“Fasilitas (produksi migas) ini milik siapa? Milik negara. Sepakat ya. Saya (Menteri ESDM) yang mewakili negara, saya melihat tidak ada ketentuan di dalam Undang-Undang aset ini harus dikelola oleh pihak tertentu. Di Undang-Undang itu harus dikelola dengan menghasilkan yang terbaik untuk masyarakat atau negara,” tegas Jonan saat melakukan kunjungan ke Bravo Flow Station milik Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ, Jumat (23/11).
Sebagai pengelola, Jonan menekankan sudah semestinya Pertamina Hulu Energi sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memfokuskan pada peningkatan produksi migas. “Jadi harus Bayangkan kalau ini milik Anda, pasti mencari sesuatu yang menguntungkan,” kata Jonan di hadapan para pegawai yang bekerja di Lapangan Bravo, perairan Indramayu sekitar 110 KM Timur Laut dari Jakarta.
Pemerintah, imbuh Jonan, hanya ingin memastikan bahwa setiap kontraktor bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan bersama SKK Migas pada awal tahun. “Saya inginnya setiap target hulu yang disepakati dengan SKK Migas tercapai. Itu saja. Terserah keuntungannya berapa,” ungkapnya.
Jonan memahami beberapa lapangan di blok ONWJ merupakan fasilitas produksi yang sudah tua dan mengalami fase penurunan produksi. “Tua tidaknya itu tergantung cara mengelolanya bagaimana, harus cari cara, itulah tantangannya bisnis migas,” ujarnya.
Kendati begitu, ia tetap mengapresiasi kinerja yang dilakukan oleh PHE ONWJ sejauh ini dalam capaian lifting minyak. Berdasarkan data SKK Migas hingga 17 November 2018, PHE ONWJ termasuk 10 besar KKKS yang memproduksi gas minyak di atas 5.000 Barrel Oil Per Day (BOPD). Bahkan, realisasi lifting migas PHE ONWJ mencatatkan rata-rata di atas 90% dari target APBN. Untuk minyak telah mencapai sebesar 29.521 BOPD dari target APBN 2018, yaitu 33.000 BOPD.
Pionir Operator Migas
Pengelolaan fasilitas produksi migas yang dijalankan secara optimal oleh Pertamina diharapkan akan mengangkat perusahaan plat merah tersebut sebagai perusahaan pionir sebagai operator migas.
“Pertamina harus menjadi pelopor atau leader di industri sebagai operator. Perusahaan ini harus menjadi perusahaan yang membanggakan di negeri ini,” harap Jonan.
Jonan ingin Pertamina menjadi organisasi yang modern di masa mendatang. Apalagi Pertamina selaku tuan rumah di negeri sendiri. “Saya minta Pertamina harus menjadi organisasi yang membanggakan dari banyak segi. Tuan rumah itu harus lebih baik, lebih maju ,” tegas Jonan.
Sebagai perusahaan milik negara, Jonan pun menginginkan pengelolaan migas lebih baik dan lebih efisien. Apalagi PHE ONWJ merupakan KKKS pertama yang menggunakan sistem PSC Gross Split. PSC Gross Split PHE ONWJ berlaku terhitung sejak Januari 2017 hingga Januari 2037.
Sebagai informasi, PHE ONWJ memiliki fasilitas 219 offshore platforms, panjang pipa bawah laut mencapai >1600 km, 1 Floating Storage Offloading (FSO), dan 4 fasilitas onshore.
Fasilitas tersebut diharapkan mampu mengangkat sumber migas yang memiliki cadangan minyak proven sebesar 342 MMBO, probable 37,4 MMBO dan possible sebesar 266 MMBO. Untuk cadangan gas proven sebesar 1.067 BSCF, probable 133 BSCF, dan possible 482 BSCF.
Penulis: Naufal Azizi