Seperti yang telah diduga, menjelang Hari Raya Idul Qurban, bagi pelanggan Telkomsel sebagian besar (mungkin seluruhnya ) menerima SMS blasting. Sebuah pesan dari sebuah lembaga donasi tanpa kita pinta, berisi link donasi ibadah qurban.
Tidak ada yang aneh dalam dunia bisnis, SMS blasting menjadi sarana efektif memperkenalkan sebuah program. Meluaskan jangkauan massa sekaligus melayani secara online. Jika dikaitkan dengan ibadah qurban, artinya aktivitas itu sudah berada di wilayah “bisnis”. Itu yang pertama.
Yang kedua, jika kita buka link donasi tsel.me/ACTpromo maka akan bertemu tampilan semacam formulir untuk masuk ke tata cara berkurban secara online. Sekali lagi secara online. Dalam fitur tersebut ada jenis qurban yang di dalamnya terdapat beberapa pilihan hewan dan lokasi pengirimannya. Inilah bagian yang menarik untuk dikupas.
Di bagian ini ada yang lumayan “menggelitik” saat membaca pilihan :
QURBAN KAMBING SURIAH/GAZA (seharga Rp 4.750.000 )
QURBAN SAPI SURIAH/GAZA (seharga Rp 33.250.000 )
QURBAN UNTA (seharga Rp 27.500.000)
Ke tiga pilihan berkurban ala ACT alangkah “mulianya”. Bagaimana tidak, saat daging kambing dan sapi qurban di era milenia bisa jalan jalan hingga ke negara yang sedang berkonflik. Lupakan masalah si daging akan naik pesawat kelas bisnis atau ekonomi, abaikan juga kapan diserahkan dan siapa penerimanya. Yang penting niat mulia berkurban sudah ditangani lembaga kuratornya. Pilihan cara pembayarannya lengkap secara online, bahkan cenderung meniadakan pembayaran secara tunai. Calon pembeli bahkan bisa mendapatkan cashback jika paham lika liku transaksi secara virtual.
Namun menjadi “kurang mulia” saat kambing dan sapi yang akan di ekspor seharga itu seukuran apa (sebagai pembeli setidaknya punya hak menyentuh barang yang dibelinya). Benarkah tersalur kepada yang berhak? Dijamin tidak salah alamat kepada pihak “penjahat kemanusiaan” ( jika enggan disebut teroris) di Suriah dan Gazza. Yang lebih penting lagi pertanyaannya, benarkah uang yang kita kirim untuk membeli hewan qurban hanya bermodal kepercayaan dan nama besar sebuah lembaga kemanusiaan. Untuk pilihan qurban hewan unta, ya sudahlah. Itu lebih ribet mencari logikanya saat kita di sini dan unta di padang pasir bertemu di lembaga donasi. Masih mendingan bertemu unta di kandang kebun binatang.
Kadang kita lupa, urusan bisnis tidak pernah mengenal kawan sejati. Yang ada hanya kepentingan sejati ( jangan lupa, kasus bisnis Dimas Kanjeng dengan penggandaan uangnya hanya bermodal kepercayaan tingkat dewa). Yang ingin disampaikan disampaikan disini adalah, sudah sebegitu sibukkah orang muslim. Hingga urusan ibadah mesti difasilitasi secara online? Bukan bermaksud menuduh lembaga donasi berbohong, tapi mbok ya jangan gitu gitu amat memutar balikkan logika kita. Makanya ACT (Ayo Cepat Terangkanlah…)