
Bingung…bingung.. aku bingung….
Demikian penggalan sebuah lagu. Ini bukan tentang kebingungan memilih salah satu wanita seperti makna lagu tersebut. Tapi sebuah kebingungan yang harus dirasakan sebagian masyarakat DKI, khusunya, dan masyarakat luar DKI yang memperhatikan kondisi perkembangan DKI. Bagaimana tidak, selain program-program mereka yang mengambang, tidak jelas dan membuat bingung, gaya komunikasi mereka membuat masyarakat tambah bingung. Sehingga program dan gaya komunikasi Anies-Sandi selaras, sama-sama membuat bingung. Ini adalah paket komplet, tidak tanggung-tanggung atau setengah-setengah. Coba perhatikan transkrip ucapan Sandi mengenai jalan MH Thamrin agar tidak macet (https://goo.gl/xvQVBN)
“kita harus mengembalikan AKSESBELITAS eee walaupun dalam eee sebuah BALUTAN yang eee betul-betul tertib nah ini yang lagi dikaji eee supaya kita tidak perlu OVER SPEKULASI kita tunggu desainnya karena sekarang eee desainernya dan BI NARTI bahwa eee koordinasi bina marga lagi mencoba menata eee dan mempresentasikan kepada kita bentuk desainnya yang bisa menghadirkan KEBERADILAN yang buat eee pengemudi kendaraan”
Selain itu, ada juga ucapan Sandi mengenai yang punya uang untuk membantu meringankan kemacetan di Jakarta (https://goo.gl/UcY9LT)
Masih ingat dengan gaya bicara vickinisasi, maka gaya bicara Sandi seperti vickinisasi. Saya tidak tahu dimana Sandi belajar bahasa seperti itu. Kata-katanya sangat membingungkan. Masuk gaya bicara pasaran atau sehari-hari pun tidak. Perhatikan kembali kata-kata yang ditulis kapital dan kata-kata “eee” serta kaitannya antar-kata dalam kalimatnya. Diksinya kacau balau. Mungkin maksud hati supaya terlihat expert tapi nyatanya menjadi bahan tertawaan. Barangkali Sandi tak mampu lagi membayar pakar gaya bicara agar dia bisa berbicara dengan baik dihadapan publik karena uangnya terkuras untuk kampanye. Atau tak ada yang mau dan berminat mengajari Sandi.
Lain Sandi, lain Anies. Kita sudah sangat mengetahui gaya bicaranya. Retorika-retorika belaka selalu dilontarkan. Sekalipun retorika juga penting, untuk Anies ini, retorika akan selamanya jadi retorika. Masyarakat DKI akan terus diberi impian dan harapan-harapan. Dan itu tetap hanya impian dan harapan. Kalau retorikanya dieksekusi, sulit untuk dilakukan didunia nyata.
Anggota dewan yang duduk disinggasana pun bingung dengan program Anies-Sandi. Apalagi saya yang hanya kelas teri, tidak sanggup untuk memahami program-program Anies-Sandi ini. Barangkali IQ saya sangat rendah. Seperti yang diberitakan jpnn.com (12/11/2017), Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI William Yani menyebutkan bahwa program-program itu harus jelas, jangan semuanya mengambang.
Lihatlah program rumah lapis yang disebutkan anies -mungkin karena mengidam kue lapis, makanya “rumah susun” disebut rumah lapis. Anies menyebutkan bahwa konsepnya rumah susun dan rumah lapis adalah bahasa teknisnya. Sementara Sandi menyebutkan rumah itu lapis 1, lapis 2, lapis 3 (https://goo.gl/zfM1qW). Jadi, mirip kue lapislah, lapisannya tidak banyak-banyak. Ini hanyalah soal terminologi, ya, terminologi. Para pembaca sekalian harap sediakan KBBI dan kamus bahasa inggris di smartphone/laptop/PC Anda untuk memahami bahasa mereka. Saya sudah. Kalau terang-terangan mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud rumah lapis memang rumah susun itu sendiri, mau ditaruh kemana wajah mereka ?
Yang tidak kalah membingunkan dari rumah lapis, yaitu program rumah DP nol persen. Bahkan sampai BI berkomentar mengenai program ini karena akan sulit direalisasikan dan melanggar peraturan yang ada. Seiring berjalan waktu, dirubah menjadi rumah DP nol rupiah. Tidak tahu apakah kedepannya berubah lagi atau tidak, hanya mereka yang tahu dan Tuhan.
Selain itu, ada program transportasi terintegrasi dengan biaya Rp 5.000 kemana saja. Belum ada kejelasan detail-detail program ini seperti apa penerapannya. Misalnya, penggunaan sistem pembayarannya, cash atau secara elektronik. Tidak itu saja, trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki mau difungsikan untuk kegiatan budaya. Dan yang terbaru Anies hendak menertibkan, bukan menggusur ya, bangunan liar dibantaran-bantaran sungai. Itulah beberapa contoh program Anies-Sandi yang membuat publik bingung dan bertanya-tanya. Masih banyak lagi programnya yang membingungkan dan dipertanyakan.
Inilah pemimpin yang hanya sibuk bicara dan berpidato membuat publik bingung dan meluncurkan program-program yang tidak realistis. Bolak-balik klarifikasi program karena memang programnya tidak jelas. Tapi begini, sedari awal sejak pencalonan hingga kampanye (tidak perlu dilihat sampai setelah menjabat) sudah dapat diperkirakan bagaimana kemungkinan realisasi program Anies-Sandi. Bukan mau menyombongkan diri sebagai orang yang sering menggunakan dua hal berikut ini. Barangkali Anies-Sandi dan timnya tidak mengerti Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan membuat program yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time) -silakan digoogling artinya. Kira-kira kalau mereka ditanya, mengerti atau tidak ya ? Apa yang terjadi saat ini bukan suatu keheranan dan “disesali”. Ini adalah hasil ketidaksiapan untuk memimpin dan hanya getol untuk berkuasa saja. Tidak hanya itu, menjadi boneka dan perpanjangan tangan yang berada dibelakang mereka.
Masih ada waktu bagi Anies-Sandi untuk memperjelas dan menyusun langkah konkret program-programnya. Jika memang mau membuat DKI Jakarta lebih baik. Tapi menurut saya ahh…sudahlah. Memperbaiki komunikasi agar tidak membuat publik bingung dan bertanya-tanya. Stop membual dan membawa publik terbuai. Jangan vickinisasi apalagi over vickinisasi. Lakukan kerja nyata.
Warga DKI yang menginginkan kerja nyata harus terus mengawal kinerja pemerintahan Anies-Sandi. Paket komplet sudah didepan mata dan sedang bekerja. Program dan gaya bicaranya sama-sama membingungkan.
Salam eee bingung eee….
*Silakan baca tulisan lain Kelas Teri https://goo.gl/H4H9Cc