Sepi Peminat itulah salah satu alasan, Google yang akan menutup Layanan Google Plus. Bukan sekarang, bukan tahin ini, tapi tahun depan. Nama besar Google di ranah industri teknologi ternyata tidak menjamin produk buatannya akan disukai oleh banyak orang.
Begitu juga dengan layanan media sosial besutan raksasa teknologi ini. Medsos buatan mereka, Google Plus (G+) dikabarkan rencananya akan ditutup tahun depan, penutupan ini disebabkan karena sepinya peminat yang tertarik menggunakan layanan Google Plus.
Malansir dari laman blog resmi mereka, keputusan untuk menghentikan layanan Google Plus ini di bilang cukup mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, walauoun didukung dengan teknologi yang dimiliki oleh Google serta promosi yang intens, tak lantas membuat G+ bisa bersaing dengan media sosial lainnya.
Pihak Google sendiri blak-blakan mengungkapkan kondisi G+ saat ini. Dalam pernyatannya, pihak Google menyebut jika rata-rata 90 persen sesi pengguna dari Google Plus adalah kurang dari 5 detik setiap kali kunjungan. Itu berarti, pengguna hanya membuka sepintas, lalu menutup kembali layanan G+ tanpa melihat keseluruhan isi timeline.
Hal itu, berbanding terbalik dengan platformmedia sosial kompetitor lainnya, sebut saja misalnya facebook. Sosial media besutan Mark Zuckerberg ini, telah menyedot perhatian pengguna dengan rata-rata pengguna menghabiskan waktu sekitar 35 menit setiap harinya.
Kendati demikian, ternyata alasan utama dibalik akan tutupnya layanan Google Plus yang paling mendasar adalah tentang isu keamanan yang sedang mendera layanan mereka. Masih mengutip dari pernyataan mereka di laman blognya, pihak Google menemukan kerentanan atau celah keamanan pada layanan G+.
Celah keamanan atau bug tersebut terdapat pada salah satu API (Application Programming Interface) milik Google+, dimana celah tersebut memungkinkan pengembang aplikasi pihak ketiga untuk mengakses data untuk lebih dari 500.000 pengguna, termasuk nama pengguna, alamat email, pekerjaan, tanggal lahir, foto profil, dan beberapa informasi sensitif lainnya.
Namun, pihak Google sendiri memastikan kepada penggunanya saat ini bahwa pihaknya tidak menemukan bukti yang valid bahwa pengembang atau pihak lain sudah mengetahui bug ini, atau bahwa data profil dan informasi dari pengguna layanan G+ terkait telah disalahgunakan oleh salah satu dari 438 pengembang yang memiliki akses kedalam API mereka.
Oleh karenanya, dengan adanya isu keamanan yang cukup berbahaya tersebut, ditambah lagi dengan sepinya minat pengguna untuk menggunakan layanana mereka, pihak Google akhirnya memutuskan untuk menutup dan menghentikan layanan Google Plus pada Agustus 2019 mendatang.
Penjelasan lebih lengkap bisa dibaca langsung dari situs resmi mereka melalui link di bawah ini
https://www.blog.google/technology/safety-security/project-strobe/
Tutupnya G+ bukanlah menjadi aplikasi medsos pertama yang harus gulung tikar, sebelumnya kompetitor G+ yakni Path, sudah masuk ke keranjang sampah terlebih dahulu alias tutup, tahun ini, bulan kemarin, tanggal 21 September 2018.
Lantas bagaimana dengan medsos terpoluler dunia saat ini, yakni Facebook?. Meskipun pengguna menghabiskan waktu lebih lama di Facebook daripada G+. Namun kabar kurang menggembirakan juga dialami oleh Facebook. Disebutkan pertumbuhan pengguna baru Facebook dilaporkan melambat. Pengguna bulanan Facebook yang mencapai 2,23 miliar–hanya naik 1,54 persen–jauh lebih lambat dari Q1 sebesar 3,14 persen.
Sedangkan pengguna aktif harian menembus angka 1,47 miliar, naik sangat rendah yaitu 1,44 persen persen dibandingkan dengan Q1 yang mencapai 3,42 persen.
Lambatnya pertumbuhan yang hanya mencapai angka 1,44 persen tersebut mengalahkan rekor sebelumnya, dimana tercatat pertumbuhan pengguna harian paling lambat di Facebook adalah 2,18 persen pada Q4 2017.
Bahkan perlambatan itu juga ikut mempengaruhi pendapatan perusahaan. Saham Facebook pun anjlok hingga 22 persen karena investor khawatir soal pertumbuhan yang lambat dan dampak dari masalah privasi pada bisnis perusahaan.
Facebook juga mengumumkan bahwa pertumbuhan pendapatan perusahaan akan melambat di paruh kedua tahun ini dan pengeluaran bakal meningkat lebih cepat ketimbang pendapatan tahun depan.
Sedangkan total pengeluaran Facebook pada Q2 malah melonjak menjadi US$ 7,4 miliar atau sekitar Rp 107 triliun, artinya naik 50 persen dibandingkan tahun lalu.
“Tingkat pertumbuhan total pendapatan kami akan terus berkurang pada paruh kedua 2018, dan kami berharap tingkat pertumbuhan pendapatan kami hanya menurun dengan persentase satu digit dari kuartal sebelumnya secara berurutan di Q3 dan Q4,” kata kepala keuangan David Wehner.
Wehner menyebut pengeluaran diperkirakan akan melonjak, dari 50 persen menjadi 60 persen dibandingkan dengan tahun lalu karena perusahaan berinvestasi untuk keamanan, pemasaran, dan akuisisi konten.
Menurunnya pendapatan perusahaan juga berimbas pada kekayaan Mark Zuckerberg, yang merupakan Founder sekaligus CEO Facebook.
Harta Zuckerberg dikabarkan mengalami penurunan setelah penutupan saham pada Rabu, 25 Juli 2018. Menurut bursa saham, nilai saham Facebook disebut-sebut mengalami penurunan hingga lebih dari 16 persen di bursa saham New York.
Gara-gara hal ini, laman Forbes pada Jumat 27 Juli 2018 yang lalu menyebutkan, kekayaan Zuckerberg terjun bebas sebanyak US$ 18,8 miliar atau setara Rp 272 triliun.
Parahnya, penurunan jumlah harta Zuckerberg ini terjadi hanya dalam waktu dua jam.
Sekadar diketahui, pada pukul 17.30 waktu New York, saham Facebook turun 16 persen ke angka US$ 181,89 per lembarnya. Dalam waktu singkat, yakni pukul 17.48, saham Facebook turun lagi ke angka US$ 167 per lembar.
Hal inilah yang membuat nilai kekayaan bosFacebook langsung meluncur turun dari angka Rp 1.191 triliun ke angka US$ 63,6 miliar atau setara Rp 919 triliun.
Gara-gara nilai kekayaannya turun drastis, Zuckerberg yang tadinya merupakan orang terkaya nomor empat harus merelakan posisinya. Forbes Real-Time Rangkings mencatat, kini posisi Zuck menjadi orang terkaya nomor delapan di dunia atau turun empat urutan.
Walaupun menghadapi perlambatan tingkat pertumbuhan, serta meningkat tajamnya biaya yang harus dikeluarkan. Namun sepertinya Facebook masih akan bertahan dan belum ada tanda-tanda akan gulung tikar seperti G+. Jadi pembaca tidak perlu merasa khawatir setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.
Malah bisa jadi tutupnya G+ dapat menjadi berkah tersembunyi bagi Facebook, dimana bekas pengguna G+ akan beralih menjadi pengguna Facebook. Meskipun jumlahnya tidak signifikan, namun lumayanlah buat menambah nol koma sekian persen ke jumlah total pemakai Facebook yang sudah ada selama ini.