Tidaklah banyak pesawat jet latih lanjut yang memiliki rekor masa penugasan aktif hingga lebih dari lima puluh tahun. Salah satu yang terbukti mampu menorehkan capaian prestasi membanggakan semacam itu adalah jet latih tempur T-38 Talon.
Namun, nasib jet latih tempur-lanjut T-38 Talon akan segera berakhir setelah Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) usai menyerahkan kontrak resmi pengadaan 351 jet latih T-X kepada pabrikan Boeing pada bulan September 2018.
Raksasa kedirgantaraan dunia produsen pelbagai jenis pesawat komersial sipil dan pesawat militer tersebut diketahui berhasil memenangi kontrak pengadaan jet latih tempur generasi baru bagi Angkatan Udara AS. Besaran kontraknya diperkirakan bernilai 9,2 miliar dollar AS.
Tunggakan pekerjaan
Menurut Robin Lineberger, seorang praktisi ahli dan konsultan berpengalaman lebih dari 30 tahun di Deloitte sektor Pertahanan dan Kedirgantaraan (Deloitte Aerospace and Defense—Deloitte A&D), tahun 2018 kemarin merupakan momen pemulihan kembali sektor A&D global.
Lineberger mengatakan bahwa era pemulihan dan pertumbuhan kembali sektor A&D tahun 2018 kemarin menunjukkan penguatan solid dari sisi permintaan perjalanan penumpang komersial dan bertambahnya belanja militer dunia secara global.
Ia memperkirakan pula bahwa tren pertumbuhan kebutuhan A&D cenderung masih berlanjut di sepanjang tahun 2019.
Namun, laju pertumbuhan itu tampaknya belum sebanding dengan kapasitas riil pada kalangan industri A&D global untuk melayani tren pertumbuhan tersebut. Mereka masih menunggak penyelesaian banyak kontrak order pesawat komersial sebelumnya, yang akan melampaui puncaknya tatkala angka kebutuhan diperkirakan telah menyentuh angka 14.000 hingga 38.000 unit pesawat sepanjang 20 tahun ke depan.
Pasalnya, tatkala segelintir pihak pabrikan A&D dunia harus mencurahkan fokus perhatian mereka pada upaya mengurangi jumlah tunggakan pekerjaan sebelumnya sembari dengan mengejar peluang potensi kontrak order baru berikutnya untuk pelbagai jenis pesawat komersial, entahlah bagaimana cara mereka mengaturnya untuk sanggup pula melayani permintaan dari kalangan para operator militer global?
Saya membayangkan kondisi yang agak mirip dialami pula oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Kapasitas lini produksi mereka untuk menghasilkan pesawat jenis terbaru N-219 pada mulanya sebatas 1 unit saja per bulan, dan kelak tatkala telah mencapai kapasitas maksimal itu pun “hanya” sebanyak 3 unit pesawat per bulan (atau sekitar 25 unit per tahun). Entah butuh waktu berapa lama untuk melayani seluruh order N-219, yang konon telah dikantongi sebanyak ratusan unit sekarang?
Pertanyaan krusial bagi pihak pabrikan pesawat terbang global, berapa lama para calon costumer perlu bersabar menunggu giliran hingga mereka menerima batch pertama order berjalan?
Dengan satu pemikiran sederhana, semisal apakah negeri kita seyogianya masih membutuhkan tambahan satu atau dua pabrikan pesawat terbang lagi sekelas PTDI atau boleh saja yang berkapasitas sedikit lebih kecil dan atau sedikit lebih besar daripada PTDI?
Kemudian, senafas dengan garis pemikiran masa depan NKRI sebagai poros maritim dunia, pertanyaan ini dapat diperluas mungkinkah kita membutuhkan tambahan satu atau dua pabrikan kapal lagi sekelas PT PAL atau boleh saja yang berkapasitas sedikit lebih kecil dan atau sedikit lebih besar daripada PT PAL?
Bagaimana pun, cakrawala pemikiran kita seyogianya tidak lagi sekadar berniat mengisi potensi ceruk permintaan A&D di tingkat nasional saja, melainkan meluas melampaui objektif kawasan tradisional hingga mengisi ceruk pasar baru cakupan global.
Namun, tidaklah dimungkiri bahwa seiring dengan tumbuhnya permintaan A&D secara global, dunia kita sekarang pun masih dirundung gejolak perubahan konstelasi politik internasional. Banyak negara di pelbagai kawasan belum sepenuhnya mampu lepas dari efek rembesan terkait dampak langsung atau dibayang-bayangi kerentanan situasi perang dagang AS-China.
Sehingga, dengan demikian tidaklah mudah bagi segelintir pihak pabrikan industri A&D saat ini untuk memenuhi permintaan pesawat-pesawat komersial sipil dan sekaligus melayani permintaan A&D dari basis pelanggan tradisional mereka yang paling royal dan mungkin juga paling loyal, yakni dari kalangan operator militer di pelbagai negara.
Pionir jet latih supersonik
T-38 Talon merupakan jet latih tempur supersonik pertama di dunia. Konon, lebih dari 60.000 pilot tempur (fighter) Angkatan Udara AS dipastikan pernah berlatih menerbangkan T-38 Talon sejak pesawat latih ini mulai bertugas aktif tahun 1961. Bahkan, pihak pabrikan Northrop Grumman menyebutkan jumlah lebih dari 72.000 pilot tempur AS pasti pernah berlatih menerbangkan pesawat latih-lanjut ini!
Hingga nomor seri produksi tahun terakhir (1972), pabrikan pesawat Northrop Grumman telah membangun 1.187 unit T-38 Talon sejak pertama kali diproduksi secara massal tahun 1961–1972. Bahkan, hingga saat ini, lebih dari 500 unit T-38 Talon masih bertugas aktif di jajaran Angkatan Udara AS, selambat-lambatnya menunggu sampai batch pertama dari 351 jet latih tempur generasi baru Boeing T-X mulai bertugas aktif.
Selain Angkatan Udara AS, pelbagai institusi pemerintah tercatat pula sebagai operator T-38 Talon, semisal meliputi NASA, Angkatan Udara Jerman (40 unit), Angkatan Udara Korea Selatan (30 unit), Angkatan Udara Taiwan (40 unit), dan Angkatan Udara Turki (69 unit).
Keunggulan T-38 Talon sebagai pesawat latih-lanjut dan sekaligus berperan rangkap sebagai jet tempur ringan (light fighter) selain dapat dibuktikan dari masa penugasan aktifnya hingga mencapai lebih dari 50 tahun, dapat ditelisik juga dari turunannya berupa beberapa jenis pesawat tempur pilihan favorit bagi para operatornya.
Beberapa pesawat tempur berikut ini dibangun dan dikembangkan dari basis design pesawat latih T-38 Talon, antara lain pesawat tempur ringan F-5 produksi Northrop Grumman (1959–1987), pesawat tempur F-20 Tigershark (terbang perdana 30 Agustus 1982; status pengembangan projeknya bernilai 1,2 miliar dollar AS dibatalkan pada akhir 1986 setelah Northrop tidak berhasil mendapatkan pembeli), beberapa varian Canadair CF-5, dan tiga jenis pesawat tempur produksi Iran (Azarakhsh, Saeqeh, Kowsar).
Spesifikasi T-38A Talon
Data dari factsheet Angkatan Udara AS
Karakteristik Umum
Awak: dua orang siswa dan instrukturnya
Panjang: 46 kaki 4,5 in (14,14 m)
Lebar sayap: 7,7 m
Tinggi: 12 kaki 10,5 in (3,92 m)
Luas bidang sayap: 170 kaki² (15,79 m²)
Berat kosong: 7.200 lb (3.270 kg)
Berat muatan: 11.820 lb (5.360 kg)
Berat maksimal saat lepas landas: 12.093 lb (5.485 kg)
Mesin penggerak: 2 × General Electric J85-5A (J85-5R setelah modifikasi PMP) turbojet sistem pendorong kering, masing-masing 2,050 lb (9,1 kN).
Daya dorong dengan afterburner: masing-masing 2,900 lbf (12,9 kN)
Performa
Kecepatan maksimal: 1,3 mach (858 mph, 1.381 km/jam)
Jangkauan operasional: 1.140 mil (1.835 km)
Ketinggian operasional: 50.000 kaki (15.240 m)
Kecepatan menanjak: 33.600 kaki / menit (170,7 m/detik)
Beban muatan di sayap: 69,53 lb/ft² (339,4 kg/m²)