Indovoices.com – Inggris menentang langkah dan pendekatan sekutunya, Amerika Serikat, pada Iran. Inggris juga berharap kesepakatan nuklir dengan Iran masih bisa diselamatkan.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan, Inggris setuju dengan AS soal solusi jangka panjang terkait pengaruh Iran di kawasan. Akan tetapi, London tidak sepakat dengan pendekatan yang dipakai Washington sekarang.
”AS tahu bahwa kami menganggap mereka sekutu terdekat. Kami yakin persekutuan ini menjadi landasan kesejahteraan dan perdamaian global selama 75 tahun terakhir. Namun kadang antarteman tidak sepakat. Ini adalah salah satu situasi yang sangat jarang terjadi. Namun, itu tidak berarti kami tidak bekerja sama erat dengan mereka demi mengejar perdamaian,” kata Hunt di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa, Senin (15/7/2019), di Brussels, Belgia.
Dengan alasan ingin mengendalikan perilaku Iran yang dinilai mengganggu kawasan dan menghentikan ambisi nuklir Teheran, AS memutuskan keluar dari Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA). Selepas keluar dari JCPOA pada Mei 2018, AS kembali menerapkan serangkaian sanksi kepada Iran. Tekanan dan sanksi AS membuat pemulihan hubungan ekonomi dengan Iran, seperti disepakati dalam JCPOA, tidak kunjung bisa dilakukan Eropa. Hal itu membuat Iran mengancam ikut meninggalkan JCPOA.
Pernyataan Hunt lebih keras dibandingkan Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian. Pekan lalu, Le Drian hanya menyebut AS bisa mengurangi ketegangan di Timur Tengah. Caranya, Washington menunjukkan isyarat untuk membuka ruang dialog. Le Drian tak menyebut AS-Perancis berbeda pendapat (Kompas, 11/7/2019).
Persamaannya adalah Hunt dan Le Drian sama-sama berpendapat JCPOA masih bisa diselamatkan. Terlepas dari ketidaksetujuan AS atas pendekatan untuk menangani masalah tersebut, peluangnya tetap ada.
”Iran masih jauh dari membangun bom nuklir. Ada beberapa yang tertutup, tetapi juga ada celah kecil untuk menjaga kesepakatan tetap berjalan,” ujar Hunt.
Ancaman nyata
Untuk tujuan itu, semua saluran diplomasi harus tetap terbuka. ”Timur Tengah telah menjadi kawasan paling tidak stabil di dunia. Jika pihak yang berseberangan dipersenjatai dengan nuklir, akan menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup manusia,” kata Hunt tanpa memaparkan lebih lanjut langkah-langkahnya.
Hunt juga tidak memaparkan dengan lugas sikap Eropa soal keputusan Iran untuk mengurangi sebagian komitmennya pada JCPOA. Sejak awal Juli 2019, Iran meningkatkan cadangan dan aras pengayaan uranium melebihi yang disepakati dalam JCPOA. Iran sudah menimbun lebih dari 300 uranium, batas maksimum di JCPOA. Teheran juga mengumumkan aras pengayaan sudah melampaui 4,5 persen. Padahal, JCPOA hanya mengizinkan 3,67 persen.
”Kami akan (bersikap) dan akan ada sesuatu yang disebut Komisi Bersama, yakni mekanisme untuk keadaan satu pihak merasa pihak lain melanggar kesepakatan, (komisi) itu akan (dibentuk) dalam waktu dekat,” ujar Hunt.
Sementara Le Drian mengatakan, Uni Eropa tetap bersatu dan mencoba menyelamatkan JCPOA. Di sisi lain, ia mendesak Iran membatalkan semua manuvernya sekarang. Manuver-manuver Iran dinyatakan bisa membahayakan JCPOA. Meski Teheran menyatakan manuvernya untuk menanggapi langkah AS, Le Drian menyebut hal itu sebagai reaksi buruk atas keputusan yang buruk.
”Kami akan melakukan yang kami bisa untuk menjamin tidak ada embargo ekonomi terhadap Iran dan perusahaan Eropa bisa terus berusaha di sana,” kata Menlu Spanyol Josep Borrell.
”Sulit sekali karena undang-undang AS diterapkan hingga ke luar wilayah, dengan cara yang tidak kami akui, membuat sulit,” ujarnya seraya menyatakan Spanyol akan terlibat dalam Instex, mekanisme barter yang diciptakan Eropa agar bisa berbisnis dengan Iran. Sampai sekarang, mekanisme itu belum beroperasi.
Secara terpisah, juru bicara badan tenaga atom Iran, Behrouz Kamalvandi, mengatakan, Iran akan tetap mengaktifkan lagi program nuklir selama Eropa tak memenuhi kewajibannya. (kompas)