke depan, adalah akan seperti apa susunan Kabinet Kerja Jokowi periode kedua nanti.
Sementara bagi Prabowo sendiri? Sederet masalah sedang mengantri untuk dia hadapi. Satu persatu partai koalisinya mulai melepaskan diri, dua di antaranya adalah Demokrat dan PAN. Walaupun belum mengumumkan secara resmi, namun kedua partai tersebut terlihat sudah menjaga jarak dengan Prabowo. PKS sendiri terlihat tidak mau pusing mengingat perolehan suara mereka untuk pileg sudah cukup memuaskan. Praktis yang mendukung Prabowo saat ini hanya tinggal Gerindra dan kaum radikal.
Selain itu, Prabowo juga tersandung masalah hukum. Di mana pihak kepolisian sempat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Prabowo sebagai salah satu terlapor dalam kasus makar yang menjerat Eggi Sudjana. Kabar itu juga dikonfirmasi langsung oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Walaupun berselang beberapa jam kemudian SPDP ditarik kembali, tidak berarti Prabowo bisa bernapas lega.
Pasalnya bila terbukti berdasarkan penyelidikan kepolisan, dengan fakta-fakta dan data yg valid, bahwa Prabowo adalah aktor intelektual demo tanggal 22 Mei 2019, apalagi bila sampai jatuh korban. Maka sesuai konstitusi, bukan saja Prabowo akan diproses hukum, namun Gerindra sebagai kendaraan politik Prabowo juga terancam akan dibekukan statusnya sebagai parpol dan dianggap sebagai organisasi terlarang..
Bisa jadi mengingat konsekuensi yang cukup berat itu juga yang membuat Prabowo memutuskan untuk lebih memilih mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan diperkirakan tidak akan hadir dalam aksi demo jalanan di tanggal 22 Mei besok. Keputusan gugatan ke MK diambil dalam rapat internal yang digelar di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan pagi ini, 21 Mei 2019.
Akankah Prabowo bisa menang melalui gugatan di MK? Rasanya mustahil menurut saya. Apalagi bila kita berkaca pada pilpres 2014, di mana dengan selisih suara antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sebesar 8.421.389 saja tidak mampu membuat Prabowo menang. Apalagi di pilpres 2019 ini, di mana selisihnya mencapai 16,9 juta suara alias dua kali lipatnya.
Namun demikian, terlepas siapa menang siapa kalah, saya dukung dan hormati keputusan Prabowo untuk lebih memilih jalur konstitusi daripada terjebak dalam demo jalanan. Di mana memiliki potensi chaos sangat besar akibat adanya ancaman dari teroris serta dugaan ditunggangi oleh pihak-pihak radikal yang sengaja ingin menciptakan kekacauan di negara ini.
Saya hanya berharap aksi demo yang akan terjadi esok dapat berlangsung dengan damai. Namun bila tidak, maka ini kesempatan bagi pihak kepolisian untuk melakukan tindakan keras terhadap pelaku kerusuhan berikut aktor-aktor yang ada di belakang aksi tersebut hingga ke akar-akarnya. Bagaimana menurut Anda?