Bila kita pernah melihat Debat Capres yang pertama dan kedua, debat yang ketiga ini walaupun terkesan agak “kurang” greget bila kita bandingkan debat-debat yang sebelumnya. Namun ada hal-hal menarik di luar ekspektasi yang muncul selama debat berlangsung
Di awal debat, kalimat pembuka yang disampaikan oleh Sandi bernuansa serangan tak langsung cawapres nomor urut 02 itu ke Ma’ruf Amin. Kalimat pembuka berisi ucapan selamat ulang tahun ke Kyai Ma’ruf dipandang penuh intrik politik.
“Yang saya banggakan, saya muliakan KH Ma’ruf Amin. Selamat ultah ke-76, semoga sehat walafiat,” tutur Sandiaga sembari tersenyum. Kalimat tersebut dinilai oleh pakar politik Rico Marbun, bertujuan ingin menegaskan kepada pemilih soal usia Maruf Amin.
Namun seiring berjalannya debat, Kyai Ma’ruf di luar ekspektasi ternyata mampu mengimbangi kalau tidak mau disebut melebihi Sandi. Dirinya dengan jelas mampu menerangkan, tidak hanya tentang Dudi (Dunia Usaha Dunia Industri), Palapa Ring, Infrastruktur Langit, Cyber University, Block Chain, Basic Capital, Maximize Utility, 10 years challenge.
Termasuk juga Decacorn, sebuah istilah satu paket dengan Unicorn yang pernah membuat seorang Capres yang usianya 8 tahun lebih muda dari Maruf, kebingungan dan asal cuap sebagai yang “online-online” itu.
Belum lagi soal Stunting dan Kolostrum yang berkaitan di bidang kesehatan juga mampu dijabarkan dengan jelas oleh Kyai Maruf, tidak kalah dengan pakar kesehatan.
Hal ini menunjukkan bila sang kyai yang merupakan generasi Baby Boomer (generasi yang lahir sebelum tahun 1960) ternyata memiliki pemikiran yang melampaui jamannya, tidak kalah bila dibandingkan dengan generasi Alpha (generasi yang lahir setelah tahun 1960), yang disebut-sebut sebagai generasi yang sudah melek teknologi digital.
Sedangkan Sandi malah menjadi antitesa atau kebalikannya, generasi Alpha yang digadang-gadang memiliki pikiran Futuristis malah terkesan Oldies. Bisa dikatakan tidak ada hal baru yang disampaikan, gaya pidatonya seakan menjadi patron yang sama alias copy paste dari debat yang satu ke debat yang lain yang pernah diikutinya.
Sebut saja soal ciri khasnya yang suka mencatut nama orang. Bila dulu nama Bi Narti yang di catut, lalu ada Ibu Lia, Pak Nadjib. Dalam debat kali ini nama Ibu Lies dan Salsabila yang diseret-seret sebagai contoh. Sampai-sampai saya sempat berpikir, untung debat pilpres 2019 ini hanya berlangsung 5 kali dimana 3 diantaranya dihadiri oleh Sandi. Kalau debatnya 50 kali, mungkin separuh nama penduduk Indonesia bakal dicatut dan disebut olehnya.
Kemudian dirinya juga berbicara soal Ok-Oce Nasional yang disingkat dengan OON. Program yang sudah jelas terbukti gagal di tingkat provinsi ini mau diangkat dan dijadikan program nasional? Yang benar saja.
Pengakuan Sandi bahwa program Ok-Oce mampu menurunkan tingkat pengangguran ternyata berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Berdasarkan sumber dari BPS, jumlah pengangguran di DKI Jakarta pada bulan Februari 2018 tercatat 290.120 orang, enam bulan kemudian malah melonjak menjadi 314.840 (Agustus 2018), alias melonjak hampir 25 ribu orang.
Bukannya tidak ada upaya Sandi untuk memberikan kesan dirinya lebih futuristik dibanding Kyai Maruf. Ketika itu dirinya dengan bangga dan percaya diri mengeluarkan KTP, yang digadang-gadang dapat menggantikan 3 kartu Sakti yang ditawarkan oleh Jokowi Amin.
Serangan yang dianggap dapat membungkam 3 kartu Sakti Jokowi Amin itu ditanggapi dengan tenang oleh Kyai Maruf
“KTP belum ready digunakan. Karenanya kita pakai kartu per sektor supaya lebih mudah. Kalau masyarakat sudah siap, pakai handphone saja nantinya,” jawab Maruf.
Jawaban telak dari Kyai Maruf benar-benar di luar dugaan, jauh lebih modern dan melampaui ide yang ditawarkan oleh Sandi.
Idiom Don’t Judge A Book By Its Cover, mungkin merupakan istilah yang sempurna untuk menggambarkan debat antara Kyai Maruf dengan Sandi kali ini. Seorang kyai yang berpenampilan sederhana ternyata begitu visioner dan futuristik dibandingkan usianya. Pemahamannya yang jauh ke depan seakan ingin mengatakan, usia boleh tua tapi jiwa tetap milenial.
Sedangkan Sandi? Dengan tampilan jas mewah dan usia yang lebih muda, ternyata isinya masih dangkal dan harus tertatih-tatih seperti bayi yang baru belajar berjalan untuk mengejar langkah Kyai Maruf