Indovoices.com – Sitti artinya “lemah,” bahasa Jawa dari tanah. Kata Siti juga disematkan pada Maryam, ibunya Yesus, dalam narasi Islam Jawa yang aku pahami. Sedangkan kata Hikmawatty berasal dari kata dasar hikmat — artinya kebijaksanaan.
Sitty Hikmawaty (SH) adalah anugerah yang diberikan Tuhan pada kita. Ia menjadi martir agar kita bisa mengukur sejauhmana kita bijak dalam merespon persoalan, termasuk persoalan hamil di kolam renang yang pernah dilontarkannya.
Kita menjadi kalap dan merisak hingga yang bersangkutan dan lembaganya kedodoran dan akhirnya minta maaf. Padahal SH adalah “utusan,” Tuhan agar kita bijak dan rendah hati untuk tidak terlalu mengagung-agungkan sains. Sain boleh diikuti namun sebagai orang yang percaya kemahakuasaan Tuhan, kita akan dicap sombong jika Tuhan adalah seturut dan sejalan sepenuhnya dengan logika sains.
Dengan logika sains, banyak orang tidak percaya tuhan yang tidak bisa diverifikasi secara pasti. Tuhan rasanya lebih tinggi dari sains. Bukan sains an sich. Jika Tuhan telah berkehendak, apa yang kita anggap tidak masuk akal justru berkata sebaliknya.
Saya tadi menyinggung soal Siti Maryam (SM), mamanya Yesus. Ada kaitannya dengan hal ini.
Dalam al-Quran diceritakan, sewaktu Alloh memberi kabar kepada SM bahwa ia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki (Yesus), perempuan ini protes keras. SM dalam penggambaran Quran memang bukanlah perempuan pendiam yang manut. Sebaliknya, ia adalah sosok perempuan keren, tukang protes, khas para aktifis dan feminis. Jibril yang disuruh Alloh mengabarinya terkait rencana kelahiran Yesus pun diprotesnya dua kali, termasuk dalam cerita ini.
Jibril/Gabriel: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah termasuk orang-orang yang saleh”.
Maryam: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”.
(Allah berfirman dengan perantaraan) Jibril: “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.
Mungkin kita berfikir Tuhan hanya mampu berbuat ajaib dalam konteks reproduksi hanya pada peristiwa Yesus dan Maryam. Jika kita berfikir demikian, rasanya kita tengah melimitasi kemahakuasaan (omnipotence) Tuhan. Sungguhlah hal itu tidaklah elok.
Bagi orang beriman, kemahakuasaan Tuhan tidak terbatas waktu. Her mighty is timeless. Sainslah yang bertugas membuktikannya, bukan Sitti Hikmawatty. Perempuan ini sekedar pionNya agar siapapun sadar batas kemurkaan atas nama sains. Namun demikian nasib Sitti Hikmawatty tidak seindah Siti Maryam.
*)Oleh: Aan Anshori (Koordinator Presidium di Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur)