Indovoices.com – Industri kecil dan menengah (IKM) berperan menjadi tulang punggung terhadap perekonomian nasional. Sebab, IKM sebagai sektor mayoritas dari populasi industri di Indonesia, aktivitasnya dinilai membawa efek berganda yang positif untuk mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat.
“IKM konsisten sebagai penopang perekonomian Indonesia, bahkan menjadi salah satu sektor industri yang mampu berdiri tegak pada saat krisis moneter global,” kata Direktur Jenderal IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Sabtu (10/11).
Kekuatan IKM di dalam negeri, tercermin dari jumlahnya yang terus meningkat. Berdasarkan catatan Kemenperin, industri kecil pada tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha, naik menjadi 4,49 juta unit usaha di semester I tahun 2018. Artinya, ada penambahan hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini.
“Ketika mencapai 4 juta unit IKM di tahun 2016, tenaga kerja yang terserap lebih dari 10 juta orang. Tentunya, jumlah tersebut mendominasi dari populasi tenaga kerja industri di Indonesia,” ungkap Gati. Dia pun meyakini, jumlah IKM nasional akan semakin meningkat seiring pertumbuhan kelas menengah yang diperkirakan mencapai 70 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2025 nanti.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan III-2018 naik sebesar 3,88 persen (y-on-y) terhadap triwulan III-2017. Peningkatan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri logam dasar, yang mencapai 18,64 persen. Sementara itu, sektor yang mengalami kenaikan pertumbuhan produksi tertinggi adalah industri pengolahan tembakau, hingga 32,36 persen.
Gati menegaskan, pihaknya semakin gencar menumbuhkan wirausaha baru khususnya pada sektor IKM. Namun, seiring dengan perkembangan era revolusi industri 4.0, para pelaku IKM nasional dipacu untuk segera memanfaatkan teknologi terkini.
“Misalnya, kami telah memberikan pelatihan pemasaran digital bagi pengurus dan anggota Bhayangkari yang dikuti sebanyak 200 peserta di Surabaya,” tuturnya. Para peserta tersebut diberikan pemahaman tentang proses produksi, standardisasi produk dan kemasan, pendaftaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI), serta fasilitas restrukturisasi mesin dan peralatan IKM.
Selain itu, para peserta juga dikenalkan tentang aplikasi “IKM Digital Learning” yang merupakan hasil kerja sama antara Ditjen IKM dengan Ruangguru. “Mereka dapat me-refresh materi-materi yang diberikan di dalam kelas dengan menyaksikan video materi pada aplikasi tersebut,” imbuhnya.
Di samping itu, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu syarat mutlak dalam pemberdayaan IKM nasional agar lebih berdaya saing global di tengah era revolusi industri 4.0. “Selain dengan pelatihan, pemberdayaan IKM juga perlu dilakukan melalui pendampingan. Untuk itu, dibutuhkan pembina industri yang memiliki pengetahuan dan kemampuan mumpuni,” kata Sekretaris Ditjen IKM Kemenperin Eddy Siswanto.
Eddy menyebutkan, sepanjang tahun ini, Ditjen IKM Kemenperin telah melakukan pembinaan kepada lebih dari 120 tenaga penyuluh untuk memacu daya saing IKM nasional. Peserta itu terdiri dari Pejabat Fungsional Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan (PFPP), fasilitator manajemen mutu, analis kontrol industri pangan, dan konsultan HKI.
“Para PFPP ini harus memiliki tiga jenis kompetensi, yaitu tentang manajerial, teknis, dan sosio kultural. Saat ini, jumlah PFPP dari 20 provinsi sudah sebanyak 262 orang. Di tahun 2018 ini, pengembangan IKM akan difokuskan pada pembinaan peningkatan kualitas kemasan,” paparnya.
Dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk IKM, sampai tahun 2017, Ditjen IKM telah membantu pembuatan 6998 desain kemasan, 7396 desain merek dan bantuan dalam bentuk kemasan cetak kepada 351 IKM. Sementara di bidang HKI, Ditjen IKM telah membina sebanyak 1.045 orang fasilitator HKI. Sedangkan Klinik HKI IKM, hingga Agustus 2018, telah memfasilitasi pendaftaran HKI sebanyak 3563 merek, 1224 hak cipta, 16 paten, dan 69 desain produk industri.