Indovoices.com -Kementerian Ketenagakerjaan memperketat tata cara pemberian izin perusahaan penempatan pekerja migran. Namun, regulasi ini menuai pro kontra.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker Nomor 10 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia memperketat pemberian izin perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. Harapannya, tata kelola penempatan pekerja migran lebih baik.
Regulasi yang diundangkan pada 2 Juli 2019 itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Beberapa poinnya antara lain perusahaan harus mendaftar melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) serta menyertakan modal minimal Rp 5 miliar dan deposito Rp 1,5 miliar pada bank pemerintah untuk mendapatkan surat izin perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (SIP3MI).
Selain itu, perusahaan pun harus menyertakan rencana kerja penempatan dan perlindungan dalam kurun tiga tahun. Pada peraturan sebelumnya, yakni Permenaker No 42/2015, perusahaan cukup mengajukan permohonan secara daring ke Kementerian Ketenagakerjaan dengan modal minimal Rp 3 miliar dan deposito Rp 500 juta.
Kepala Subdirektorat Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna, yang dihubungi Minggu (14/7/2019), di Jakarta, menyatakan, selain memperkuat kerja sama dengan atase ketenagakerjaan, pihaknya meningkatkan pengawasan sebelum keberangkatan di dalam negeri, termasuk penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran pemberangkatan nonprosedural.
Keberatan
Ketua Presidium Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Saiful Mashud mengatakan, mayoritas anggota asosiasi keberatan dengan ketentuan itu. Keberatan antara lain soal peran pelaksana swasta dalam jangka panjang. Soal syarat setoran modal dan deposito, ada anggota asosiasi menolak dan beberapa setuju karena terpaksa.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, selama kurun tahun 2014-2018, ada 444 perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia yang aktif. Sebanyak 282 perusahaan pernah dijatuhi sanksi skors oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan 97 perusahaan dicabut izinnya. Selama itu, tak ada izin pendirian perusahaan baru. Sampai sekarang Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan tidak akan menerbitkan izin baru.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, yang dihubungi secara terpisah, berpendapat, penetapan Permenaker No 10/2019 terkesan buru-buru karena sampai sekarang pemerintah belum mengumumkan ke publik hasil evaluasi kinerja pelaksana swasta.
”Mereka (perusahaan pelaksana penempatan swasta) kerap abai pada hak-hak pekerja migran, misalnya mengambil untung besar. Hal seperti ini, penegakan hukumnya lemah,” tuturnya.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia Bobby Alwy menambahkan, lemahnya pengawasan hukum di imigrasi berkontribusi dalam kasus penempatan pekerja migran nonprosedural. Penempatan ilegal berpotensi besar membawa pekerja ke rantai tindak pidana perdagangan orang. (kompas)