Berdasarkan hasil riset terbaru Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menunjukkan 43,88 persen dari total 1.859 pelajar dan mahasiswa dikategorikan intoleran. Jadi dari angka tersebut, sekitar 816 orang intoleran. Dari data 1.859 tersebut 6,56 terindikasi radikal.
Ada 3 hal yang dilihat penyebab hal tersebut, yaitu pendidikan, sumber pengetahuan agama, dan persepsi tentang kinerja pemerintah. Ketiga hal ini tentu saja sangat dekat dengan kehidupan siswa dan mahasiswa.
Mungkin hal ini ada indikasi dari kejadian Pilkada DKI tahun 2017. Yang melakukan riset berkedudukan di Jakarta. Kemungkinan besar orang-orang yang disurvey juga berdomisili di Jakarta. Tetapi di balik itu, Jakarta merupakan salah satu tolak ukur kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu Jakarta merupakan ibukota wilayah NKRI.
Angka tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai sumber yang dapat menyebutkan mewakili keseluruhan masyarakat Indonesia yang berjumlah kurang lebih 250 juta jiwa. Bahkan angka tersebut tidak mendekati di angka 0,0001 %, jika kita ambil persentase keseluruhan rakyat Indonesia.
Tetapi hal ini bisa memberikan kepada kita sedikit gambaran, tentang kondisi pola pikir masyarakat muda atau generasi muda Indonesia. Angka yang cukup menggangu dan ketakutan mengikuti. Apalagi radikalisme yang menjadi musuh yang menakutkan bagi bangsa Indonesia, sudah merasuki siswa dan mahasiswa.
Mungkin kita bisa bertanya. Ada apa dengan sistem pendidikan kita? Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa saja yang diajarkan di sekolah? Bagaimana kondisi bangsaku 20 tahun, 30 tahun, bahkan 50 tahun kedepan?
Mungkin akan banyak pertanyaan yang dapat kita sampaikan. Yang menjadi target pertanyaan adalah lembaga pemerintah khususnya yang menangani pendidikan dan kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejauh ini telah memberikan banyak cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi dalam pembentukan pola pikir siswa dan mahasiswa juga menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kita juga sebagai masyarakat, juga memiliki peran penting dalam pembentukan manusia Indonesia ke depan. Pembentukan pola pikir manusia tidak berlangsung dalam tempo waktu yang singkat. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab. Apa yang ditanamkan, apa yang didengarkan, dan apa yang di lihat juga menjadi faktor pola pikir manusia.
Jika kita melihat lebih dalam, sangat disayangkan pola pikir intoleran dan radikal terjadi di kalangan pelajar. Seharusnya mereka fokus pada apa yang ada di hadapan mereka. Pendidikan seharusnya membentuk siswa dan mahasiswa menjadi manusia yang melihat manusia secara utuh. Bukan melihat manusia dengan apa yang ada di belakangnya.
Jika hal ini dilakukan maka akan memunculkan sikap diluar kendali manusia itu sendiri. Pola pikir lingkungan akan dengan mudah mempengaruhi. Jadi hal yang wajar jika radikalisme masuk ke dalam pola pikir siswa.
Salah satu yang menjadi indikator survey adalah ketidaksenangan akan kinerja pemerintah. Masyarakat Indonesia memang sangat menuntut kesempurnaan dari kinerja pemerintah. Hasil dari kinerja pemerintah memang selalu menjadi acuan terhadap kehidupan masyarakat. Tuntutan ini memiliki alasan yang kuat. Karena sumber dana pemerintah berasal dari rakyat. Jikalau pemerintah mengelak dari hal ini, maka akan menimbulkan semangat ketidakpercayaan.
Ketika membicarakan pendidikan agama di sekolah. Ini mereupakan hal yang sangat sensitif. Banyak pengamat yang mengatakan, sumber dari tindakan intoleransi ada dari guru-guru yang tidak mengajarkan kaidah agama dengan benar. Banyak guru yang terindikasi pemikiran intoleran. Bukti yang sangat nyata adalah nyanyian anak-anak pada saat pawai obor di Jakarta beberapa waktu lalu. Mereka dengan lantang meneriakkan “b##uh A#ok”. Darimana kalimat ini mereka peroleh?
Kita bisa beralasan, mungkin telah masuk penyusup. Ahhh…. guru-gurukan ada yang mengawasi. Mengapa mereka melakukan hal demikian.
Pendangan untuk meluruskan pola pikir siswa dan mahasiswa tentang bahaya intoleran dan radikalisme harus dilakukan sejak dini. Pertimbangan yang matang harus dipikirkan untuk mencari solusi, agar paham radikalisme yang telah menjamur, bisa dihentikan secepatnya.
Kita sangat merindukan akan kehidupan manusia Indonesia yang aman dan sejahtera. Kehidupan yang saling berdampingan tanpa melihat apa yang ada di belakang. Sehingga bangsa Indonesia bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah memikirkan bagaimana cara untuk bisa mencapai planet Mars.
Begitulah….