Indovoices.com- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyerukan partisipasi aktif perempuan sebagai mediator dan negosiator dalam berbagai proses perdamaian. Selain itu, Menlu Retno juga mendorong penciptaan jejaring kawasan dan memperkuat kerja sama dengan mediator dan juru runding perempuan di belahan dunia lainnya.
Hal ini disampaikan Menlu Retno dalam pertemuan ASEAN Political Security Community (APSC) dalam kerangka KTT ke-25 ASEAN dan KTT Terkait Lainnya yang dihadiri pula oleh Menko Polhukam RI Mahfud MD, di Bangkok, Thailand.
“Indonesia pada tahun 2020 untuk kedua kalinya akan menyelenggarakan Regional Training on Women, Peace, and Security. Diharapkan kelak para mediator dan juru runding perdamaian perempuan ASEAN dapat berperan aktif dan menjalin kerja sama erat dalam kerangka Global Alliance of Regional Women Mediators Network,” ujar Menlu Retno.
Dalam kesempatan tersebut, Menlu Retno juga menekankan pentingnya pemberdayaan dan peningkatan jumlah penjaga perdamaian perempuan dalam berbagai misi perdamaian PBB.
Sementara itu, Menko Polhukam menegaskan pentingnya peningkatan kerja sama kontra-terorisme untuk mengatasi ancaman terorisme yang dewasa ini menggunakan metode-metode baru.
Di samping itu, Indonesia juga berpandangan bahwa ASEAN perlu menguatkan kerja sama di bidang siber (cyber crimes) untuk mencegah hambatan negara anggota ASEAN dalam memanfaatkan revolusi industri 4.0. “ASEAN harus menjaga dari ancaman serangan siber,” tambah Menko Polhukam.
Selain itu, ia juga mengangkat isu upaya memerangi penyelundupan narkoba, ASEAN Outlook on Indo-Pacific, serta penguatan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).
Adapun pertemuan kali ini mendengarkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai implementasi Cetak Biru APSC 2025. Sekjen ASEAN menjelaskan bahwa Implementasi Cetak Biru APSC telah menyelesaikan 274 dari 290 lini aksi. Pertemuan pun mendorong segera mengupayakan penyelesaian sisa 16 lini aksi APSC tersebut.
Secara khusus, pertemuan juga menegaskan kembali pentingnya segera mencari jalan keluar agar pengungsi Rakhine State dapat direpatriasi. Pertemuan membahas usulan Indonesia mengenai pembentukan Ad-Hoc Taks Force yang akan bertugas membantu implementasi rekomendasi dari Preliminary Needs Assessment (PNA) oleh AHA Center.
Upaya ini membuktikan sentralitas dan kapasitas ASEAN dalam menyelesaikan tantangan keamanan yang dihadapi oleh kawasan Asia Tenggara. (jpp)
