“Jadi kita juga memfasilitasi kursus bahasa Indonesia bagi orang Arab. Lokasi kursusnya nanti di Sekolah Indonesia Riyadh. Di pameran (Festival Janadriyah) mereka bisa mendaftar, kita kasih brosur juga. Kursusnya gratis, seminggu dua kali, dari sore sampai malam,” ujar Choris Wahyuning, staf Diplomasi Kebahasaan Kemendikbud, di Paviliun Indonesia di Festival Janadriyah, Riyadh, Arab Saudi, Senin (7/1/2019).
Sebagai tamu kehormatan di Festival Janadriyah ke-33 di Riyadh, Arab Saudi, Indonesia juga menampilkan kekayaan bahasa di Paviliun Indonesia. Beberapa produk dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) yang ditampilkan di pameran antara lain Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), peta bahasa daerah, dan aplikasi Laboratorium Kebinekaan. Pengunjung juga bisa belajar bahasa Indonesia melalui permainan kata-kata, dan melihat buku-buku bacaan untuk anak, serta mengenal bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Choris mengatakan, sebagian besar yang mendaftar untuk program BIPA adalah kalangan dewasa. Motif mereka untuk belajar bahasa Indonesia beragam. Ada yang belajar bahasa Indonesia untuk berbisnis, ada yang terkait dengan pekerjaannya, atau ingin berkuliah di Indonesia. Para pendaftar merupakan orang-orang yang sama sekali belum bisa berbahasa Indonesia.
Di gerai Bahasa Indonesia pada Festival Janadriyah ke-33, Choris dibantu oleh peserta BIPA di Riyadh yang sudah fasih berbahasa Indonesia, Abdulaziz Mohammed Shabib. Pria yang akrab disapa Aziz itu sudah menjadi peserta BIPA sejak tahun 2007. Perkenalannya dengan bahasa Indonesia dimulai saat ia berkunjung ke Indonesia pada tahun 2003.
“Pertama ke Indonesia diajak sama teman saya, di tahun 2003. Dia ajak saya, katanya saya baru pulang dari Indonesia. Indonesia itu hijau daun, orang Indonesia ramah, masakan Indonesia banyak, bawa mobilnya beda, jadi saya penasaran banget mau ikut dia. Setelah saya ikut dia, saya setiap hari belajar bahasa Indonesia. Sedikit-sedikit saya punya teman di Indonesia, saya jadi ikut kumpul-kumpul orang Indonesia di Arab Saudi dan yang di Jakarta, di Jawa Barat, dan Jawa Timur,” tutur Aziz dengan bahasa Indonesia yang lancar.
Aziz yang berprofesi sebagai pegawai negeri di Arab Saudi itu berhasil menjuarai Lomba Pidato Bahasa Indonesia yang diselenggarakan Kemendikbud pada tahun 2015, dan mendapat hadiah untuk berkunjung ke Indonesia. Tahun 2016, ia bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, dan mendapat kesempatan berkunjung ke Yogyakarta untuk melihat budaya Indonesia.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Riyadh, Ahmad Ubaedillah mengatakan, peminat BIPA di Arab Saudi memang sebagian besar orang dewasa. “Saya sering bandingkan dengan kawan-kawan di Mesir, peminat BIPA di sini umumnya dewasa. Karena ada aturan, ada keterbatasan. Ketika kita mengundang anak remaja ke BIPA, ada kendala budaya di Saudi. Tapi kalau yang dewasa banyak sekali,” katanya. Menurutnya, motivasi mereka beragam, ada yang untuk berdagang atau berbisnis, ingin kerja atau kuliah di Indonesia, atau untuk mendukung pekerjaannya, seperti mengurus rombongan haji.
Ubaedillah mengatakan, saat ini KBRI Riyadh tengah menyasar kampus sebagai salah satu sasaran perluasan program BIPA. “Kita ingin bahasa Indonesia ada di kampus. Saya lihat ini efektif untuk mengenalkan bahasa Indonesia. BIPA ini merupakan andalan kami, diselenggarakan di Sekolah Indonesia Riyadh. Di Jeddah juga ada, tapi lebih banyak pegawai negeri, polisi, tentara, atau mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan Indonesia,” jelasnya. Ia berharap di tahun-tahun mendatang, BIPA akan diminati orang dari berbagai variasi profesi maupun usia. Salah satu strateginya adalah dengan membuka kelas khusus keluarga di BIPA.
“Kemarin kami buka kelas keluarga. Mudah-mudahan bisa menyusul ketertinggalan dengan BIPA di negara lain. Kairo di Mesir, misalnya, sudah sangat baik penyelenggaraan BIPAnya,” ujar Ubaedillah.
Ia pun optimis dengan perkembangan bahasa Indonesia di Arab Saudi. Secara rumpun bahasa, katanya, sebagian besar kosakata bahasa Indonesia berakar dari bahasa Arab. Karena itu ia yakin bahasa Indonesia akan mudah dipelajari oleh warga Arab Saudi melalui program BIPA. “Saya sering katakan, tidak ada alasan untuk sulit belajar bahasa Indonesia. Banyak kosakata yang akar katanya dari bahasa Arab, seperti musyawarah atau adil. Di Arab Saudi, bahasa Indonesia juga bukan bahasa asing. Apalagi banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di rumah-rumah orang Arab,” tuturnya. Ia melihat banyak peluang untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di Arab Saudi. “Dan itu menurut saya harus kita jadikan semangat untuk menambah lagi siswa BIPA,” ujarnya.
Sekretaris Badan Bahasa Kemendikbud, Muhammad Abdul Khak mengatakan, meskipun dalam rencana strategis (renstra) Kemendikbud disebutkan bahwa program bahasa Indonesia akan lebih ditekankan di kawasan Asia Tenggara, tidak menutup kemungkinan adanya minat yang tinggi di negara lain. Di Arab Saudi, misalnya, Badan Bahasa memanfaatkan Sekolah Indonesia Riyadh sebagai lembaga yang menjadi lokasi pelaksanaan BIPA. Badan Bahasa juga berencana menggandeng mahasiswa yang menempuh studi di Arab Saudi untuk menjadi pengajar BIPA. “Mereka bisa diberikan pembekalan untuk menjadi guru lokal. Karena mereka sudah menguasai bahasa Arab secara umum, tinggal dilatih dari sisi teknis pembelajaran di kelas dengan materi sesuai dengan kurikulum BIPA,” ujar Abdul Khak.
Menurutnya, permintaan yang tinggi dari negara lain akan pengiriman guru BIPA tidak bisa dipenuhi sepenuhnya karena keterbatasan anggaran. Karena itu salah satunya adalah dengan melatih guru lokal agar bisa menjadi pengajar BIPA. “Di Timor Leste sudah berjalan program BIPA dengan guru lokal itu,” katanya. Strategi lain yang sudah didiskusikannya bersama Atdikbud KBRI Riyadh adalah membangun Rumah Budaya Indonesia seperti di Timor Leste. Rumah Budaya Indonesia akan menjadi pusat aktivitas kebudayaan, baik yang rutin maupun tidak. Hal ini dinilai akan lebih efektif untuk mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia di negara lain. (Desliana Maulipaksi)