Pernyataan ngaco dikeluarkan oleh Dian Fatwa, Juru Bicara Badan Pemenangan (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dirinya menyamakan jalan tol yang dibangun oleh pemerintah Presiden Joko Widodo dengan pembunuh bayaran. Alasannya kondisi jalan berbayar itu banyak menyebabkan kecelakaan.
“Ternyata kita masuk jalan tol, jalan tol pembunuh bayaran, masuk jalan tol bayar tapi mati,” kata Dian Fatwa dalam diskusi ‘Perspektif Indonesia’ di Gado-gado Boplo, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu 16 Februari 2019.
Menurut Dian, kecelakaan itu disebabkan meletusnya ban kendaraan di jalan tol. Ia menuding, kondisi itu disebabkan permukaan jalan yang tidak baik.
“90 persen karena apa, karena bannya meletus, karena aspalnya banyak diampelas, karena pembangunan aspalnya tidak sampai 5 centimeter,” sebut Dian.
Hal ini membuat saya berpikir, apa iya 90 persen kecelakaan karena ban yang meletus? Karena soal ban meletus kalaupun ada dan pernah terjadi, rasanya tidak mungkin sampai 90 persen. Sepengetahuan saya, penyumbang kecelakaan terbesar itu justru human error atau karena kelalaian si pengemudi itu sendiri.
Dan benar saja, ketika saya menelusuri penyebab utama kecelakaan di jalan tol, pernyataan salah satu media berdasarkan data dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, menyebutkan periode 2012 hingga 2017 terjadi total 831 kecelakaan dengan kecenderungan yang semakin menurun.
Sebesar 79 persen atau 660 kecelakaan disebabkan oleh faktor kelalaian pengemudi.
“Walau ada 831 kecelakaan sampai Agustus 2017 ini, indeks tingkat kecelakaan terus menurun. 2012 itu 12,64 persen, turun pada 2013 menjadi 11,64 persen, turun lagi 2014 jadi 10,07 persen, dan turun menjadi 7,49 persen pada 2015,” jelas Raddy R Lukman kepada wartawan, Kamis 9 November 2017.
Indeks tersebut, lanjut Raddy yang merupakan VP Division Operation Management Jasa Marga, sempat naik pada 2016 menjadi 7,99 dan kembali turun pada 2017 menjadi 7,38 persen.
Sementara sumber lain yang saya kutip dari Adrianto Sugiarto Wiyono, Intruktur Indonesia Defensive Driving Center (IDDC) kepada media lainnya juga menyebutkan human error adalah faktor utama terjadinya kecelakaan.
“Yang terbesar adalah faktor manusia atau human error yang umumnya terjadi karena kesalahan, prilaku, atau kemampuan pengemudi,” ujar Adrianto, 23 November 2018.
Apa saja kelalaian manusia yang dimaksud? Mulai dari mengendarai kendaraan dalam kondisi mengantuk, mengemudi secara ugal-ugalan, berkendara dengan kecepatan tinggi melebihi batas kecepatan yang diijinkan, berkendara sambil menggunakan telepon genggam dan sebagainya.
Kesimpulannya, kelalaian manusia menyumbang kecelakaan 60 persen hingga 70 persen. Malah dalam wikibooks yang linknya saya sertakan di bawah ini, faktor human error disebut-sebut bukan 70 persen lagi, tapi mencapai 85 persen!
(https://id.m.wikibooks.org/wiki/Manajemen_Lalu_Lintas/Permasalahan_lalu_lintas)
Sisanya disumbang oleh kombinasi antara Faktor Kendaraan, Faktor Jalan dan Faktor Cuaca (hujan, kabut).
Lalu ban meletus seperti yang disebut oleh Dian Fatwa (Jubir BPN), dalam wikibooks justru dimasukkan sebagai kecelakaan akibat faktor kendaraan, bukan faktor jalan. Jadi sungguh keliru bila menyebut tol yang dibangun Jokowi itu sebagai pembunuh bayaran. Apalagi Dian Fatwa diketahui baru empat bulan berada di Indonesia setelah sebelumnya lebih banyak menghabiskan waktu di Australia.
Istilah sifat orang yang mendukung mencerminkan orang yang didukung sepertinya cocok untuk menggambarkan hal ini. Coba saja perhatikan, yang didukung bicaranya ngasal tidak pakai data, kalau pakai data pun data kadaluarsa atau data yang keliru, namun biasanya lebih banyak bohongnya. Akhirnya cara serupa juga dicopy-paste oleh pendukungnya. Berbicara asal cuap tanpa data dan fakta.
Tidak heran bila Jokowi menyebut ada tim sukses yang menyiapkan Propaganda Rusia, yang setiap saat mengeluarkan semburan-semburan dusta, semburan hoax. Nanti kalau dicecar dan dimintain datanya, malah ngeles kemana-mana.
Terbukti, Dian Fatwa bukan cuma tidak mampu menyebutkan nama tol yang dimaksud. Dirinya juga mengakui bila baru 4 bulan berada di Indonesia. Artinya dirinya masih belum banyak tahu tapi sudah asbun.
Berbicara soal bayaran, alih-alih menyebut jalan tol yang dibangun oleh Jokowi sebagai pembunuh bayaran, alangkah baiknya bila Dian Fatwa bercermin terlebih dahulu. Bila dia sadar kalau kelompoknya lebih banyak pemain sandiwara bayaran, mungkin istilah pembunuh bayaran tidak akan terlontar dari mulutnya. Bagaimana menurut Anda?