Pelaku Penembakan Brutal yang terjadi di Masjid Christchurch Selandia Baru bernama Brenton Tarrant (28 tahun) merekam seluruh kejadian tersebut secara live.Tercatat selama 17 menit, pria berkulit putih itu merekam dan mempublished-nya di akun Twitter hingga Facebook. Dia melakukan Livestreaming 17 menit dimulai ketika pria bersenjata itu pergi ke Masjid Al Noor di Deans Ave. Dengan menggunakan mobil station wagon yang berisi segudang senjata, ia menggunakan sepatu boot.
Sebuah manifesto yang ditulis oleh Tarrant beredar secara online, menyatakan bahwa ia telah merencanakan serangan selama dua tahun dan telah melakukan perjalanan ke Christchurch untuk berlatih sebelum memutuskan bahwa kota itu akan menjadi sasarannya.
Tarrant mengatakan inspirasi politiknya berasal dari komentator konservatif Amerika Serikat (AS) Candace Owens, yang pro-Trump dan mengkritik gerakan Black Lives Matter. Dia menggambarkan dirinya sebagai fasis dan pendukung pandangan Oswald Mosley, politisi Inggris yang menjadi pemimpin Uni Fasis Inggris pada 1930-an. Manifesto itu mengatakan: “(Video game) Fortnite mengajarkan saya menjadi pembunuh.””Menuju masyarakat baru yang terus maju” Sambungnya.
Apa yang bisa kita pelajari dari kasus diatas adalah bahaya dari paham Demagog yang membahayakan yang dipelajari tidak harus dari negara sendiri, tetapi bisa dari negara lain. Tarrant mengumbar kebencian kepada imigran dan dalam hal ini imigran beragama Muslim hanya karena semburan Demagog yang diucapkan Trump pada saat kampanye, sehingga memantik psikologi Tarrant yang notabene bukan warga Amerika menjadi Teroris dadakan yang sebelumnya dia tidak pernah lakukan. Inilah bahaya dari Demagog atau di Indonesia dikenal dengan Ujaran kebencian.
Virus Ujaran Kebencian ini juga menginspirasi Pelaku Terorisme dengan ideologi dan Motivasi Politis yang berbeda seperti yang dilakukan ISIS. ISIS mencoba menyebarkan Virus ideologi Agama kedalam Indonesia, sehingga banyak jentik jentik yang sudah memapar ke dalam rakyat indonesia. Para terduga teroris itu diduga akan merencanakan amaliyah dengan target aparat keamanan. Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (15/3) menyampaikan pihaknya masih mendalami motif sejumlah kasus penangkapan terduga teroris itu.
“Sudah beberapa kali pimpinan ISIS yang di Suriah itu istilahnya menyampaikan melalui jaringan media sosial, silakan bagi kelompok-kelompok di seluruh dunia, yang telah berafiliasi dengan ISIS untuk melakukan amaliyahnya masing-masing. Itu salah satu trigger mungkin, akan dialami untuk membangkitkan sleeping cell di seluruh dunia termasuk di Indonseia,” ujar Dedi.
Sebelumnya polisi telah menangkap terduga teroris Abu Hamzah (AH) di Sibolga, Sumatera Utara, pada Selasa (12/3). Ia disebut aktif dalam jaringan JAD sejak enam tahun terakhir.
Dalam beberapa hari ini, polisi juga menangkap enam terduga teroris lainnya, yakni P yang ditangkap di Lampung, AK dan ZP ditangkap di Sibolga, kemudian R alias S ditangkap di Tanjungbalai dan M yang ditangkap di Tapanuli Tengah.Sementara, terduga teroris berinisial Y ditangkap di Klaten. Mereka dinyatakan terkait perencanaan amaliyah bersama AH dengan memiliki berbagai macam peran dari mulai merencanakan amaliyah, merakit bom hingga pendanaan.
Sementara, selain jaringan JAD, polisi juga telah menangkap terduga teroris RG terpapar paham ISIS. Ia ditangkap di Riau pada Kamis (14/3) lalu lantaran mengunggah sejumlah video propaganda salah satunya juga memviralkan kejadian ledakan di Senayan saat debat capres kedua.
RG dan Y tidak melakukan Teror ala Terorisme karena pengaruh Video Game seperti Tarrant, tetapi cara penularannya sama yaitu lewat Kampanye Terorisme yang dilakukan negara luar, cara terindikasi juga sama yaitu sama sama terinspirasi Pidato yang menyebarkan ujaran kebencian, sehingga melahirkan jiwa Patriotisme yang salah, sehingga para pelaku Terorisme merasa mereka sudah menjalankan Perjuangan atau Jihad karena semangat yang dikobarkan oleh Pemimpin pihak asing yang keliru sehingga merekapun berjalan di Jalan dan arus yang keliru dan ini sangat membahayakan rakyat biasa yang tidak tahu apa apa, termasuk para imigran yang berada.
Ya, ini bahaya, ini merupakan “VIRUS” mematikan, Virus yang menyerang dari paham asing baik ideologi maupun agama. Pria baik baik, Perempuan baik baik bisa saja terpapar dan jadi berubah buta ideologi dan agama yang benar, mereka akan terbius dengan bisikan ideologi dan Paham Ujaran Kebencian yang mengggerogoti otak mereka masing masing, sehingga hidup mereka menjadi terkuasai oleh Kebencian dan menganggap pihak lain menjadi musuh sejati yang harus dibasmi.
Pemimpin yang tegas seperti Jokowi Maruf adalah tantangan dalam menghadapi serangan Virus ini, Virus yang merubah orang menjadi Zombie Agama dan Ideologi, Mereka hidup tetapi mereka hanya hidup di fantasi Ideologi dan agama yang sesat, dan menganggap orang lain, bahkan keluarga dan sahabat sendiri sebagai ancaman yang harus dibasmi, makanya tak heran banyak kasus di Medsos ketika ada sahabat yang tega memaki sahabatnya sendiri dengan sebutan KAFIR hanya karena salah satu sahabatnya terpapar Virus mengerikan ini, bahkan yang lebih mengerikan karena terjadi didalam keluarga, misalnya orang tua ke anak, anak ke orang tua, bahkan adik kakak saling membenci padahal mereka satu agama, hanya karena mereka berbeda pilihan ideologi dan Politik.
Kita masih bisa berharap jika kita mendapatkan Pemimpin Negara yang juga fokus menghancurkan Virus ini agar jangan sampai merusak seluruh rakyatnya secara total dan massive, akan tetapi sangat membahayakan jika ada Calon pemimpin yang bahkan menggunakan teknik ideologi perusak dan agama sesat untuk menggapai kemenangannya sama seperti yang digunakan Trump di USA. Ini yang sangat membahayakan, apalagi jika berhasil.
Pertanyaan krusialnya adalah Apakah sebagai warga negara, kalian mau jika “VIRUS” mematikan ini menguasai keluarga, sahabat bahkan kolega kantor sendiri? Suriah sudah menjadi bukti kehancurannya, padahal dulunya Suriah itu negara yang aman indah dan cantik. Indonesia sudah cantik dan indah dengan infrastruktur yang sudah tertata, inilah tugas kita sebagai Millenial dan generasi Penerus untuk memenangkan Pemimpin yang sayang rakyat bukan yang mencoba cara demagog dan menyebarkan Virus kebencian dan kebohongan untuk kemenangannya.
Cukuplah kengerian Virus mematikan itu dilihat dalam acara Televisi WALKING DEAD, dimana Zombie sudah menguasai negara dan ada upaya Survivor didalamnya. Kita masih bisa membedakan Zombie dengan manusia yang belum digigit dan terinfeksi Virus Zombie, tetapi bagaimana cara membedakan anak bangsa yang sudah terpapar Virus Ideologi dan agama Jahanam yang sesat? Semua agama di Indonesia adalah agama yang mencintai damai, janganlah sampai ada agama baru yang menjadi Virus yang merubah Agama cinta damai menjadi Agama pembenci agama lain dan merusak iman pemeluknya sendiri.
Jangan sampai Indonesia berubah menjadi Negara didalam Film TV WALKING DEAD, Kita tidak boleh kalah dengan mereka yang sudah terpapar, malah ini menjadi tugas kita semua membebaskan mereka yang sudah terpapar dengan Virus Ideologi dan agama sesat agar kembali kepada kita. Jangan sampai mereka berubah menjadi benar benar sebagai seorang Zombie, mahluk Mati yang hidup remblai.
#2019TetapJokowi