Kesantunan yang dibangga-banggakan, semakin lama semakin tampak sampai sekarang hanya sebuah kosmetika belaka yang seakan menghipnotis pada saat masa-masa membutuhkan dukungan. Padahal kesantunan yang ditampakkan tidak sesuai dengan tindakan-tindakan yang ditunjukkan dikehidupan nyata. Para pejabat negara yang telah dipilih oleh masyarakat baik Eksekutif maupun Legislatif. Mereka malah melupakan jasa-jasa masyarakat yang telah memberikan sebuah kekuasaan.
Kekuasaan yang telah diberikan oleh rakyat malah membuat mereka jadi angkuh dan paling menyedihkannya mereka menyebutkan masyarakat itu bodoh, bukan memberikan solusi terbaik yang menguntungkan masyarakat. Padahal PKL tersebut adalah mayoritas masyarakat ekonomi menengah kebawah membutuhkan pertolongan untuk melangsungkan kehidupan bersama keluarganya.
Tersiarnya kabar adanya dugaan pengutipan restribusi tidak resmi yang akrab disebut Pungutan Liar (Pungli). Oknum-oknum yang belum diketahui siapa pelakunya tersebut memeras dengan alasan restribusi sewa-menyewa penggunaan trotoar yang berada dipinggiran jalan wilayah Tanah Abang Provinsi DKI. Jakarta. Sampai saat ini belum ada pelaku yang dapat mempertanggungjawabkan tentang informasi Pungli yang berseliweran ini.
Bukan kejadian yang mengejutkan sebenarnya mendengar informasi yang beredar ini. Hampir disetiap daerah para pedagang yang tidak memiliki modal untuk menyewa lapak kios resmi untuk berdagang harus terjebak dalam kejamnya kehidupan, mereka terpaksa berdagang di pinggiran jalan yang secara aturan adalah untuk kepentingan umum tidak dapat dikomersialkan oleh siapapun dan lembaga apapun.
Pengawasan kurang ketat dan sanksi tidak tegas menjadikan celah ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bermoral dan tidak berhati nurani. Sering kita mendengar karena tidak tahan akan tekanan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang perasaan jago dan merasa penguasa. Akhirnya para pedagang gelap mata dan melakukan tindakan-tindakan spontan yang melanggar hukum dengan menganiaya bahkan menghilangkan nyawa para pemeras tersebut.
Ironis sekali kondisi yang dirasakan masyarakat untuk mengais rezeki dari berdagang di tempat-tempat umum. PKL ibarat maju kena mundur kena, karena harus menjadi korban pemerasan dengan mengatasnamakan uang sewa-menyewa lapak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan selalu menjadi korban atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang menggerakkan aparat Satpol PP untuk melakukan penertiban.
Berikut petikan berita yang jadi rujukan penulis :
Lulung menyebut bodoh jika ada pedagang kaki lima yang mau membayar sewa trotoar di Tanah Abang.
“Bodoh aja yang mau bayar sewa. Kecuali di tempat-tempat yang sudah jelas. Masa kayak gitu disewain juga sih,” ujar Lulung saat ditemui di gedung DPRD DKI, Rabu (15/11).
Lulung mengaku telah melakukan investigasi dan tak menemukan praktik sewa trotoar di Tanah Abang. Ia memastikan, jika ada pedagang yang mencari tempat untuk berjualan akan dibantu pihak pengelola.
“Saya sudah investigasi kemarin, enggak ada tuh yang sewa menyewa,” katanya.
Melihat realitas sosial ekonomi yang terjadi saat ini, selayaknya pemerintah memberikan solusi penyelesaian yang menguntungkan semua pihak baik pemerintah, masyarakat umum, ataupun masyarakat yang berdagang di wilayah tersebut. Karena ekonomi yang saat ini sedang sulit bila tidak melakukan kegiatan berdagang maka akan menjadi pengangguran.
Menurut pendapat penulis solusinya adalah memberikan lokasi baru yang strategis dan banyak pembeli yang akan berkunjung. Misalnya melakukan kerjasama dengan pihak supermarket ataupun Mall yang banyak berdiri di ibukota. Kerjasama yang penulis maksudkan agar pihak pengusaha tempat perbelanjaan menyewakan dengan harga murah ataupun bila memungkinkan disubsidi oleh pemerintah.
Masukan kedua yang penulis rekomendasikan adalah menata ulang kembali trotoar-trotoar yang ada yang dipinggiran jalan. Dengan membuat bangunan kios seperti jembatan diatas trotoar, jadi diatas jembatan tersebut dibuat kios dan dibawah tetap bisa dipakai untuk masyarakat umum yang berjalan kaki untuk melintas. Dampak positipnya bagi pengguna trotoar tidak merasakan langsung teriknya matahari dan kios tersebut dapat menambah pendapatan daerah.
Pedagang Kaki Lima tersebut memiliki peranan positip bagi perkembangan ekonomi bangsa ini. Ditengah himpitan permasalahan ekonomi secara global yang lesu, para pedagang berkontribusi menggerakkan ekonomi di akar rumput. Sehingga pondasi ekonomi negeri ini tetap terjaga, walaupun goncangan yang sangat kencang terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi masalah ini sudah mendunia.
Menurut penulis permasalahan ini tidak hanya pemerintah Provinsi yang dapat menyelesaikannya. Pemerintah Provinsi dapat melakukan koordinasi dengan pemerintahan pusat yakni kementerian terkait seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Kementerian ini menurut penulis sampai ini hasil kerjanya masih belum tampak secara maksimal.
Semoga artikel ini dibaca oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam penyelesaian masalah. Penulis sebagai masyarakat umum yang tidak memiliki pengaruh apapun di negara ini hanya mampu memberi masukan ataupun kritikan melalui tulisan-tulisan dengan harapan dapat bermanfaat untuk kepentingan bersama.
Begitulah kira-kira,
Sumber :
http://www.solopos.com/2017/08/18/pungli-pedagang-pasar-kanjengan-semarang-dianggap-pemerasan-844028
Bagi sahabat yang ingin membaca artikel lainnya yang telah penulis publish. Silahkan membuka link dibawah ini :
https://www.Indovoices.com/author/suwandipoerba/