“Angka ini menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio pada Maret 2018 yang sebesar 0,389. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,391 turun sebesar 0,007 poin,” kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers di Lantai III Gedung BPS, Jl. Dr. Sutomo, Jakarta, Selasa (15/11) siang.
Menurut Suhariyanto, secara nasional, nilai Gini Ratio Indonesia selama periode 2010–September 2014 mengalami fluktuasi namun mulai Maret 2015 hingga September 2018 nilainya terus menurun.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode Maret 2015–September 2018 terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia,” ungkap Suhariyanto.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, menurut Kepala BPS Suhariyanto, Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2018 adalah sebesar 0,391. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan sebesar 0,010 poin dibanding Maret 2018 yang sebesar 0,401. Sementara jika dibanding September 2017 terjadi penurunan sebesar 0,013 poin.
Untuk daerah perdesaan, Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, Gini Ratio pada September 2018 tercatat sebesar 0,319, turun sebesar 0,005 poin dibandingkan dengan kondisi Maret 2018 dan turun sebesar 0,001 poin dibandingkan dengan kondisi September 2017.
Ia menyebutkan, Gini Ratio Maret 2018 dan September 2017 masing-masing tercatat sebesar 0,324 dan 0,320.
Distribusi Pengeluaran
Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, pada September 2018, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,47 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah.
“Kondisi ini naik jika dibandingkan dengan Maret 2018 yang sebesar 17,29 persen dan September 2017 yang sebesar 17,22 persen. Hal ini memberikan arti bahwa secara nasional telah terjadi perbaikan tingkat ketimpangan selama periode September 2017–September 2018,” jelas Suhariyanto.
Ditambahkan Kepala BPS pada September 2018 persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan adalah sebesar 16,79 persen. Sementara persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan tercatat sebesar 20,43 persen.
“Dengan demikian, menurut kriteria Bank Dunia daerah perkotaan termasuk ketimpangan sedang sementara perdesaan termasuk ketimpangan rendah,” ujar Suhariyanto. (Humas BPS/ES)