“Penduduk kita sekarang sudah 260 juta, dan kita ini diberkati oleh Tuhan dengan keberagaman, perbedaan-perbedaan, warna-warni,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada Pembukaan Pertemuan Pimpinan Gereja dan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Agama Kristen Seluruh Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/10) sore.
Sebetulnya, lanjut Kepala Negara, sudah selesai, masalah kebhinnekaan itu sudah rampung, selesai. Enggak pernah ada yang mempermasalahkan karena sudah kesepakatan para founding fathers, para pendiri bangsa ini.
“Yang menilai kan dari luar. Nilainya kita ini A lho. Itu kalau di perguruan tinggi, apa itu, cumlaude,” ujar Kepala Negara.
Tapi, gara-gara pemilihan kepala daerah (Pilkada), pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden (Pilpres), dari urusan politik yang sebetulnya setiap 5 tahun itu pasti ada, menurut Kepala Negara, dipakailah yang namanya cara-cara politik yang tidak beradab, yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia.
Cara-cara itu adalah politik adu domba, cara –cara politik yang memfitnah, cara-cara politik yang memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan, dihalalkan. Sehingga, muncul kalau sedikit masalah yang sebetulnya sudah berpuluh tahun tidak pernah ada masalah.
Menurut Presiden Jokowi, kita ini menjadi sering panas ini hanya gara-gara itu, ada yang manas-manasi, ada yang ngeompor-ngompori untuk urusan pilihan bupati, pilhan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden.
“Coba, pilihan presiden sudah 4 tahun masih bawa-bawa,” ujar Presiden Jokowi.
Adu Program
Untuk itu, Kepala Negara mengaku sudah sering menyampaikan kepada masyarakat, kalau ada pilihan bupati, pilihan gubernur, pilihan wali kota, pilihan presiden ya sudah lihat mereka, programnya apa, rekam jejaknya seperti apa, prestasinya apa. Sehingga setiap kontestasi politik itu mestinya ada program, adu ide, adu gagasan, adu prestasi, adu rekam jejak.
“Bukan adu fitnah, bukan saling mencela, bukan adu hoax, bukan. Itu akan memuncurkan kita ke belakang. Tidak mematangkan dalam kita berdemokrasi, tidak mendewasakan kita dalam berdemokrasi,” tutur Kepala Negara.
Presiden Jokowi menilai, inilah kembali lagi fungsi tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat untuk terus memberitahukan kepada umatnya kepada jamaahnya agar sadar betul bahwa negara ini negara besar dengan keberagaman, dengan perbedaan-perbedaan yang juga sangat besar.
“Oleh sebab itu, saya selalu sampaikan marilah kita jaga, kita rawat, kita pelihara bersama-sama yang namanya persatuan, kerukunan, persaudaraan di antara kita. Ya memang nyatanya kita beda-beda,” terang Presiden Jokowi.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menristekdikti M. Nasir, Ketua Umum PGI Henriette Hutabarat-Lebang, pimpinan gereja, pimpinan sinode dari seluruh tanah air, dan seluruh rektor dan ketua perguruan tinggi kristen dari seluruh tanah air. (FID/JAY/ES)