Perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri telah mempengaruhi segala sudut kehidupan manusia. Bila sebelum revolusi industri, segala pekerjaan yang dilakukan oleh manusia masih bersifat manual. Kini ketika dunia telah menapakkan kakinya di Revolusi Industri 4.0, sulit membayangkan dunia tanpa teknologi.
Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, Pendidikan, Kesehatan. Silahkan sebut apa saja aspek kehidupan manusia saat ini, hampir-hampir tidak ada yang luput dari jangkauan teknologi.
Sanking dominannya, teknologi yang di masa lalu hanya dianggap sebagai alat bantu untuk mempermudah pekerjaan manusia. Kini digadang-gadang akan menggeser peranan manusia.
Salah satunya tampak pada sebuah kuil berusia 400 tahun di Jepang. Kuil ini berusaha menarik minat masyarakat terhadap Buddhisme dengan menempatkan sebuah robot humanoid. Langkah ini diyakini dapat mengubah persepsi terhadap ajaran Buddha. Namun ada juga kritik yang mengatakan robot itu malah mirip “monster Frankenstein.”
Robot android ini mengambil wujud sebagai dewa pengampunan dalam agama Buddha. Kannon atau Guan Yin atau Avalokitesvara, dikenal sebagai sosok Bodhisatva Welas Asih atau Pengampunan. Layaknya sebuah Android manusia, robot bodhisatva ini juga bisa memberi wejangan-wejangan.
Robot Bodhisatva ini bisa ditemui di Kuil Kodaiji di Kyoto. Kuil Todaiji merupakan salah satu kuil paling populer dan bersejarah di Negeri Sakura. Kuil yang dibangun pada tahun 752 M ini merupakan kuil pusat peribadatan umat Buddha di Jepang.
Konon, aula utama kuil Todaiji, Daibutsuden disebut sebagai ruangan berbahan dasar kayu terbesar di dunia, betapapun ruangan ini sempat dipugar pada tahun 1692 dan hanya menyisakan dua pertiga bagian asli kuil saja.
“Robot ini tidak akan pernah mati, akan terus memperbarui dirinya dan berkembang,” ujar bhiksu Tensho Goto. “Itulah keindahan robot. Ia bisa menyimpan pengetahuan selamanya dan tanpa batas.”
“Dengan kecerdasan buatan, kami berharap kebijaksanaan (robot) ini akan tumbuh untuk membantu orang mengatasi masalah yang paling sulit sekalipun. Ini mengubah agama Buddha,” tambah Goto.
Humanoid berukuran manusia dewasa ini sebenarnya sudah mulai beroperasi sejak awal tahun ini. Selain berbicara, robot ini juga mampu menggerakkan badan, lengan, dan kepalanya.
Namun sayangnya hanya tangan, wajah, dan bahunya saja yang dilapisi silikon untuk meniru kulit manusia sementara bagian lainnya masih dibiarkan “telanjang”. Robot ini bisa menempatkan tangannya dalam posisi berdoa dan juga bisa berbicara dengan nada yang menenangkan. Selebihnya orang masih bisa melihat dengan jelas kalau ini bukan manusia sungguhan.
Pasalnya, kita masih bisa melihat adanya kabel dan lampu berkedip mengisi rongga tengkorak kepala bagian atas robot ini. Terlihat juga kabel yang mengelilingi dan bergoyang-goyang di sekitar tubuh yang terbuat dari aluminium dan bergender netral ini.
Sementara sebuah kamera video kecil yang dipasang di mata kiri melengkapi gambaran aneh himanoid ini. Orang mungkin akan langsung teringat pada cyborg di film-film fiksi ilmiah Hollywood.
Pembuatan robot ini menghabiskan dana nyaris sebesar satu miliar dolar AS dan merupakan proyek gabungan kuil Zen dengan profesor robot kenamaan dari Universitas Osaka, Hiroshi Ishiguro.
Humanoid yang diberi nama Mindar ini mengajarkan tentang kasih sayang dan mengingatkan bahayanya hasrat, amarah dan ego.
“Anda terlalu mementingkan ego,” ujar sang humanoid mengingatkan para peziarah. “Keinginan duniawi adalah hal yang remeh.”
Rangkul kaum muda yang terasing dari agama
Dengan meredupnya pengaruh agama pada kehidupan sehari-hari di Jepang, Goto berharap pendeta robot di Kuil Kodaiji ini akan dapat menjangkau generasi muda dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh para bhikkhu tradisional.
“Kaum muda mungkin berpikir kuil adalah tempat untuk pemakaman atau pernikahan,” katanya.
“Mungkin sulit untuk merasa terhubung dengan pendeta seperti saya, tapi mudah-mudahan robot bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk menjembatani celah itu. Kami ingin orang melihat robot dan berpikir tentang esensi ajaran Buddha.”
Goto bersikeras bahwa Mindar bukanlah usaha tipu daya untuk meningkatkan pendapatan dari kunjungan wisatawan.
“Robot ini mengajarkan kita cara mengatasi rasa sakit,” katanya. “Ia hadir di sini untuk menyelamatkan siapa pun yang mencari bantuan.”
Droid yang saleh ini pun bisa menyampaikan wejangan dari Sutra Hati dalam bahasa Jepang, dengan terjemahan dalam bahasa Inggris dan Cina yang diproyeksikan ke layar untuk pengunjung asing.
“Tujuan ajaran Buddha adalah untuk meringankan penderitaan,” kata Goto. “Masyarakat modern menderita berbagai jenis stres, tetapi tujuan (Buddha) tidak benar-benar berubah selama lebih dari 2.000 tahun.”
Disukai orang Jepang, dikritik barat
Sebuah survei Universitas Osaka baru-baru ini menunjukkan berbagai umpan balik dari mereka yang telah berinteraksi dengan robot ini. Banyak yang merasa terkejut dengan pengalaman mereka.
“Saya merasakan kehangatan yang tidak akan Anda rasakan dari mesin biasa,” kata salah seorang yang disurvei.
“Awalnya terasa agak tidak wajar, tetapi robot ini mudah diikuti,” ujar seorang pengunjung kuil lainnya. “Itu membuat saya berpikir mendalam tentang hal yang benar dan salah.”
Namun yang lain merasa kurang yakin, beberapa bersikeras bahwa robot itu terlalu “palsu.”
“Khotbahnya terasa tidak nyaman,” keluh seorang pengunjung yang datang untuk berdoa. “Ekspresi robot sepertinya terlalu direkayasa.”
Kuil Kodaiji juga menghadapi kritik yang kebanyakan berasal dari orang asing karena dianggap merusak kesucian agama.
“Orang dari negara barat utamanya menjadi yang paling kesal dengan robot ini,” kata Goto, menambahkan bahwa sebagian besar umpan balik positif datang dari pengunjung asal Jepang. “Bisa jadi karena pengaruh Alkitab, tetapi orang Barat membandingkannya dengan monster Frankenstein,” tambahnya.
“Orang-orang Jepang tidak memiliki prasangka terhadap robot. Kami tumbuh besar dengan komik di mana robot adalah teman kami. Orang barat punya pemikiran berbeda.”
Goto membantah tuduhan bahwa Kuil Kodaiji, yang baru-baru ini dikunjungi oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, telah melakukan penistaan.
“Tentu saja sebuah mesin tidak memiliki jiwa,” katanya. “Tapi keyakinan Buddha bukan tentang percaya pada Tuhan. Ini tentang mengikuti jalan Buddha, jadi tidak masalah apakah (jalan) itu diwakili oleh mesin, potongan besi atau sebuah pohon.”
Kuil ini juga menegaskan bahwa dewa belas kasihan mampu mengubah dirinya sesuka hati dan robot hanyalah wujud inkarnasi terbaru.
“Kecerdasan buatan telah berkembang sedemikian rupa sehingga kami pikir logis bagi Buddha untuk berubah jadi robot,” kata Goto. “Kami berharap ini bisa menyentuh hati dan pikiran orang-orang.”
Akankah di masa depan bakal semakin banyak terlihat fenomena sejenis di mana bhiksu-bhiksu manusia akan digantikan oleh bhiksudroid (android berwujud bhiksu)? Atau para patung dewa dewi dan bodhisatva yang bisa berbicara? Atau bahkan Sang Buddha sendiri dalam wujud Buddhadroid membeberkan dharma kepada para pengikut manusianya atau pengikut robotnya?
Ada begitu banyak pertanyaan yang menanti dan kelak akan terjawab dengan sendirinya.