Tiada Bulan Madu Untuk Jokowi, Kerja Sudah Menunggu
Pelantikan Joko Widodo dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024 akhirnya resmi digelar hari ini, 20 Oktober 2019 Rencana pelantikan yang awalnya diharapkan maju satu hari dari rencana, urung dilaksanakan karena tidak mendapat persetujuan KPU.
Pun tanpa perayaan berlebih, sesuai permintaan Presiden Jokowi.
Bisa jadi Jokowi menyadari bila saat ini mata publik tertuju pada mereka. Menunggu reaksi cepat untuk memenuhi janji yang disampaikan saat kampanye yang lalu.
Setelah pelantikan, acara berikutnya yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat di bulan yang sama, adalah pengumuman susunan kabinet. Walaupun Jokowi menyebutkan susunan kabinet bisa diumumkan setelah pelantikan, bisa sehari sesudahnya atau sehari berikutnya lagi. Namun bila menilik kebiasaan Jokowi yang keranjingan bekerja, sepertinya pengumuman akan disampaikan hari ini atau paling lambat esok, sangat kecil kemungkinan diumumkan lusa.
Tiada bulan madu atau waktu untuk berleha-leha bersama wakilnya setelah pelantikan, juga tiada niat untuk memperlambat rutinitas kerja yang sibuk.
Apalagi Jokowi selama ini dikenal sebagai salah satu pemimpin yang memiliki etos kerja tak kenal lelah, sering kali dirinya bekerja berjam-jam. Dia bahkan menyebut kabinetnya Kabinet Kerja.
Berbeda dengan pemimpin sebelumnya yang menganggap periode terakhirnya adalah periode santai untuk menciptakan lagu dan menelurkan album. Maka di periode kedua Jokowi, bisa jadi kita akan melihatnya bekerja jauh lebih keras dan lebih lama dari sebelumnya.
Apakah anggota kabinet yang baru nanti mampu mengimbangi ritme kerja Jokowi? Pertanyaan seperti ini membuat saya merasa penasaran dan tidak sabar.
Namun yang jelas, ada begitu banyak pekerjaan yang harus beliau selesaikan dalam kepemimpinannya lima tahun mendatang.
Setidaknya ada 10 janji yang beliau berikan, mulai dari
1. Menurunkan angka kemiskinan dan menerbitkan kartu sembako murah
2. Klaim jaminan pendidikan dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah
3. Program Mekaar dan UMI (Pembiayaan Ultra Mikro)
4. Sertifikasi tanah dan konsesi lahan
5. Dana desa akan capai Rp 400 Triliun
6. Koperasi petani dan bank mikro nelayan
7. Rasio elektrifikasi dan pemanfaatan energi terbarukan
8. Kartu Pra-Kerja
9. Permudah usaha generasi muda
10. Akses internet cepat
Itu belum termasuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di periode pertamanya. Misalnya soal penanganan radikalisme, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kerusuhan di Papua, masalah korupsi dan KPK, pertumbuhan ekonomi serta banyak lagi hal lainnya.
Soal Radikalisme misalnya, banyak masyarakat yang menilai penanganan radikalisme dan terorisme di periode pertama Jokowi terbilang payah. Walaupun sempat membubarkan HTI, namun aksi Jokowi hanya terhenti sampai di situ saja. Sementara para tokoh organisasi terlarang itu masih bebas menyebarkan pahamnya di tengah-tengah masyarakat, bahkan hingga ke institusi pemerintah dan militer. Radikalisme juga menyusup ke bidang budaya dan pendidikan, hampir tiada upaya untuk menangkalnya.
Puncaknya adalah peristiwa penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pekan lalu.
Soal Karhutla juga menjadi permasalahan serius yang tak kunjung berakhir dan terjadi berulang-ulang setiap tahunnya.
Greenpeace Indonesia mencatat 3,4 juta hektare lahan terbakar selama 2015-2018. Ditambah catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebut 328.724 hutan dan lahan terbakar sepanjang Januari-Agustus 2019.
Pemerintahan Jokowi dinilai terlalu pasif terhadap perusahaan yang sudah divonis tetapi belum membayar ganti rugi.
Alhasil, dari 11 perkara perdata karhutla dan pembalakan liar yang sudah divonis, negara seharusnya mendapat ganti rugi dan pemulihan lingkungan senilai Rp18,9 triliun. Namun, ironisnya, belum ada sepeser rupiah pun yang masuk ke kas negara hingga saat ini.
Saya tidak menyebut semuanya adalah kesalahan Jokowi, mengingat posisi Jokowi juga tidak leluasa dalam menentukan pilihan. Para pembantu yang dipilih oleh Jokowi sebagian merupakan wujud bagi-bagi kursi kepada partai pendukung, jadi tidak heran bila banyak yang tidak becus dan tidak memiliki kemampuan seperti yang diharapkan.
Tentu saja tidak semuanya seperti itu, banyak juga para menteri terutama yang dari kalangan profesional memiliki prestasi yang menonjol seperti Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Basuki Hadimuljono dan beberapa lainnya lagi.
Belajar dari kabinet kerja periode pertama, Jokowi harus mampu memilih yang terbaik dari yang terbaik, agar apa yang diperjuangkannya bagi Indonesia dapat terwujud di periode kedua pemerintahannya.
Sudah saatnya implementasi kata “tanpa beban” seperti yang beberapa kali pernah disampaikan Jokowi, dimulai dari pemilihan para menteri kabinet kerja jilid dua ini. Bagaimana menurut Anda?
Sebagai penutup, saya mengucapkan Selamat Atas Pelantikan Joko Widodo dan Kyai Ma’ruf Amin sebagai Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode 2019-2024.
Untuk membaca tulisan saya lainnya, silahkan klik di sini