Indovoices.com- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai birokrasi yang ramah terhadap investasi penting bagi ekonomi domestik untuk bisa tumbuh lebih tinggi.
“Supaya investasi bisa masuk, birokrasi harus mau me-reform dirinya menjadi birokrasi yang melayani, birokrasi yang ramah terhadap investasi. Jadi kalau melihat investor itu mau masuk, mikirnya saya butuh dia, jangan mikir-nya investor orang kaya nih apa manfaat yang bisa saya ambil,” ujar Bambang dalam Konsultasi Regional Wilayah Malaku-Papua dalam rangka penyusunan rancangan awal RPJMN 2020-2024 di Ambon.
Laporan Bank Dunia menyebutkan sebanyak 33 perusahaan terbuka asal China memutuskan untuk pindah dari Negeri Tirai Bambu. Namun tak ada satupun dari perusahaan yang memilih Indonesia sebagai tempat untuk berinvestasi.
Perusahaan-perusahaan tersebut justru lebih memilih merelokasi pabriknya ke negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Bambang menuturkan hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) gusar. Ia menuturkan penyebab utamanya yaitu investor merasa masih tidak nyaman berinvestasi di Indonesia.
“Investor masih menganggap, saya kalau berinvestasi ke Indonesia itu sama kayak masuk hutan belantara, tidak jelas mana awal dan ujungnya,” kata Bambang.
Menurut Bappenas, faktor regulasi dan institusi menjadi kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi.
Regulasi di Indonesia dinilai tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan cenderung membatasi, khususnya regulasi investasi.
Bappenas menilai pembatasan terhadap investasi asing langsung (FDI) mencegah terbentuknya bisnis di Indonesia yang dapat menarik teknologi dan mendorong ekspor. Regulasi investasi sektor jasa di Indonesia lebih restriktif dibandingkan rata-rata negara G20.
Tahun lalu stok investasi langsung Indonesia hanya 22,1 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan Filipina 25,1 persen, Malaysia 43 persen, Thailand 45,7 persen, dan Vietnam 60,1 persen.
Pembatasan terhadap investasi asing juga mengakibatkan hilangnya delapan persen investasi berorientasi ekspor yang masuk ke Indonesia. Dampak lain dari pembatasan investasi asing adalah rendahnya upah tenaga kerja Indonesia sebesar15 persen dari yang seharusnya.
Namun, ada juga contoh sukses relaksasi peraturan investasi yaitu Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) industri film pada 2016 yang berdampak pada semakin berkembangnya produsen film domestik, munculnya 600 layar bioskop baru, dan meningkatnya jumlah penonton sebesar 200 persen dalam tiga tahun.
Sementara itu, dari sisi kualitas institusi juga relatif masih rendah, di mana korupsi masih tinggi dan birokrasi tidak efisien, serta lemahnya koordinasi antar kebijakan.(jpp)