Siapa yang tidak kenal dengan Soeharto? Memimpin sebagai presiden di Indonesia selama 32 tahun, membuat Soeharto berhasil menciptakan patron bagi anggota keluarganya yang kelak kita kenal dengan sebutan keluarga Cendana. Keluarga Cendana sendiri merupakan keluarga yang sangat ditakuti selama Soeharto berkuasa. Jangan coba-coba mengusik bisnis keluarga cendana bila tidak ingin karirnya tamat.
Banyak cerita tentang hal itu. Sebut saja salah satunya Jenderal Polisi Hoegeng. Saya yakin tidak seorang pun yang meragukan kejujuran seorang Hoegeng dan komitmennya memberantas korupsi. Bahkan kata Kejujuran sudah identik dengan nama Hoegeng itu sendiri.
Ketika itu muncul kasus dugaan penyelundupan mobil mewah Robby Tjahjady yang diduga melibatkan kroni Soeharto dan keluarga Cendana. Merasa terusik, Hoegeng pun dicopot sebagai Kapolri. Bukan itu saja, berbagai hukuman politik pun harus dijalani oleh Hoegeng dengan tabah. Mulai dari tidak diperbolehkan menyanyi di TV, hingga dilarang datang ke pernikahan sahabatnya. Bahkan Hoegeng juga dilarang menghadiri HUT Polri, yang tentu sangat menyakitkan bagi beliau.
Hoegeng bukanlah satu-satunya. Selain Hoegeng, masih ada Letjen M Jasin yang awalnya dikenal sebagai pendukung setia Soeharto di awal order baru. Pun harus menerima pil pahit akibat mengkritik Soeharto, soal pembelian truk yang tak sesuai kebutuhan ABRI. Dia juga marah saat putrinya dilecehkan salah seorang keluarga Soeharto. Jasin pun kerap menyoroti peternakan Soeharto Tapos di Bogor.
Seperti yang lainnya, Soeharto pun menamatkan karir Jasin. Usaha Jasin dihambat, keluarganya tak diangkat menjadi PNS. Dia dimaki-maki sebagai orang sinting.
Di masa itu, anak-anak Cendana meminta proyek dengan memanfaatkan kekuasaan ayahnya kepada perusahaan-perusahaan BUMN sudah menjadi rahasia umum.
Kepentingan anak-anak Suharto menjadi semakin membesar sehingga mereka mulai bentrok satu sama lain. Bambang dan Tutut bersaing dalam mendirikan stasion televisi mereka masing-masing. Tommy bersaing dengan Sigit dalam penerbangan, serta dengan Bambang dalam produksi mobil dan perkapalan.
Di tahun 1996, Tutut berselisih dengan Sigit guna mendapatkan hak pengembangan tambang emas terbesar Busang di Kalimantan Timur. Partner Tutut, perusahaan Barrick-Gold dari Kanada, berlawanan dengan partner Sigit, Bre-X Minerals. Kali ini, dua-duanya mendapat hasil nihil. Busang ternyata hanyalah cerita bohong-bohongan terbesar dalam sejarah pertambangan.
Jendral Benny Moerdani, salah satu orang kepercayaan Soeharto di masa jayanya, pernah bercerita bahwa Sigit Harjojudanto, putra Sulung Soeharto menghabiskan US$2 juta di meja kasino. Kegemaran judi Sigit inilah yang jadi alasan Benny menahan paspor putra sulung Soeharto.
Bambang Trihatmodjo sempat menghebohkan tatkala dirinya menikah lagi dengan artis penyanyi Mayangsari dan memiliki seorang putri yaitu Kirania Siti Hartina Trihatmodjo yang lahir 30 Maret 2006 di Rumah Sakit Internasional Bintaro. Padahal Bambang sendiri ketahui telah beristri ketika itu. Nama Bambang pernah masuk figur yang paling banyak dibicarakan oleh infotainment karena kasus perceraiaan dengan anak Diplomat Halimah Agustia Kamil dan pernikahanya dengan Mayangsari.
Tommy Soeharto, putra bungsu Soeharto, pernah dihukum penjara karena terlibat pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita terkait kasus penipuan lahan senilai $11 juta. Ketika itu Panel tiga Hakim Agung yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita menjatuhkan hukuman penjara selama 18 bulan kepada Tommy atas tindak pidana korupsi. Tommy menolak dipenjara dan bersembunyi. Istri Kartasasmita kemudian menduga bahwa suaminya menolak suap sebesar $20.000 dari Tommy. Pada Juli 2001, Tommy membayar Rp100 juta kepada dua pembunuh bayaran untuk membunuh Kartasasmita. Kartasasmita ditembak mati di tengah perjalanan ke kantor.
Lantas dimana peran Soeharto sendiri dalam keluarganya? Soeharto pada dasarnya adalah kepala rumah tangga yang baik, setia pada satu istri dan masih berusaha menemani anak dan cucu bila ada kesempatan, dia juga sayang kepada anak-anaknya hingga mau memberikan semua yang terbaik kepada anak-anaknya. Namun ketidakmampuannya membedakan antara menyayangi dengan memanjakan membuatnya sampai gelap mata dan menutup mata terhadap nepotisme dan kolusi yang dibuat perusahaan anaknya.
Rasa manja berlebihan serta keengganan Soeharto untuk mendidik anaknya agar dapat lebih mandiri, tercermin dari tidak adanya satu pun anak-anak Soeharto memiliki pendidikan yang tuntas, kecuali si bungsu Mamiek yang lulus kuliahnya di IPB. Itupun memunculkan banyak rumor negatif, karena kemana-mana ia harus dikawal, ada mahasiswa lain yang disusupkan hanya untuk menemani selama ia di kelas, bahkan nilai-nilainya yang tak pernah keluar dalam papan pengumuman.
Lalu, jaman pun berganti, 16 tahun sesudah era keluarga Cendana, hadir di tengah-tengah kita, seorang tukang kayu beserta keluarganya tinggal di istana negara. Tiada rasa gamang yang menyapa.
Bahkan dirinya pun tidak canggung bersenda gurau dengan anaknya. Sekali waktu saat menikmati liburan di kebun Raya bogor bersama keluarganya. Si tukang kayu yang kita kenal dengan panggilan Jokowi ini, mempertanyakan kenapa Kaesang tidak ada di foto itu. Padahal, seluruh anggota keluarga inti Jokowi hadir disana, mulai dari sang istri Iriana, hingga anak, menantu, dan cucunya.
“Pak, bukan bermaksud untuk tidak sopan tapi kalo cari kecebong bukan di situ tempatnya,” tulis @kaesangp.
Dari sisi bisnis, tidak ada satupun anak-anak Jokowi yang mendompleng kekuasaan ayahnya untuk memperoleh proyek pemerintah. Semua anak-anaknya mandiri dengan usaha masing-masing.
Si sulung Gibran Rakabumi berbisnis katering dan martabak. Ketika diwawancarai oleh salah satu media, Gibran juga mengaku jika Jokowi tidak pernah memberikan bantuan modal kepada Gibran untuk memulai usaha kateringnya. Sebagai sang bapak, Jokowi hanya memberikan saran. Ketika awal-awal memulai usahanya pun, Gibran menerima pesanan makanan yang jumlahnya belum banyak. Ia ingat pesanan kateringnya di awal-awal baru untuk 50 orang saja. Baru dari situlah pelan-pelan usahanya semakin berkembang hingga memiliki omzet yang cukup lumayan.
Anak kedua Jokowi, Kahiyang Ayu menjadi contoh anak pejabat publik yang secara jujur mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Walaupun kemudian gagal karena nilainya hanya mencapai angka 300 (di bawah syarat kelulusan). Namun tidak memupus rasa bangga Jokowi terhadap kejujuran Kahiyang yang mengikuti test tanpa mengandalkan nama besar orang tuanya. Dan Jokowi juga tidak memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya untuk membantu putri semata wayangnya.
Yang bungsu? Kaesang Pangarep malah mengumpulkan modal dari video yang diunggah ke situs YouTube dan ditonton ribuan hingga jutaan pengunjung. Dari penayangan video tersebut, Kaesang memperoleh penghasilan melalui iklan. “Selain itu, dari endorser produk,” ucapnya. Penghasilan itu dikumpulkan untuk membuka beberapa usahanya.
Tidak semuanya berjalan mulus, “Pernah ada dua usaha yang bangkrut,” katanya. Dua usaha itu meliputi bisnis clothing line dan aplikasi permainan.
Membandingkan keluarga Cendana dengan keluarga Jokowi tentulah ibarat membandingkan antara bumi dengan langit. Keluarga Jokowi lebih tepat dianalogikan dengan Keluarga Cemara, sebuah judul film yang isi ceritanya sarat akan nilai-nilai kekeluargaan.
Sosok Abah (yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman) dalam film tersebut tidak hanya menjadi seorang kepala keluarga, namun juga sebagai teman berdiskusi, bercanda dan tempat bersandar bagi keluarganya. Sebaliknya keluarga juga menjadi sumber kekuatan bagi si Abah dalam menghadapi cobaan yang menimpa keluarga tersebut. Prinsip utama yang menjadi pegangan Abah bahwa harta yang paling berharga di dunia ini adalah keluarga.
Hal ini sama dengan apa yang kita lihat dari kehidupan keluarga Jokowi, dimana keluarganya tidak terpengaruh dengan kekuasaan atau apa pun. Bahkan gaya hidupnya juga tidak berubah hanya karena menjadi seorang Presiden. Dalam kesehariannya kita melihat Jokowi yang bekerja tanpa beban dan bertanggung jawab kepada rakyat namun tetap memandang pentingnya sebuah keluarga yang harmonis.
Mungkin ada pembaca yang berpikir, ah ini kan cuma pencitraan. Kalau dari perspektif saya sendiri memandang apa yang ditunjukkan bukanlah pencitraan. Karena pencitraan biasanya hanya manis di depan kamera, tetapi sebaliknya di belakang kamera sangat berantakan kehidupan keluarga. Sementara yang ditunjukkan keluarga Jokowi adalah keselarasan, baik di depan maupun di belakang kamera.
Keluarga Cendana menunjukkan kepada kita bahwa rasa sayang yang berlebihan malah akan menjerumuskan sang anak. Rasa haus akan kekuasaan yang tak pernah terpuaskan, rasa serakah untuk mendapatkan lebih dan lebih lagi, bahkan kalau perlu menyingkirkan orang-orang yang dianggap merintangi jalannya. Tidak perduli bila masa jayanya telah lewat. Ambisi untuk kembali berjaya pun dijalankan, hanya demi memupuk harta benda, walaupun harus mengorbankan anggota keluarga.
Sementara itu Keluarga Cemara mengajarkan kepada kita bahwa mendidik sang anak tidak harus memanjakan secara berlebihan. Membiarkannya berusaha sendiri agar dapat menjadi pribadi yang mandiri. Saling mendukung dan menjaga sesama anggota keluarga. Hidup sederhana tidak membuat kita merana. Saling memiliki dan mengasihi itulah cinta sejati. Bila semuanya kita sadari, apalagi yang hendak kau cari?