Mari kita bahas sedikit tentang Jokowi sebelum masuk dalam pemerintahan Indonesia.
Jokowi itu siapa?
Tentara atau Pengusaha Mebel? Tentu kita tahu bahwa dia adalah seorang Pengusaha Mebel/Furniture yang sukses.
Sebagai pengusaha mebel, berarti Jokowi ketemu, bergaul, berinteraksi dan terinspirasi atau mungkin terimpartasi dr kalangan pengusaha juga yang kebanyakan berasal dr WNI Keturunan TiongHoa, atau bahkan WN China dan sebagian lain Eropa, Amerika Serikat.
Maka jangan heran kalau Jokowi ini selain karena gayanya yg SOLO MAN, ya dia sangat Paham aturan main dalam budaya China, Ilmu-Strategi Perang SunTzu, strategi perangnya baik untuk diterapkan dalam perang dagang atau perang strategy.
Lalu apa hubungan atau benang merah antara Judul di atas yang mengaitkan nama Jokowi-Ahok, Sun Tzu dan perkiraan wajah Indonesia Baru?
Kalau kita memandang dari sudut pandang Ilmu Sun Tzu maka yang seharusnya bisa “dianggap” sebagai Cucu-nya Sun Tzu adalah Ahok.
Nah, Ahok yg secara tidak langsung adalah “Cucu” dr Sun Tzu justru seharusnya lebih fasih mempraktekkan Ilmu China yang salah satunya adalah TaiChi, Strategy Perang Sun Tzu baik digunakan atau dipraktekkan untuk Perang yang sesungguhnya secara fisik, atau Perang dlm bentuk lain seperti Perang Dagang, Persaingan Bisnis, Pengelolaan Pemerintahan.
Sebagai contoh saja:
Apa yang terjadi di DKI ketika Jokowi-Ahok berpasangan,
This is the right combination bukan cuma for Jakarta tapi for Indonesia.
Apa yang terjadi di Jakarta pada masa kepemimpinan Jokowi-Ahok terbukti menginspirasi dan mengimpartasi banyak daerah lainnya di Indonesia.
Apa yang baik dari yang terjadi di DKI diambil untuk dipraktekkan di daerah lain.
Oke, mari kita bahas tentang nama-nama yang ada di dalam Judul,
Jokowi-Ahok terlebih dahulu.
Pada masa kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur Jakarta dan Ahok sebagai Wakil Gubernur, pembagian tugas – pekerjaan terasa sangat pas, ada pembagian tugas yang jelas, siapa di mana, mengerjakan apa ?
Jokowi seringkali berada di depan dan memang diPlot seperti itu sementara Ahok ada dan berperan lebih banyak di belakang meja Wakil Gubernur.
Jokowi yang mencari input dengan blusukannya.
Ahok yang memikirkan baik Solusi dan atau Program sebagai jawaban atas permasalahan masyarakat, dan kemudian rotasi kembali kepada Jokowi yang mengeksekusi solusi atau program tersebut sehingga pada akhirnya masyarakat Jakarta merasa sangat diperhatikan, merasa benar-benar memiliki Pemimpin sekaligus Pelayannya.
Dalam banyak hal terbukti Jokowi yang ngeLobby, lalu Ahok yang akan mengonsep.
Coba saja kita semua cari di Google apakah ada Cerita Ali-Baba atau justru cerita Baba Ali ?
Baba Ali maaf adanya di dekat rumah, jualan minyak dan barang kelontongan hehehehe….
Ketika kombinasi pasangan Gubernur dan wakil gubernur ini ada bersama memimpin dan melayani di Jakarta sepertinya terlihat sama saja, sepertinya tertutup oleh banyaknya leberhasilan dan prestasi mereka.
Tetapi Jokowi akhirnya terbukti lebih fasih, lebih luwes atau piawai memainkan ritme perpolitikan negeri ini, baik kepada kawan dan juga lawannya di dalam pemerintahan.
Lihat ketika Jokowi naik menjadi Presiden, meninggalkan Ahok di Jakarta, dan mengubah The Right Combination, apakah dia jatuh? ya di awal-awal mungkin Jokowi harus jatuh bangun, tetapi lagi-lagi dia konsisten mempraktekkan strategy perang SunTzu yang sudah diketahuinya sejak lama, sejak berkecimpung di dunia usaha permebelan atau furniture.
Walau Jokowi tidak menguasai Ilmu Perang Sun Tzu selama ribuan tahun, tetapi apa yang terlihat dikemudian hari membuktikan Jokowi fasih mempraktekkan Ilmu Perang Sun Tzu dalam berbagai hal.
Terbukti lambat laun sebagian besar yang ada di pemerintahan pusat berjalan sesuai ritme yang dia harapkan.
Lihat Ahok, ketika ditinggalkan Jokowi dan kemudian dia maju kedepan sebagai Gubernur DKI Jakarta, didukung Djarot di belakangnya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta beserta PDIP dan kawan-kawan, sebagai Pendukung secara politiknya
Apa yang terjadi?
serangan dihadapi tetapi dengan kurang bijak,
Ahok benar dgn Prinsipnya, tidak ada yang salah dengan itu tetapi Kebijaksanaannya itu yg kurang. Dan kurang bijaksananya ini yang membuat musuhnya semakin banyak, semakin menguat, semakin berlipat semangat menjadikan Ahok sebagai Public Enemy.
Sehebat apapun Bruce Lee, Jet Lee dan pendekar lainnya pasti memiliki titik lemah, dan itulah yg diiincar oleh musuhnya, ditunggu lama dan ketika kesempatan itu tiba segera dipakai untuk menghabisi Ahok.
Karena mereka tahu hanya cara inilah yang bisa dipakai untuk menghabisi Ahok.
Kalau kesempatan ini lewat maka mereka yang akan habis.
Nah kalau disesuaikan dengan situasi dan kondisi perpolitikan Nasional saat ini.
Dimana hadir kembalinya seorang Ahok setelah masa pertapaannya di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok – Jawa Barat,
Walau sempat “Jet Lag” di awal-awal dan sepertinya itu memang disiapkan untuknya memasuki kembali Arena Pertandingan, kini Ahok terlihat lebih bijaksana.
Ahok masih dengan stylenya yang seperti dulu, Masih dengan prinsipnya Bersih, Transparan, Profesional yg ditampilkan dengan Jelas Tegas, to the point, hanya kali ini Ahok lebih menahan diri, dia lebih matang sehingga tahu kapan harus keras kapan harus lembut, kapan dia marah, kapan dia harus berbicara santai.
Kali ini Ahok sangat terlihat lebih bijaksana dari sebelumnya.
Dia meledakkan kemarahannya pada saat yang tepat, dengan cara yang pas sesuai momentnya.
Setelah itu dia kembali diam sambil menanti kapan moment yang pas buatnya memasuki arena pertandingan yang sebenarnya.
Sebuah pemanasan yang sangat pas, untuk membiasakan dirinya lagi dengan segala ritme dan habbit seorang Fighter sekaligus HardWorker kalau tidak mau disebut Workaholic
Semoga ke depannya Ahok mau terus belajar dari Diam dan Tenangnya Sang Sahabat, Bagaimana kalemnya sang sahabat menerima lawannya untuk bertemu, bagaimana Sang Sahabat menekan amarah dan sakit hatinya ketika harus menjamu para lawan politiknya yang di belakang bagai singa lapar tetapi di depan meja jamuan makan siang tampak seperti kucing anggora atau kucing persia.
Berusaha bermanis-manis dan mengeong lembut agar dibelai-belai oleh Sang Sahabat.
Semua yang terjadi pasti ada hikmah, menjadi bijak atau tidak tentu kembali kepada pilihan Ahok sendiri bagaimana meresponinya.
Lima tahun ke depan, di periode kedua dari Sang Sahabat seharusnya dipakai Ahok untuk memantapkan hati dan mentalnya, untuk menjadi Pendekar KungFu dalam dunia perpolitikan Indonesia.
Jika Ahok memilih untuk menjadi bijak dan mau belajar dari Sang Sahabat maka ia punya kesempatan besar untuk memenangkan pertarungan yang sempat tertunda, meneruskan apa yang sudah diletakan dan dipersiapkan dengan sangat baik oleh Sang Sahabat, dan dia leluasa untuk kembali memunculkan lagi ide-ide kreatif tingkat tingginya, bukan khayalan tingkat dewa seperti yang dialami warga di tempat yang kini ditinggalkannya, DKI Jakarta.
Hari-hari ini sebuah Topic serius sedang diangkat ke tingkat Nasional, tentang rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia, ke beberapa tempat baru yang masih menjadi opsi, Palangkaraya salah satunya.
Tetapi, terlepas dimanapun nantinya Ibu Kota baru dr Republik Indonesia ditetapkan,
Lima tahun ini haruslah menjadi masa Transisi yang tidak boleh tidak harus dimanfaatkan secara maksimal oleh seorang Ahok.
Dalam diamnya, dia bisa mempersiapkan segala sesuatunya, mempersiapkan bersama Tim-nya, tanpa ekspose media dan publikasi massa, menjadi kesempatan yang seharusnya dimaksimalkan Ahok.
Saya berandai-andai melihat keseriusan Jokowi tentang pemindahan Ibu Kota ini, yang kemudian setelah dirapatkan muncul ide agar Proses Pemindahan Ibu Kota ini dihandle oleh sebuah badan otoritas. Dan mengusus proses Pemindahan Ibu Kota sebuah Negara besar seperti Indonesia haruslah dipimpin oleh seseorang dengan Kapasitas dan Kualitas Extra Ordinary.
Seseorang yang bukan hanya Baik Pengetahuannya, Bagus Pengalaman dan Bersih Track Recordnya tetapi juga bisa dipercaya oleh Jokowi sendiri sebagai Presiden Indonesia.
Attitude sangat disorot dalam hal ini dan Ahok adalah salah satu dari sedikit orang yang attitudenya sebenarnya baik, hanya karena sikap tegas dan pemberani yang membuatnya frontal itulah yang membuat dirinya dinilai kontroversial, attitudenya jelek, padahal kalau mau bijak dan objektif ya tidak sepenuhnya benar pendapat seperti itu.
Saya pribadi dan saya yakin ada banyak pihak lainnya juga akan sepakat jika Jokowi mempercayakan segala sesuatu terkait Proses Pemindahan Ibu Kota kepada Badan Otoritas yang dipimpin Ahok, jaminan mutu dari Zero Corruption.
Ahok-lah nama yang dianggap sangat tepat untuk mengisi pos tersebut.
Sesuai dengan Track Record dan Prestasi yang telah diraihnya, Ahok bisa dipercaya untuk memastikan Proses Pemindahan Ibu Kota ini akan berjalan sesuai rencana.
Keteguhan Prinsipnya yang Bersih – Transparan – Profesional akan menjamin transparansi dari segala hal baik dari sisi finansial, penunjukkan Sumber daya manusia yang dibutuhkan, teknis pelaksanaan.
Kelebihan lain adalah pengaruh seorang Ahok yang bisa dimaksimalkan untuk menarik pulang SDM JUARA milik Indonesia yang saat ini berkarir di luar negeri karena satu dan lain hal. Lalu diajak membangun bangsanya, tanah airnya…. indonesia.
Pemilihan nama Ahok juga sepertinya bisa menjadi jaminan atau guarantee bagi para investor yang akan terlibat di dalam proses pemindahan Ibu Kota ini nantinya.
Bahwa Ahok bisa menjamin pengeluaran budget sekira 466 T, berjalan sesuai tujuannya, tanpa korupsi !!!
Karena dunia internasional pun mengakui kapasitas dan kualitas seorang Ahok.
Nah, jadi kita akhirnya bisa mengerti benang merah antara Jokowi, Ahok dan kaitanya dengan Wajah Indonesia Baru.
Sekali lagi jika memang Ahok yang dipilih untuk memimpin Badan otoritas yang mengatur Pemindahan Ibu Kota, maka layak rasanya para Nasionalis berharap Indonesia yang Lebih Baik, Indonesia yang menjadi Rumah Peristirahatan yang tenang bagi Para Veteran dan Pensiunan karena Pemerintah memberikan Pensiun yang layak untuk mereka,
menjadi Rumah Kehidupan yang nyaman bagi Warga Negara-nya, tempat berinteraksinya ratusan Suku & Etnis yang diikat kesatuan hati BHINEKA TINGGAL IKA TAN HANA DARMA MANGRWA sekaligus juga
Rumah Kreatifitas – KeWiraUsahaan bagi Anak Generasi, di mana berbagai Unicorn bahkan Decacorn akan lahir di Bumi Pertiwi, dimana Anak Generasi bukan hanya dibutuhkan untuk membangun negeri orang lain tetapi dihargai dan diberdayakan untuk membangun negeri yang dicintainya, tanah air kebanggaanya,
Indonesia yang Raya
Indonesia yang disegani dunia.
Salam Cerdas – Kritis – Bijak
Demi Anak Generasi….
Samuel Tanujaya
@s.tanujaya_
* Tulisan anak kemarin sore yang tidak mampu kuliah dan awam politik tetapi terus belajar karena kepengen pinter….