Debat capres tahap kedua yang diadakan kemarin malam, tanggal 17 Februari 2019, mengalami banyak kemajuan bila dibandingkan debat tahap pertama di bulan sebelumnya. Hanya pada sesi pertama dan kedua saya merasakan kurang greget, mungkin karena waktu yang diberikan oleh moderator cukup singkat, yakni hanya 1-2 menit untuk masing-masing paslon membuat pernyataan. Namun kekecewaan itu terbayar di sesi-sesi berikutnya terutama di sesi debat bebas antar capres yang berlangsung cukup seru.
Yang terasa agak mengganggu adalah sorak-sorai para supporter yang memberikan dukungan kepada calonnya masing-masing. Moderator pun sempat berkali-kali menenangkan para supporter tersebut. Sampai-sampai saya membayangkan debat tentu akan lebih enak ditonton tanpa kehadiran para supporter, cukup dihadiri oleh para timses masing-masing paslon saja.
Untuk debatnya sendiri, saya menilai paslon 01 jauh lebih menguasai bahan atau materi debat dibandingkan paslon 02. Hal ini sudah diprediksi sebelumnya oleh berbagai kalangan.
Sementara Prabowo masih harus terbata-bata dalam berbicara. Orang yang disebut ber-IQ tinggi dan orator ulung oleh para pendukungnya ini terlihat kurang lancar dalam memberikan pernyataan. Coba putar kembali bila Anda memiliki rekamannya. Kata “eeee… eeee…” mungkin ada puluhan kali diucapkan Prabowo ketika memberikan pernyataannya.
Debat yang bertemakan energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup itu lebih merupakan panggung bagi Jokowi untuk menyampaikan berbagai prestasi yang sudah dicapainya.
Tentang pengelolaan nelayan misalnya. Jokowi dinilai relatif berhasil menjelaskan dan juga sekaligus membantah kritik yang disampaikan oleh Prabowo. Ketika itu Prabowo sempat menyinggung kondisi nelayan yang dinilainya saat ini tak sejahtera, tidak adanya akses teknologi, akses kepada permodalan, dan kapal. Prabowo juga menyebut, nelayan terkekang aturan untuk melaut.
Namun tudingan tersebut dibantah oleh Jokowi. Dirinya mengaku mengecek ke lapangan hingga tengah malam untuk memastikan kondisi ke lapangan.
“Hampir setiap minggu, setiap bulan ke kampung nelayan,” kata Jokowi.
Jokowi juga menegaskan tidak hanya nelayan besar yang diperhatikan. Untuk hasil tangkapan nelayan kecil, ada BUMN yang membelinya.
“Mengenai BUMN perikanan, mungkin Bapak belum tahu. Kita miliki yang namanya Perindo, kita miliki yang namanya Perinus. Itu membantu membeli ikan-ikan yang ada di rakyat,” kata Jokowi di panggung debat.
Setidaknya ada dua blunder besar yang dilakukan oleh Prabowo. Yakni ketika menjawab pertanyaan soal Unicorn dan Lahan.
Di sesi Unicorn, Prabowo bukan hanya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Unicorn, namun dirinya juga menyebutkan soal kekhawatirannya bahwa perkembangan Unicorn akan membuat uang-uang Indonesia kabur ke luar negeri.
Dalam istilah startup atau perusahaan rintisan, unicorn adalah startup yang valuasinya lebih dari USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Saat ini, ada 4 startup unicorn yang dimiliki Indonesia dan sering disebut-sebut Jokowi, yakni Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka.
Bahkan Pertumbuhan start-up dan unicorn Indonesia digadang-gadang merupakan salah satu kunci yang akan mendorong ekonomi digital di Indonesia.
Tentu saja statemen yang disampaikan oleh Prabowo dapat dianggap membawa efek buruk di kalangan milenial. Para milenial tentu akan berpikir, bagaimana dia mau memberikan perhatian dan mendorong ekonomi digital Indonesia, kalau Unicorn saja dia tidak paham malah dicap negatif melarikan uang Indonesia ke luar negeri?
Debat soal lahan sendiri bermula dari sindiran Prabowo yang mengkritik pembagian lahan yang selama ini dilakukan oleh Jokowi, akan berdampak pada tiadanya lahan bagi anak-cucu kelak.
Jokowi menjawab bila sertifikat yang dibagikan, bukan pada lahan-lahan yang besar.
“Kita tidak memberikan kepada yang gede-gede,” ucap Jokowi.
“Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur sebesar 220 ribu hektare, juga di Aceh Tengah 120 ribu hektare. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan masa pemerintahan saya,” imbuh Jokowi.
Dalam closing statement debat kedua capres, Prabowo mengakui menguasai ratusan ribu hektare tanah di sejumlah wilayah di Indonesia.
“Kami minta izin, tadi disinggung soal tanah yang saya kuasai ratusan ribu di beberapa tempat, itu benar,” ujar Prabowo.
“Tapi adalah HGU. Adalah milik negara. Jadi setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela mengembalikan itu semua. Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola. Karena saya nasionalis dan patriot,” tegas Prabowo.
Ada tiga kesimpulan yang bisa saya ambil dari pernyataan Prabowo.
Pertama, lahan Prabowo yang luasnya lima kali DKI Jakarta itu (Luas DKI Jakarta 66 ribu ha), diperoleh bukan pada masa pemerintahan Jokowi.
Yang kedua, membuka borok Prabowo sendiri. Bila selama ini dia berteriak-teriak dalam berbagai kesempatan bahwa kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh hanya 1 persen warga, maka dia lah yang termasuk atau merupakan bagian dari 1 persen itu. Maling teriak maling?
Yang ketiga, tidak pernah ada sejarahnya Jokowi memberikan konsesi hutan kepada orang asing atau kepada masyarakat kelas menengah ke atas sejak menjadi Presiden di Indonesia. Konsesi lahan sebesar 2,6 juta ha hanya diberikan untuk masyarakat kecil, itupun dengan catatan dimanfaatkan untuk penanaman produktif.
Dari berbagai hal yang sudah saya sampaikan di atas, kesimpulannya lagi-lagi Jokowi berhasil menekuk telak Prabowo dalam debat pilpres tahap ke dua ini. Bagaimana menurut Anda?