“Program Santripreneur merupakan salah satu wujud konkret dari upaya pemerintah saat ini dalam menumbuhkan jiwa wirausaha di kalangan para santri di pondok pesantren (ponpes),” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (19/3).
Gati menyebutkan, sepanjang tahun 2018, program Santripreneur telah menjangkau 16 ponpes dan membina sebanyak 3.220 santri. Ke-16 ponpes itu meliputi tujuh ponpes di wilayah Jawa Barat, lima ponpes di Jawa Timur, tiga ponpes di Jawa Tengah, dan satu ponpes di Yogyakarta.
“Awal tahun ini, kami sudah membina dan melatih 1.500 santri,” ungkapnya. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal IKMA Kemenperin terus memfasilitasi melalui bimbingan teknis serta pemberian bantuan alat dan mesin untuk bekal para santi belajar kemandirian sebelum terjun ke masyarakat.
Adapun program pembinaan dan pelatihannya, antara lain mengenai industri daur ulang sampah, konveksi busana muslim, makanan dan minuman olahan, kerajinan, perbengkelan, pupuk organik cair, dan pendampingan sertifikasi SNI garam beryodium. Kegiatan tersebut dirancang karena sudah ada komunitas dan keahlian yang cukup di sejumlah ponpes.
Misalnya, pada 16-19 Maret 2019, dilaksanakan bimtek produksi roti di Pondok Pesantren Ilmu Alquran (PPIQ), Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti sebanyak 20 santri. “Kami lihat, dalam waktu empat hari, para peserta sudah dapat menguasai ilmu yang diberikan oleh para instruktur. Untuk itu, kami ingin agar ilmu yang mereka dapat bisa diterapkan sehingga akan menjadi awal kebangkitan usaha para santri di Ponpes ini,” papar Gati.
Pada kesempatan itu, juga diberikan fasilitas mesin dan peralatan produksi roti kepada PPIQ. “Kami ingin, alat ini dapat dimanfaatkan bagi ponpes sebagai unit bisnis yang baru,” imbuhnya.
Adapun bantuan mesin yang diberikan berupa planetary mixer, spiral mixer, oven, rak bakery pan, mesin potong roti, lemari pendingin, meja stainless steel, deep fryer, timbangan digital, serta tabung gas berikut selang dan regulatornya.
“Pada 15 Maret 2019, saat memberikan kuliah umum di Pondok Pesantren Yayasan Al Ashriyyah Nurul Iman (PPNI), Parung, Kabupaten Bogor, saya melihat sekitar 1000 mahasantri yang hadir sangat antusias,” tutur Gati.
Selain itu, Ditjen IKMA Kemenperin juga menggelar bimbingan teknis produksi alas kaki selama lima hari, pada 18-22 Maret 2019 di PPNI dengan diikuti sebanyak 30 santri. “Kami juga berikan bantuan mesin dan peralatan produksi,” lanjutnya.
Adapun bantuan mesin dan peralatan yang diberikan, meliputi mesin hidrolik plane cutting, mesin rol lem, mesin bor, mesin pasang tali japit, mesin roll press, meja quality control, meja sablon, pisau cutting, panel, dan kabel. “Bantuan ini diharapkan bisa dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas para santri dalam pembuatan produk alas kaki sandal,” ujar Gati.
Dirjen IKMA menambahkan, di era industri 4.0 yang berbasis teknologi digital, ponpes juga memiliki potensi besar untuk mendukung pengembangan IKM nasional yang berdaya saing di kancah global. “Beberapa waktu lalu, kami sudah melalukan pelatihan perdagangan online untuk pelaku IKM. Target selanjutnya adalah menciptakan wirausaha santri yang juga bisa melek digital,” terangnya.
Dalam implementasi program Santripreneur, Kemenperin memiliki dua model dalam penumbuhan wirausaha industri baru dan pengembangan unit industri di ponpes, yaitu model Santri Berindustri dan Santri Berkreasi. Santri Berindustri merupakan upaya pengembangan unit industri yang telah dimiliki oleh ponpes maupun penumbuhan unit industri baru yang potensial.
Sedangkan, model Santri Berkreasi merupakan program kegiatan pelatihan dan pendampingan dalam pengembangan potensi kreatif para santri maupun alumni yang terpilih dari beberapa ponpes untuk menjadi seorang profesional di bidang seni visual, animasi dan multimedia sesuai standar industri saat ini.