Ada hal yang unik mencermati tingkah laku capres dan cawapres dari kubu oposisi menjelang pilpres 2019 ini. Bisa jadi karena elektabilitas di berbagai survey hanya menempatkan pasangan Capres Cawapres, Prabowo dan Sandiaga Uno di kisaran 30 persen mentok dan tidak naik-naik. Hal ini membuat timsesnya pun harus meramu berbagai strategi dengan tujuan mengerek popularitas pasangan tersebut.
Salah satu diantaranya adalah menyamakan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dengan pahlawan nasional Jenderal Sudirman dan Mohammad Hatta.
Untuk Prabowo sendiri sebenarnya bukan pertama kalinya dimirip-miripkan dengan tokoh dunia baik dari dalam maupun luar negeri. Tentu kita masih ingat beberapa bulan lalu beredar foto Prabowo yang diarak dengan perut buncit dan bertelanjang dada yang dikatakan lebih heroik dan lebih gagah dari Vladimir Putin oleh para pendukungnya. Saya sendiri bingung, gagahnya di sebelah mananya, kalau lebih buncit sih iya.
Apalagi kalau kita tarik ke belakang lagi, saat pilpres 2014 yang lalu, Prabowo Subianto yang meskipun mengidolakan Deng XiaoPing. Namun diketahui selalu mengenakan pakaian ala presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yakni kemeja berkantung banyak. Prabowo juga kerap mengenakan peci berwarna hitam seperti yang digunakan Soekarno.
Bahkan saat berpidato di pilpres 2014 tersebut pun, mikrofonnya sengaja dipilihkan yang mirip dengan yang sering dipakai Soekarno kala berorasi yakni mikrofon merek Shure tipe 55 yang berjejer di podium
(http://news.metrotvnews.com/read/2014/03/25/222851/sampai-mikrofon-ala-bung-karno-prabowo-tiru)
Ternyata, gaya Prabowo ketika itu tak luput dari perhatian Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang tak lain adalah putri dari Soekarno. Megawati melontarkan kritik kepada Prabowo yang berusaha menyamai penampilan dan gaya ayahnya.
“Lha ngopo yo, kok niru-niru bapakku? Lha apa tidak punya bapak sendiri?” kata Megawati saat memberikan pengarahan kepada ribuan kader dan simpatisan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Alun-alun Bung Karno, Ungaran, Jumat 4 Juli 2014.
(https://www.viva.co.id/arsip/518543-megawati-pak-prabowo-itu-ngopo-to-niru-niru-bapakku)
Kalau menurut saya, bukan karena Prabowo tidak punya bapak. Bisa jadi dia malu karena Bapaknya pernah terlibat pemberontakan PRRI. Toh tidak ada yang bisa dibanggakan dari seorang Bapak bekas pemberontak.
Jadi keliru bila ada anggapan bahwa baru Sandiaga Uno lah orang pertama kena damprat cucu Muhammad Hatta, Gustika Jusuf Hatta. Faktanya Prabowo juga sudah pernah disindir duluan oleh putri proklamator RI tersebut. Namun karena dasarnya muka tembok dan tidak punya kemaluan (red. rasa malu) lagi, aksi meniru tersebut pun dilanjutkan hingga sekarang.
Nah berbicara soal pasangan cawapresnya, kali ini yang menganggap Sandiaga mirip dengan Muhammad Hatta adalah dari timsesnya sendiri. Sontak anggapan tersebut menuai protes dari Gustika Jusuf Hatta yang merupakan cucu pahlawan Proklamator Indonesia, Muhammad Hatta.
“Untuk orang yg kesabarannya minus kyk gue gini denger kakek gue disamain sama sandiaga uno rasanya mau muntah. every. single. time. waktu pilpres. why. cant. you find. your own fucking voice,” tulis Gustika.
“Hatta is hatta, you is you. i am a hatta, but i ain’t bung hatta. anj*ng,” sambung Gustika.
Jlebbb.. nusuk ke ulu hati, emang enak didamprat seperti itu?
Lagian saya juga heran dengan kelompok oposisi yang suka sekali memirip-miripkan diri dengan tokoh tertentu. Bagi saya hal seperti itu hanya menandakan pihak oposisi yang krisis percaya diri. Sekaligus merupakan pelecehan terhadap tokoh pahlawan itu sendiri.
Baik Soekarno, Jenderal Sudirman maupun Muhammad Hatta adalah putra terbaik bangsa di masanya. Mereka berjuang membebaskan Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Dan yang jelas mereka tidak pernah mau menjadi tunggangan kaum radikalis brengsek semacam HTI, yang sudah jelas-jelas statusnya merupakan organisasi terlarang seperti PKI.
Sementara Prabowo-Sandi, apa yang mereka perjuangkan? Selain hanya ambisi politik mereka untuk duduk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Bahkan demi mengais suara, mereka berani menggadaikan rasa nasionalismenya dengan menggandeng kelompok yang ingin mengganti Pancasila dan UUD45.
Kenapa tidak berusaha menjadi diri sendiri? “Hatta is Hatta. You is You”, demikian kata Gustika, jadi wajar bila Gustika merasa marah, apalagi mengingat itu adalah kakeknya. Jangankan Gustika, saya saja yang orang biasa dan tidak punya hubungan keluarga dengan Bung Hatta pun marah kalau ada orang sontoloyo yang menggunakan rambut petai, pakai lipgloss, suka memperagakan jurus bangau, nelepon pakai tempe dan suka bertingkah kebanci-bancian lantas diakui oleh kawan sesama orang gilanya sebagai bagian baru dari Bung Hatta.
Jauh berbeda bila kita bandingkan dengan Jokowi. Beliau tidak pernah memirip-miripkan diri dengan salah satu tokoh tertentu. Walaupun pernah ada kader salah satu partai yang menganggap Jokowi mirip dengan tokoh tertentu yang mana saya juga tidak setuju.
Namun Jokowi tetaplah mampu menjadi dirinya sendiri, mampu menunjukkan eksitensinya melalui hasil kerja yang dilakukannya tanpa harus menjadi orang lain. Dan terbukti banyak kepala daerah yang berbondong-bondong memberikan dukungan kepada dirinya karena merasa puas terhadap hasil kerjanya. Itulah ciri-ciri seorang pemimpin sejati yang sesungguhnya.
Emas adalah emas, demikian yang sering kita dengar, meskipun dilempar ke dalam lumpur, dibakar, dilelehkan dan dibentuk kembali, tidak mengurangi kadarnya. Sama seperti Jokowi yang terus-menerus dibenci, difitnah, dihujat, dilecehkan, tidak pernah mampu menggerus rasa optimismenya, semangatnya untuk terus membawa kemajuan bagi bangsa ini.
Berbeda dengan kotoran yang meskipun bentuk dan warnanya dimirip-miripkan semirip mungkin seperti emas, namun baunya tetap tidak bisa menutupi bahwa sejatinya itu tetaplah kotoran dan bukan emas. Sama seperti kotoran yang membawa bakteri, sumber penyakit dan sebagainya. Demikian juga dirinya membawa rasa pesimisme, rasa takut, teror dan bayangan suram. Apa ada, sebuah negara bisa maju bila model pemimpinnya seperti itu?
Pada akhirnya kita sendiri yang harus memutuskan. Apakah mengulangi kebodohan saat pilkada DKI 2017 yang lalu dengan membuang emas dan memilih kotoran? Atau belajar dari kesalahan dengan mempertahankan emas yang sudah terbukti kemurniannya. Kalau saya sih sudah memutuskan #Jokowi1xLagi. Bagaimana dengan Anda?