Indovoices.com- Pembiayaan gaji guru yang bukan berstatus PNS jika sesuai anggaran dapat dimungkinkan menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) itu pun dengan terlebih dulu memiliki norma atau payung hukumnya. Pembiayaan itu akan berlaku bagi para guru dengan status PNS atau status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Dengan demikian, masalah kekurangan atau pun kelebihan guru perlahan dapat dituntaskan. Kendati memang kedua upaya ini masih memerlukan kajian mendalam, Kemenko PMK siap mengawal dan mendorong kementerian/lembaga terkait untuk bersama mewujudkan suatu sistem pembiayaan yang baik untuk para guru khususnya yang non PNS.
Demikian kesimpulan hasil Rapat Koordinasi tentang pembiayaan gaji guru bukan PNS pada Kamis (06/09/2019) di ruang rapat gedung Kemenko PMK, Jakarta. Rakor dipimpin dan diarahkan oleh Asisten Deputi Pendidikan Menengah dan Keterampilan Bekerja, Kemenko PMK, R Wijaya Kusumawardhana, serta dihadiri oleh Perwakilan dari Kemenkeu, Kemendikbud, dan Kemendagri. “Kita tentu butuh banyak dukungan sekaligus penguatan dari K/L terkait. Kami juga sudah mengimbau agar di daerah tidak dengan mudah mengangkat guru honorer lagi tapi nyatanya jumlah mereka terus meningkat,” kata Wijaya Kusumawardhana mengawali pengantarnya. Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) di tahun 2018 mencatat, guru honorer atau bukan PNS, jumlahnya mencapai 1.534.031 guru yang tersebar baik di sekolah negeri maupun swasta. Isu guru bukan PNS ini, menurut Kemendikbud merupakan isu lama dan akan terus bergulir terutama jika membahas soal kesejahteraan yang mereka dapatkan. Kemedikbud sejauh ini juga menginginkan agar para guru bukan PNS itu punya kesejahteraan yang lebih baik, maka kemudian muncul usulan untuk membiayai gaji guru-guru itu mempergunakan DAU.
Adapun perwakilan Kemendikbud memiliki kriteria tersendiri dalam usulannya itu antara lain guru dengan gelar sarjana strata-1 berhak memperoleh gaji setara dengan PNS golongan IIIa sementara yang bukan sarjana akan digaji sesuai tunjangan profesi guru atau sebesar Rp1,5 juta. Besaran gaji itu akan tidak lagi mempergunakan mekanisme UMR per provinsi yang tentu berbeda-beda jumlahnya. Perwakilan Kemenkeu dalam paparannya menyatakan siap jika pembiayaan gaji guru bukan PNS itu mempergunakan DAU. “Kami sudah membuat hitungannya tetapi dalam proses pencairannya kami memerlukan aturan hukum yang kuat apakah dalam bentuk Permendikbud, Perpres atau payung hukum lainnya,” papar Direktur Dana Perimbangan, Kemenkeu, Putut Hari Satyaka. “Kalau memang daerah ingin membayar gaji itu dari APBD, itu tentu karena mereka sudah mampu. Namun begitu, DAU yang kami keluarkan sifatnya hanya untuk membantu daerah yang belum mampu membayarkan gaji guru bukan PNS ini, jadi sementara saja sifatnya.” Kemendagri dalam tanggapannya menegaskan kembali bahwa persoalan guru non PNS ini merupakan dagangan politik para kepala daerah, meskipun sudah dilarang merekrutnya. Belum lagi dengan keluhan sekolah yang kerap kekurangan guru. “Masalah guru di kita itu sebenarnya adalah data yang pasti. Kita kekurangan guru itu apakah soal jumlah atau disiplin ilmunya? Jangan bilang di sana kekurangan guru, sementara ada guru dengan disiplin ilmu yang dibutuhkan justru menganggur,” kata perwakilan Dirjen Otda Kemendagri.
“Hati-hati dengan anggaran pembiayaan gaji para guru bukan PNS ini, karena sangat rentan untuk membiayai ongkos politik. Begitu juga dalam taraf kebijakan, isu guru non PNS ini terus jadi polemik,” tegasnya lagi. Rapat kemudian menyepakati untuk menggandeng Kemenpan RB untuk membahas regulasi dan kajian mendalam tentang mekanisme pembiayaan gaji guru non PNS ini. (jpp)