Di awal bulan Juli 2019 kemarin, pihak kepolisian yang berhasil membekuk lima anggota teroris Jamaah Islamiah (JI), underbouw Al-Qaeda, menemukan fakta bahwa para teroris tersebut memiliki usaha di bidang perkebunan sawit.
Mereka juga memiliki bisnis perhotelan di sejumlah tempat wisata di Indonesia. Termasuk beberapa pabrik obat herbal yang cukup besar di beberapa daerah, untuk didistribusikan ke kota-kota besar di Tanah Air. Seperti yg diungkap oleh Pengamat Terorisme Al-Chaidar
Dari usaha itu, tidak heran bila mereka mampu memberi gaji anggotanya dengan upah 10 hingga 15 juta rupiah per bulan.
Semuanya menunjukkan bila saat ini kelompok teroris sudah semakin canggih dalam mendapatkan dana untuk membiayai pergerakan mereka.
Bila dulu kita beranggapan kegiatan terorisme mendapatkan dananya dari luar negeri atau melalui kegiatan fa’i (menjarah atau merampok), maka sekarang mereka sudah bisa membentuk korporasi dan mandiri, malah sebagian dana-dana tersebut dikirim ke luar terutama negara-negara konflik untuk membiayai pemberontak.
Suriah adalah contoh sempurna bagaimana aliran dana kelompok teroris ini mendapatkan supply nya dari Indonesia. Penemuan bahan bantuan asal Indonesia di gudang pemberontak bisa jadi hanya puncak gunung es yang terlihat. Diyakini aliran dana tersebut banyak yang lolos.
Apalagi pernyataan ini kemudian diperkuat oleh temuan PPATK, yang menyebutkan terjadinya perubahan pola pengumpulan dana oleh para teroris.
“Dulu mereka melakukan fa’i. Sekarang dana dikumpulkan dari bisnis legal,” demikian kata Kepala PPATK, Ki Agus Ahmad Badaruddin, Rabu, 7 Agustus 2019 dalam diskusi yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang.
Selain itu, Ki Agus mengatakan penggalangan dana juga berasal dari donasi melalui media sosial. Dana tersebut dikumpulkan dengan dalih untuk kegiatan kemanusiaan. Namun, setelah ditelusuri diketahui dana digalang untuk melakukan aksi terorisme.
“Biasanya juga menggunakan modus-modus kemanusiaan. Dan hal itu bisa jadi seperti itu. Memang ada kemungkinan aliran dana memang untuk kegiatan sosial, tapi mungkin hal itu diselewengkan. Mungkin tujuan benar, tapi berlebihan dan ternyata diberikan ke luar negeri yang merupakan anggota ISIS,” kata Ki Agus.
Walaupun PPATK menyebutkan ada sebanyak 90-an lembaga dan individu dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris dengan nilai transaksi yang mencapai belasan miliar. Namun sayangnya informasi tersebut tidak diumumkan ke publik dan hanya diteruskan ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Pernyataan dari PPATK juga dibenarkan oleh pihak kepolisian yang menyebut adanya pengumpulan uang operasional organisasi dengan cara menggalang dana atau donasi melalui media sosial. Dana tersebut dikumpulkan dengan dalih untuk kegiatan kemanusiaan.
“Nah mereka (JI) juga menarik dana kepada masyarakat, dengan menggunakan pola-pola seperti lembaga masyarakat. Padahal dana tersebut untuk kepentingan organisasi,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Agustus 2019.
Belum lama ini, Sylvia Laksmi, seorang peneliti dari The Australian National University (ANU), yang fokus pada pendanaan terorisme, mengungkap beberapa contoh bisnis legal yang dilakukan oleh anggota organisasi ekstremis tersebut.
Agen Perjalanan
Akhir 2016, polisi menangkap tersangka yang terafiliasi dengan jaringan Katibah Nusantara, cabang ISIS di Asia Tenggara yang berbasis di Suriah dan diduga dipimpin oleh Bahrun Naim. Agen perjalanan ini dijalankan oleh Rafiqa Hanum, istri Naim. Naim yang diyakini bertanggung jawab atas serangan di Jakarta pada 2016.
Polisi menyebut agen perjalanan tersebut membantu dua orang Muslim Uighur, Cina, yang merupakan bagian dari Gerakan Islam Turkistan Timur (East Turkestan Islamic Movement, kini Turkistan Islamic Movement), masuk ke Indonesia secara ilegal dan menyembunyikan mereka di Batam. Perusahaan itu juga membantu para pejuang teroris asing untuk masuk Suriah menyamar sebagai atau peserta umroh atau haji.
Obat herbal
Pada kasus lain pada tahun 2018 yang melibatkan Dita Oepriyanto, pelaku bom bunuh diri Surabaya, polisi menemukan ia menjalankan bisnis minyak herbal kemiri. Dia membeli bahan kimia untuk membuat bom dari pemasok online.
Usaha elektronik
Pada 2017, seorang tersangka teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Dia memiliki toko ponsel. Di tokonya, polisi menemukan bom pipa, peralatan elektronik, dan buku panduan untuk membuat bom.
Dan kini mereka sudah merambah ke bisnis donasi dengan alasan kemanusiaan. Sebuah bisnis yang mudah, hampir tanpa modal, untuk mengeruk dana semaksimal mungkin. Hanya berbekal website, nomor rekening dan cerita menyedihkan tentang korban peperangan di Suriah maupun Palestina. Pundi-pundi mereka pun akan terisi dengan sendirinya.
Apakah dana-dana tersebut benar-benar disalurkan kepada korban perang? Bila benar, kenapa metode yang sama tidak mereka gunakan untuk membantu korban peperangan di Yaman yang tidak kalah menyedihkannya? Bagaimana membuktikan dana yang disalurkan tepat sasaran?
Pengungkapan dari penulis Dahono Prasetyonegoro dengan judul “BUKALAPAK BUKALAH TOPENGMU” yang sempat viral beberapa waktu lalu di sosmed, menyoroti betapa agresifnya lembaga Donasi Aksi Cepat Tanggap dalam mengumpulkan dana. Setelah tulisan itu menjadi pembicaraan luas, kolom donasi Rp500 ke ACT pun hilang dari halaman media daring Bukalapak.
Di dalam tulisan lainnya, “ACT (Ayo Cepat Terangkanlah)“, penulis Dahono juga mempertanyakan SMS blasting dari ACT yang menyasar ke berbagai lapisan masyarakat pelanggan kartu Telkom yang berisi link donasi ibadah qurban. Lagi-lagi tujuan donasinya ke Gaza/Suriah. Yang dipertanyakan adalah benarkah donasi itu disalurkan kepada yang berhak? Dijamin tidak salah alamat kepada pihak “penjahat kemanusiaan” (jika enggan disebut teroris) di Suriah dan Gazza?
Sebuah pertanyaan yang wajar menurut saya. Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD45 serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sudah sepatutnya kita mewaspadai setiap sen uang yang kita donasikan. Jangan sampai donasi yang kita berikan atas pertimbangan kemanusiaan, malah digunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang berkedok kemanusiaan, untuk membuat kehancuran atas kemanusiaan itu sendiri.
Jadi sebelum Anda berdonasi, ada baiknya melalukan cek dan ricek terhadap kredibilitas lembaga donasi yang Anda percayakan untuk menyalurkan donasi Anda. Agar donasi Anda benar-benar diberikan kepada pihak yamg memang berhak untuk itu.