
Jika sebuah puisi tiba-tiba menjadi trending topic karena seorang Sukmawati Soekarnoputri menggubah sekaligus membacakan puisi berjudul Ibu Indonesia. Pembacaan puisi itu memantik sejumlah kalangan bahkan melaporkan Sukmawati karena dianggap menghina Islam. Di tengah situasi yang memanas, apa yang dilakukan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti menyejukkan suasana. Beliau menilai Sukmawati Soekartoputri tidak berniat menghina Islam lewat puisinya. Bahkan beliau mengajak umat Islam untuk memaafkan Sukmawati.
Sebagai alumnus Fakultas Sastra Inggris, saya pernah belajar dan menulis serta membacakan puisi baik karya sastrawan maupun karya saya sendiri. Saat membaca berita yang sedang ramai dan menyaksikan via YouTube saat Mbak Sukma membacakan puisi Ibu Indonesia, ingatan saya justru melekat erat pada lagu Ibu Pertiwi yang nama penciptanya sampai sekarang belum diketahui, meskipun ada yang menganggapnya gubahan Ismail Marzuki. Di sikon yang panas ini marilah kita dinginkan dengan menyenandungkan lagu patriotik yang saat kita nyanyikan bisa membuat mata kita membasah.
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang
Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang susah
Merintih dan berdoa
Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu
Menggembirakan ibu
Ibu kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa
Mengapa Ibu Pertiwi berlinang saat terkenang mas dan intan? Apakah Ibu kita ini tahu bahwa ada masanya harta karun Indonesia dikuras dan terkuras serta dilarikan keluar negeri? Siapa yang tidak sedih saat warisan nenek moyang dirampas orang?
Daud pun pernah mengalami hal yang sama. Sejarah mencatat: Ketika Daud serta orang-orangnya sampai ke Ziklag pada hari yang ketiga, orang Amalek telah menyerbu Tanah Negeb dan Ziklag; Ziklag telah dikalahkan oleh mereka dan dibakar habis. Perempuan-perempuan dan semua orang yang ada di sana, tua dan muda, telah ditawan mereka, dengan tidak membunuh seorangpun; mereka menggiring sekaliannya, kemudian meneruskan perjalanannya.
Ketika Daud dan orang-orangnya sampai ke kota itu, tampaklah kota itu terbakar habis, dan isteri mereka serta anak mereka yang laki-laki dan perempuan telah ditawan. Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis.
Hutan gunung sawah dan lautan tidak terkecuali. Ibu Pertiwi jelas susah saat sumber kekayaan alam ini dieksploitasi oleh orang-orang yang rakus dan serakah. Demi membuncitkan perut sendiri, isi perut bumi pun dikeruk dan perut lautan diaduk-aduk.
Untung kita punya Ibu Susi yang dengan tegas menenggalamkan setiap kapal yang kedapatan melakukan illegal fishing. Bagaimana dengan illegal mining?
Ibu Pertiwi tidak sekadar merintih? Ibu Pertiwi berdoa! Apa isi doanya? Agar Indonesia kembali berjaya.
Jika Donald Trump tertatih-tatih dan tergagap-gagap menyuarakan terus Makes America Great Again, bahkan menanggalkan topi bertulisan itu dan menggantinya dengan USA 45, kita bangsa Indonesia perlu diingatkan kembali dengan tahun 1945! Pertanyaan yang seharusnya terus kita tanyakan kepada diri sendiri: Masihkan kita menggelorakan Semangat 45 untuk memajukan bangsa dan negara?
Jika kita dengan suara bulat dan serentak menjawab Ya, sudah seharusnya kita kembali bergandeng tangan membangun persada nusantara. Saat mulut berkata Ya seharusnya hati dan aksi kita pun tidak selayaknya bertindak, Tidak. Sinkronisasi hati-pikiran-kehendak-perbuatan penting agar kita tidak jalan sendiri-sendiri. Kesalahpahaman harus segera diakhiri. Polemik dihentikan.
Mari kita imbangi infrastruktur yang sudah dibangun Jokowi dangan membangun diri sendiri dengan pemikiran yang jernih dan hati nurani yang murni agar Ibu Pertiwi tidak kembali menangis. Sebagai putra-putrinya, mari kita ubah duka Ibu Pertiwi menjadi suka, tangisan dan ratapan menjadi nyanyian dan tarian.
Xavier Quentin Pranata, pecinta puisi terlebih Ibu Pertiwi.