Bagi seorang calon kepala daerah, memenangkan sebuah pilkada itu penting, tetapi ada yang lebih penting yaitu cara menang itu sendiri.
Jika target seorang yang maju dalam pemilihan kepala daerah adalah bagaimana kemiskinan dientaskan, keadilan diadministrasikan dan pelayanan masyarakat dimudahkan, biasanya sang calon akan menerapkan cara-cara yang santun, jujur dan tampil apa adanya tanpa melakukan pencitraan.
Calon-calon pemimpin yang ingin membuat suatu perubahan suatu daerah menuju ke arah yang lebih baik pasti akan menawarkan ide, program dan visi misi. Mereka akan berjuang dengan cara-cara yang elegan dan tanpa beban. Ibarat kata nothing to lose, tidak terpilihpun tidak mengapa, berarti rakyat tidak menghendaki, “toh niat saya baik”…begitulah kira-kira.
Akan berbeda ketika tujuan utama seorang yang maju mencalonkan diri pada sebuah pilkada hanyalah sebuah kemenangan dan memikirkan untung rugi, maka biasanya seorang calon akan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan itu.
Dia tidak akan peduli dan tidak akan malu meskipun tindakannya jelas-jelas melanggar aturan, mencederai dan menodai jalannya pertandingan dan bahkan menyerang calon lain dengan cara-cara yang brutal. Sebutlah politik uang, kampanye SARA, dan yang baru-baru ini terjadi, menyuap wasit dan hakim garis (baca: KPU, panwaslu). Wajar! karena targetnya adalah kemenangan.
Dan Calon-calon seperti inilah yang biasanya menghuni rumah sakit jiwa ketika akhirnya menemui kekalahan.
Adalah Ketua Panwaslu Kabupaten Garut Heri Hasan Basri dan komisioner KPU Garut, Ade Sudrajad yang ditangkap polisi karena diduga menerima suap dari pasangan calon pemilihan Bupati di Garut, Jawa Barat.
Sangat memalukan pilkada diwarnai praktik suap, netralitas diperjualbelikan, suara rakyat dibeli dengan uang. Luar biasa parah bukan!
“Ada bukti transfer sepuluh juta (rupiah). Sudah kita amankan sebagai barang bukti,” ucap Kabid Humas Polda Jabar AKBP Hari Suprapto- rakyatku.com
Dari proses yang tidak jujur seperti inilah korupsi itu berawal. Apa jadinya jika calon yang menyuap ini benar-benar menenangkan pilkada! Bukankah kemenangan yang diraih dengan cara-cara curang akan menghasilkan kepala daerah yang curang pula.
Sehingga saya anggap wajar jika kemudian orang mendambakan Ahok maju pada pemilihan presiden 2019 nanti.
Harus diakui, spirit Ahok BTP, Bersih, Transparan dan Profesional Ahok masih memikat hati rakyat. Orang sudah jemu dengan korupsi. Disisi lain, tidak ada orang yang benar-benar memiliki keinginan menghilangkan praktek korupsi. Inilah yang menyebabkan nama Ahok masih muncul dalam survei-survei calon presiden maupun wakil presiden pada pilpres tahun depan.
Jadi jangan heran apalagi kejang-kejang jika nama Ahok masih seliweran di bursa calon presiden 2019 nanti. Karena jujur saja, semakin banyak praktik curang pada proses pilkada dan pilpres, nama dan spirit Ahok akan semakin didambakan…
Ahok tetaplah momok menakutkan bagi koruptor. Paham kan sayang!
Selamat mendambakan (spirit) Ahok BTP!!