Indovoices.com- Ketika saya bersama rakyat Sigapiton, Kapolres Tobasa mengatakan tidak boleh ada pendampingan jika ada pertemuan rakyat Sigapiton dengan pihak Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dan Pemkab Tobasa. Tidak boleh ada yang tidak berkepentingan hadir. Kapolres sangat jelas tidak paham bahwa apa makna berkepentingan. Berkepentinga ada 2 yaitu berkepentingan langsung dan tidak langsung. Orang yang berkepentingan langsung yaitu masyarakat Sigapiton. Orang berkepentingan tidak langsung yaitu penggiat demokrasi, penggiat lingkungan, penggiat rohani, penggiat budaya, aktivis sosial dan berbagai kelompok. Karena banyak yang berkepentingan maka polisi bisa memetakannya. Polisi dan semua kita bisa menginventarisasi siapa yang bergerak di Sigapiton. Sangat mudah kan?. Mendampingi rakyat Sigapiton adalah untuk menyadari hak-haknya, dan memberi pemahaman hukum adalah sangat mulia. Aneh, pekerjaan mulia dimaknai Polisi sebagai provokator dalam makna konotatif.
Pemahaman yang keliru juga dimiliki Kapolres Simalungun dalam kasus Sihaporas. Kemarin, saya bersama masyarakat Sihaporas ke DPP Partai Nasdem. Mereka diterima Badan Advokasi Hukum (BAHU) DPP Partai Nasdem. Kemudian, kami lanjutkan dengan makan malam. Kami mengobrol panjang. Selama puluhan tahun mereka memperjuangkan tanah adat mereka, selama itu juga ada pendamping. Sebutlah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan BAKUMSU. Masyarakat merasa tertolong dengan pendamping. Semua aktivis yang pernah membantu kami sangat baik. Pengetahuan kami bertambah akan hak-hak kami. Pengetahuan kami akan menjaga warisan budaya kami terus bertambah. Kami bersyukur kepada Tuhan karena dikirim malaikat malaikat untuk membantu kami memperjuangkan hak tanah adat kami.
Tadi pagi, saya melihat video Youtub Kapolres Simalungun yang mengatakan bahwa ada provokator dalam kasus Sihaporas. Saya melihat Kapolres Simalungun tidak memahami persoalan. Apakah orang-orang baik atau malaikat malaikat yang disebut rakyat Sihaporas itu dianggap provokator dalam arti konotatif?.
Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Presiden Jokowi mengatakan jika ada hutan adat yang terkena konsesi maka serahkan ke masyarakat. Jika tidak diberikan maka cabut konsesinya. Presiden Jokowi secara jelas dan tegas mengatakan itu.
Rakyat Sigapiton, Sihaporas adalah masyarakat adat. Masyarakat adat yang menjaga budaya. Ratusan tahun mereka tinggal disana. Karena itulah negara wajib mengutamakan mereka. Negara harus menjaga mereka. Nenek moyang masyarakat Sigapiton dan Sihaporas adalah pejuang melawan Belanda. Mereka mengikuti keputusan MK dan keinginan Presiden Jokowi. Konsesi kan hanya keputisan menteri kehutanan. Hanya, didukung aparat.
Jadi, polisi belajarlah makna demokrasi. Kekuasaan tanpa pemahaman yang tajam dan dalam sangat berbahaya. Semua komponen bangsa harus memahami hakikat demokrasi. Apalagi Kapolres Tobasa dan Simalungun masih muda. Jika pernyataanmu masih menyebut orang mulia provokator dalam arti konotatif, anda ketinggalan zaman. Bangsa kita bangsa besar. Karena itu, butuh aparatut negara yang cara berpikirnya besar.
Gurgur Manurung, aktivis sosial. Alumnus pascasarjana IPB bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. (gurgur manurung)