Oleh: Gurgur Manurung
Indovoices.com – Akhir-akhir ini BPJS heboh. Mulai dari pelayanan dan putusnya hubungan kerja dengan rumah sakit. Putusnya hubungan kerja BPJS dengan rumah sakit mengingatkan saya kepada diskusi saya dengan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup yang kini sudah pensiun beberapa tahun lalu.
Ketika itu, kami di sebuah kedai kopi membicarakan pemeringkatan ketaatan kepada prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan. Sahabat saya itu mengatakan bahwa sebuah rumah sakit di pusat kota Medan yang amat terkenal sesungguhnya kategori hitam. Rumah sakitnya terkenal sekali tetapi pengelolaan limbahnya sangat buruk.
Secara objektif rumah sakit itu hitam. Artinya harus ditutup. Alasan utama pengelolaan limbah yang amat berbahaya itu tidak dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit dibakar dibawah standard Undang-Undang.
Mengapa tidak tegas? Lalu, apa yang dilakukan? Keputusannya adalah dinaikkan satu tingkat supaya tidak ditutup. Tetapi ditindaklanjuti dengan komitmen agar limbah dikelola dengan baik. Sebab rumah sakit itu sangat dibutuhkan masyarakat. Kebutuhan rumah sakit adalah hak mendasar bagi rakyat.
Terkait kasus rumah sakit HKBP Balige yang diputus BPJS selama ini saya enggan menanggapi karena terkait politik. Rumah sakit HKBP mengalami konflik, yaitu konflik antara ephorus HKBP dengan seorang politisi.
Saya tidak masuk ke arena konflik, tetapi saya menanggapi latar belakang didirikannya BPJS.
BPJS hadir untuk menjawab hak dasar warga negara. Karena itu, apapun masalahnya, dalam mengambil keputusan harus berdasarkan prinsip kehadoran BPJS. Banyak sekali pejabat BPJS tidak paham prinsip kehadiran BPJS. Pejabat BPJS itu dipilih atas nama profesional tetapi minus makna kehadiran BPJS.
Coba kita bedah kasus rumah sakit HKBP Balige. Semua rakyat bayar ke BPJS. Tetapi dengan mudahnya memutus hubungan dengan RS HKBP Balige.
Apakah karena konflik internal antara AD/ART Yayasan? Apakah karena manajemen rumah sakit? Apakah karena rumah sakit HKBP berhutang ke BPJS?
Jika karena konflik internal, apa hubungannya dengan pemutusan? Jika manajemennya yang rusak, bisa diperbaiki, bisa dibantu manajemennya. BPJS bisa menuntun manajemen. Jika karena berhutang, bisa diangsur. Lalu apa?
Jadi, prinsip dasar keputusan adalah hak rakyat yang dijamin oleh negara. Karena itu hak rakyat yang membayar BPJS harus menjadi tanggungjawab BPJS.
BPJS tidak boleh berkelit agar pasien ke RSU Tobasa. Sebab sangat jelas daya tampung RSU Tobasa dan fasilitas tidak memadai.
Dari kasus ini jelaslah BPJS tidak paham prinsip dasar kehadiran BPJS. Dan, satu hal lagi saudara kita stakeholder RS HKBP Balige belajar untuk rendah hati. Sebab, RS HKBP dibangun karena pergumulan iman HKBP untuk memenuhi kebutuhan rakyat. RS HKBP hadir karena buah iman warga HKBP.
Dalam konteks ini, Bupati Tobasa sebagai perwakilan negara harus menyatakan keadaan darurat dan menjawab hak dasar rakyat. Jangan terjadi pembiaran. Kita harus sadar bahwa kasus ini berakibat kehilangan nyawa maupun sakit permanen akibat terlambat menangani pasien.
#gurmanpunyacerita