Getah Getih sudah berpulang, sudah hancur karena sudah tidak layak dipertahankan, akhirnya menjadi Sampah bernilai 550 juta rupiah. Bekas bambunya entah dimana keberadaannya, apakah disimpan di Gudang ataukah sudah dijual lagi buat menambah Pundi pundi Pemprov DKI, tak ada yang tahu. Bahkan KPK pun sepertinya diam, apakah karena ada Sepupu Novel disana, sehingga tak tersentuh, entahlah. Karya Joko Avianto yang berbentuk seperti Orang sedang bersenggama itu musnahlah sudah.
Ketua Dinas Kehutanan DKI Jakarta, Suzi Marzitawati bahwa akan ada pengganti Getah Getih, karya seni tak jelas, hanya untuk media buang buang uang atau Invisible Corruption, entahlah karena Transparansi tidak pernah ada, jadi sebagai warga DKI patutlah curiga.
Seni instalasi batu bernama gabion atau batu bronjong ini berada di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat. Bahan baku utamanya adalah batu, namun terdapat unsur tanaman pada seni instalasi tersebut. Entahlah kenapa sekarang berubah dari Bambu menjadi Batu. Apakah karena Jakarta akan dimaskotkan sebagai Kota Demo, Kota Protest, sehingga jikalah nanti ada demo demo, entah itu Demo Pilkada, Demo Buruh, Demo Politik atau Demo apapun, mengambil batunya jauh lebih mudah, daripada mengumpulkan batu lewat media Ambulance seperti era Pilpres kemarin.
bahan baku yang dominan pada instalasi baru itu adalah bebatuan bronjong berbagai ukuran. Bebatuan itu ditumpuk tinggi dan dikerangkeng oleh pagar besi menjadi pilar.
Pada bagian atas batu tersebut, terdapat dedaunan dan bunga-bunga. Berdasarkan pantauan Indonesiainside.id, batuan yang dikerangkeng itu dibuat tiga pilar.
Tiap pilar memiliki tinggi yang berbeda sekitar 2 meter, 1,8 meter, dan 1,5 meter. Setiap instalasi juga ditanami bunga dengan warna yang berbeda-beda pada bagian atasnya.
Pada bagian bawah tiga pilar itu juga diletakkan beberapa bebatuan besar yang direbahkan di tanah. Sekitar instalasi gabion itu terdapat berbagai tanaman seperti bougenville, lolipop, lidah mertua, alang-alang, hingga tanaman jenis lainnya.
Tanaman tersebut disusun mengelilingi tiga pilar gabion. Batu bronjong bukanlah barang langka yang jarang dijumpai. Biasanya batu itu digunakan untuk penahan banjir atau longsor.
Cara menggunakannya juga sama dengan seperti instalasi yang dipamerkan. Ditumpuk, dimasukkan dalam kerangkeng besi. Untuk menahan longsor atau banjir di letakan di lokasi strategis agar tanah atau air tidak meluap
Inilah yang lucu karena Gabion sebenarnya adalah dinding pelindung dalam melindungi suatu zona dari banjir atau Tsunami, tapi itu untuk Panjang yang cukup signifikan bukan secuil seperti yang ada di Bundaran HI. Setelah buang uang sebesar 550 juta, 150 juta lagi dibuang percuman untuk seni tak jelas ini.Entah kenapa Taman Bougenville yang awalnya direncanakan di Bundaran HI dan sudah disorot wartawan kenapa jadi ini yang mencolok dan menggelikan.
Apakah Gabener sedang mencoba meniru Pak Jokowi, melakukan sesuatu tindakan sebagai Kode Politis. Bisa saja terjadi, karena sepertinya dia sedang meniru langkah Pak Jokowi agar mulus buat 2024. Kode apa yang akan dibentuk, mari kita kupas.
Jika dilihat dalam onggokan Batu tak jelas ini, Gabener sedang mencoba membuat Diorama Malin Kundang. Lho Malin Kundang? Iya, Dialah Malin Kundang, sosok Gubernur yang dipilih karena seiman dan menang dari hasil Politisasi ayat dan Mayat dan akhirnya menang 58%, dan saat pidato kemenangan, dia berikrar akan memberikan keberpihakkan kepada semua warga tanpa kecuali, tetapi lambat laun sifat durhakanya mulai Nampak, dimulai dari menyembuhkan Perusuh yang merusak daerah pemerintahannya sendiri saat ada kerusuhan di depan KPU dan Banwaslu Mei 2019, Menerbitkan 1000 IMB kepada Para Pengusaha padahal dia yang paling kencang menyuarakan Anti Reklamasi saat Kampanye Pilgub kemaren, mengusir Nelayan asli Pulau Reklamasi saat HUT RI di Pulau Reklamasi dan setelah itu pura pura marah kepada pihak yang mengusir Nelayan asli Pulau itu. Benar benar durhaka kepada warga yang telah memilihnya. Oleh karena itu, berhubung Ibu Malin Kundang tidak ada,
Gabener mengutuk dirinya sendiri menjadi seonggok batu, dan berdirilah Batu Malin Kundang di Bundaran HI yang dibentuk seperti Gabion.
Mungkin juga ini adalah pertanda Jakarta mulai memasuki jaman batu. Entah harus habis berapa ratus juta untuk membangun monumen yang mirip menhir-nya orang kapeer ini. Mungkin ini bakal jadi spot selfie terbaru di ibukota. Sepertinya “seni menghabiskan anggaran” adalah seni yang paling dikuasai oleh Gabener. Itulah Batu Malin Kundang sebagai Icon Durhakanya seorang Gabener.