Indovoices.com- Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya, Kalimantan Tengah mengabulkan Gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT AUS. Dalam putusan tersebut, PT AUS dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran yang terjadi di lokasi milik perusahaan itu seluas 970 hektare di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Majelis Hakim yang diketuai Hakim Kurnia Yani Darmono, dengan Anggota Hakim Mahfudin, dan Hakim Alfon, menghukum PT AUS untuk membayar ganti rugi materiil dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp261 miliar. Putusan Hakim PN ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK sebesar Rp359 miliar.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa pihaknya tidak akan berhenti mengejar pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla). “Walaupun karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. Kita dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi,” ujarnya.
Karhutla merupakan kejahatan yang serius karena berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama.
“Agar jera, tidak ada pilihan lain, pelaku harus kita tindak sekeras-kerasnya. Kita akan gunakan semua instrumen hukum agar pelaku karhutla ini jera, termasuk kemungkinan pencabutan izin, ganti rugi, denda, penjara dan pembubaran perusahaan,” tegas Rasio Ridho Sani.
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Ditjen Penegakan Hukum LHK KLHK, Jasmin Ragil Utomo, mengatakan bahwa saat ini sudah ada 17 perusahaan yang terkait karhutla yang digugat oleh KLHK.
“Ada 9 perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), dengan nilai gugatan mencapai Rp3,15 triliun. Jumlah perkara karhutla yang kita gugat akan bertambah,” tuturnya.
Berkaitan dengan karhutla yang terjadi pada tahun 2019, KLHK telah menyegel 83 lokasi korporasi yang terbakar dan menetapkan 8 korporasi sebagai tersangka. Satu kasus karhutla perorangan segera akan disidangkan.
Berkaitan dengan putusan Hakim PN Palangkaraya ini, Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan Majelis Hakim.
“Kami melihat putusan ini menunjukkan bahwa karhutla merupakan sebuah kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime). Pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasi mereka,” ujar Rasio Sani.
Majelis Hakim, menurut Rasio Sani, telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).(jpp)