Dosen Ini Menggendong Bayi Mahasiswinya Sambil Terus Mengajar. Apa Pesannya?
A professor held her student’s baby while giving a 3-hour lecture so the mother could take notes Artikel berjudul seperti itu menyambar mata saya sekaligus menampar hati saya. Bayangkan seorang dosen dengan sukarela menggendong bayi mahasiswinya selama 3 jam sambil terus memberikan kuliah agar mahasiswinya bisa fokus mengikuti kuliahnya dan mencatat materi. Luar biasa! Dua kata itu yang langsung keluar dari hati saya.
Berita di atas mengingatkan saya kepada sebuah buku yang ditulis ramai-ramai oleh para guru sebuah sekolah. Saya diundang mereka dalam sebuah lokakarya cara penulisan buku. Saya tantang para peserta untuk menulis buku di tahun berikutnya. Hasilnya, terbit sebuah buku berjudul To Teach Is To Touch. Nah, apa yang dilakukan oleh Ramata Sissoko Cissé dengan tepat sekali menggambarkan tugas utama seorang guru, yaitu mengajar itu menyentuh. Cissé bukan saja menyentuh hati para mahasiswanya melainkan juga menyentuh hati setiap orang yang membaca kisahnya.
Mengapa dia bisa melakukannya? Mari belajar dari ucapannya sendiri.
“For her to trust me made me feel like I had to help. It’s like a moral responsibility.”
Malam sebelum kelas di Georgia Gwinnett College, daerah pinggiran Atlanta, Lawrenceville, mahasiswinya menelpon dosen biologi ini dan meminta izin untuk membawa bayinya ke kelas karena babysitternya berhalangan hadir. Dosen yang baik hati ini mengatakan tidak masalah.
“Hand me the baby.”
Di kelas, bayi itu tidak bisa diam sehingga mahasiswinya kerepotan untuk menenangkan bayinya sekaligus mendengarkan kuliah serta mencatat. Dosen yang merupakan ibu dari tiga orang anak itu dengan segera berkata, Serahkan saja bayi itu kepadaku. Kasih itu tindakan!
“I teach because they need to be prepared for life.”
Bagi Cissé kuliah itu bukan hanya mengajarkan ilmu, melainkan mempersiapkan kehidupan. Seberapa banyak dosen yang di kelas hanya menganjarkan materi tanpa aplikasi. Berapa banyak lagi yang hanya menghabiskan diktat tanpa memberi manfaat? Cissé mengajar agar jadi berkat.
“I’ll always be there for you.”
Dosen bukan hanya mengajar di kelas lalu pulang, tetapi perlu mempunyai bonding dengan mahasiswanya saat kelas usai. Waktu mengajar bahasa Inggris di sebuah kampus di Jogja, saya biasa makan bersama para mahasiswa. Kebersamaan itu membuat kami punya ikatan yang dekat sehingga mereka bukan hanya menghormati saya sebagai dosen, melainkan juga mengasihi saya sebagai sahabat. Saat saya mendapat tugas di luar negeri, mereka berharap saya segera pulang ke tanah air. Ingatan itu membuat kenangan yang hangat di hati saya.
“Love and compassion are part of the philosophy of my classroom.”
Para mahasiswa yang mengikuti kuliahnya rata-rata ingin menjadi perawat atau dokter. Dua profesi ini benar-benar menyentuh kehidupan, bukan sekadar sarana mencari uang. Dosen baik hati ini sangat tahu tugasnya.
“I’m hoping they can spread love, take it to other people who need it.”
Harapan Ramata Sissoko Cissé kiranya bisa membara di setiap guru (besar) di mana pun berada. Mari menebarkan dan menyebarkan kasih bukan saja kepada para mahasiwa kita, tetapi kepada setiap orang yang membutuhkan. Bagaimana pendapat Anda?
Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.