Sosial Media atau yang biasa disingkat dengan sosmed sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup kita di zaman now. Hampir setiap orang yang kita kenal yang berusia 15-50 tahun pasti memiliki akun sosmed, ada yang hanya punya satu atau dua akun, namun tak jarang juga yang memiliki 8 sampai 10 akun.
Salah satu Sosial media yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah Facebook. Di Indonesia sendiri, pemakai Facebook telah mencapai angka 111 juta dan peringkat ke empat dunia dengan pertumbuhan yang terus meningkat.
Untuk Jakarta sendiri, menduduki peringkat 3 dunia, setelah Bangkok dan Dhaka dengan pengguna mencapai 22 juta yang bila diasumsikan penduduk Jakarta adalah 10 juta, tanpa memandang usia, berarti setiap orangnya punya dua atau lebih akun Facebook.
Dengan jumlah yang sedemikian banyaknya, selain merupakan potensi, juga menyebabkan kerentanan dimana berita berita hoax sangat mudah tersebar dengan cepat. Berita yang baru diposting, sejam dua jam kemudian bisa menjadi perbincangan hangat di dunia maya, apalagi bila berita berita tersebut bersifat kontroversial atau sensasional. Tak heran ketika Jasriadi sebagai pemimpin Seracen yang memiliki 800 ribu akun sosmed tertangkap, dunia maya sepi sejenak dari berita berita Hoax tersebut.
Pilkada DKI yang dijuluki pilkada paling brutal sepanjang sejarah pilkada Indonesia pun tak luput dari serangan fitnah dan hoax di dunia maya yang ditujukan kepada gubernur petahana Ahok dan wakilnya Djarot. Bahkan pertempuran di dunia maya terasa jauh lebih panas, segala ucapan dan caci maki dilontarkan dengan sangat gamblang, berita berita hoax beredar dengan massif, terstruktur dan sistematis oleh pendukung pihak lawan yang bahkan merembet menjadi persekusi di dunia nyata.
Sementara di pihak pendukung Ahok sendiri, perlawanan juga tak kalah sengitnya dilakukan untuk mengcounter berita berita hoax tersebut walau cukup kewalahan mengingat pada umumnya pendukung Ahok adalah sukarelawan yang berjuang atas dasar idealisme, tidak terorganisasi dengan baik dan tidak terstruktur, berbeda dengan pihak lawan yang memang digaji dan dibayar untuk menyebarkan berita berita hoax secara massif, terstruktur dan sistematis. Kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan yang terorganisir, demikian pepatah mengatakan.
Saat inipun menurut informasi yang dapat dipercaya, salah satu partai sedang memobilisasi kekuatan dan membangun MCA yang akan dipergunakan pada pilpres 2019 guna memfitnah dan menyerang Presiden Jokowi, mereka menginginkan kejadian Pilkada DKI 2017 terulang kembali, tentu dengan skala yang lebih massif dan lebih luas lagi cakupannya, yaitu Indonesia.
Sebelum bergerak lebih jauh, penulis akan membahas sedikit mengenai bagaimana kita mengenali sebuah berita itu berita hoax atau bukan, berdasarkan pengalaman penulis, berikut ciri cirinya.
1. Berita hoax pada umumnya memiliki judul yang bombastis, hiperbola bersifat melebih lebihkan untuk menarik perhatian orang untuk membacanya.
2. Tidak memiliki referensi sehingga sulit terverifikasi dan bila ada pun biasanya referensi yang diambil bukan dari media mainstream, cenderung ke media yang satu halauan dengan mereka.
3. Sering bermuatan fanatisme terhadap suatu ideologi, agama, golongan tertentu
Apa yang harus kita lakukan untuk tidak termakan berita yang kita tidak tahu apakah hoax atau bukan?
1. Jangan mudah percaya, bila Anda mendapatkan atau membaca sebuah berita yang Anda ragukan kebenarannya, jangan langsung dipercaya, waspada, gunakan nalar, logika dan pikiran kita, bacalah dengan teliti.
2. Check referensinya, agar kita bisa tahu dari mana sumber berita tersebut berasal, atau kalau bila memungkinkan, periksa referensi yang dimaksud, karena bisa jadi referensi yang diberikan adalah referensi “bodong” alias palsu, saat kita klik malah tidak muncul atau mengarah ke web yang tidak ada hubungannya sama sekali.
3. Check berita atau kabar tersebut di lebih dari satu media mainstream yang Anda yakini netral, karena biasanya berita mainstream memuat berita yang didasarkan dari fakta walaupun terkadang ada juga media mainstream yang dimiliki oleh seorang pengusaha cenderung mengeluarkan berita yang condong terhadap pilihan politik si pengusaha tersebut.
Tahukah Anda, kenapa media opini seperti Seword berkali kali digugat dan ingin ditutup namun selalu gagal? Kegagalan tersebut bukan karena media tersebut pro pemerintah atau dibiayai oleh pemerintah, karena ada juga artikel artikel yang mengkritik pemerintah bila dianggap kebijakan pemerintah kurang tepat atau kurang sesuai. Kegagalan tersebut karena para penulisnya memiliki disiplin yang tinggi untuk menulis dengan selalu mencantumkan referensi yang valid, kalau istilah pasarannya “ngomongnya bukan sembarang ngomong, tapi ngomongnya pake data” sehingga tidak ada alasan yang bisa dipergunakan untuk menutup web opini tersebut.
Jadi saat cara cara resmi gagal dipergunakan untuk menutup web tersebut, dipergunakanlah cara cara licik, ibarat “cinta ditolak, dukun bertindak”, serangan Ddos pun dilakukan, bukan satu dua kali, tapi berkali kali dilakukan “dukun” dunia maya oleh pihak yang “iri tanda tak mampu”, namun web tersebut selalu mampu bangkit kembali, bahkan menjadi inspirasi bagi kemunculan Indovoices yang satu visi dan misi, sesuai namanya suara-suara Indonesia, yaitu menyuarakan melalui tulisan bagi orang orang yang menginginkan Indonesia yang lebih baik dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi
Baiklah, kembali ke masalah melawan hoax tersebut. Apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita akan diam dan berpangku tangan?
“Kejahatan menang bukan karena banyaknya orang orang jahat, tapi karena diamnya orang orang baik”.
Kata tersebut tentu tidak asing atau bahkan sering kita dengar. Sudah saatnya kita bergerak, diam bukanlah solusi lagi. Bagi yang punya komputer, manfaatkan komputernya, bagi yang punya gadget, manfaatkan gadgetnya, lakukanlah apa yang saya sebut dengan PROPAGANDA MELAWAN HOAX, sebarkanlah berita berita yang mengandung kebenaran, disusun berdasarkan data yang valid. Manfaatkan medsos kita, gunakanlah untuk menyebarkan hal hal yang positif, yang memajukan, yang menyemangati diri kita, yang menyatukan dan memberikan kebanggaan pada diri kita sebagai Bangsa Indonesia.
Bila anda bertanya, dengan membantu menyebarkannya, apa sih untungnya bagi saya? Bila yang anda maksud adalah keuntungan pribadi atau materi, jawabannya TIDAK ADA, tapi bila yang Anda maksud adalah keuntungan secara luas sebagai rakyat dan orang orang yang mencintai negara ini, maka jawabannya SANGAT BESAR.
Coba Anda bayangkan begini, berita berita Hoax bertebaran dan kita diam saja, cepat atau pasti, banyak masyarakat yang tidak mengerti akan terhasut, menganggap berita berita tersebut sebagai sebuah kebenaran, akibatnya fatal, pergesekan antara golongan masyarakat terjadi, sesama saudara sebangsa terjadi konflik, terjadi keretakan karena perbedaan pandangan, agama dan kepentingan, pergesekan di masyarakat meruncing, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkurang, puncaknya adalah kerusuhan dimana mana, kejadian kerusuhan tahun 98 terulang lagi, bahkan dalam skala yang lebih parah, skenario terburuknya adalah runtuhnya negara Republik Indonesia, terpecah pecah berdasarkan agama, kepentingan, ras, suku dan sebagainya, siapa yang rugi? Kita semua, karena bila sudah sampai seperti itu, korban pasti ada, apakah itu korban jiwa maupun korban harta, bahkan pengorbanan para Pahlawan untuk menyatukan negeri ini menjadi sia sia.
Menurut Anda itu berlebihan? Well, contoh sudah ada. Rwanda hancur karena pergesekan antar suku, jutaaan jadi korban. Suriah, Yaman, Nigeria, Irak dan entah berapa banyak lagi yang bisa kita jadikan contoh hancurnya sebuah negara akibat manusia di negara itu sendiri, akibat fanatisme sempit dan radikalisme dangkal yang diusung oleh kelompok kelompok tersebut.
Pada akhirnya, semua ada di jempol anda, membiarkan semua terjadi hingga saat Anda sadar tapi semuanya telah terlambat, atau mulailah dari sekarang.
Bila Anda mengatakan, percuma share ke kelompok situ, toh anggotanya bebal, gak mungkin sadar. Saya akan bilang begini, Bro and Sis, yang kita tuju bukanlah mereka, yang kita tuju adalah orang orang yang masih “hijau”, mereka yang masih bingung tidak tahu mana berita benar mana berita hoax, yang baru terjun ke dunia maya, yang baru belajar mengenai politik, yang ingin mencari informasi yang benar namun tidak tahu harus cari kemana itulah yang mau kita bimbing.
Pernahkah Anda berpikir, kenapa sih ada kelompok, partai atau apapun itu namanya sengaja bikin hoax dan fitnah, terus disebarin ke dunia maya? Padahal kalau kita yang baca juga kita gak mungkin percaya. Betul, itu kalau menurut Anda. Tapi sadarlah, yang mereka sasar bukan Anda, tapi adalah orang orang yang seperti saya sebutkan tadi, yang masih “hijau”, kalau istilah ABG-nya, yang masih labil dan mencari identitas diri, yang masih “genit-genitnya” berselancar di dunia maya, itulah yang mereka tuju, untuk di Brainwash, untuk disesatkan, untuk dipengaruhi agar dapat menjadi “Zombie” yang bisa mereka kendalikan, itu sebabnya ada orang yang berani melakukan bom bunuh diri, padahal secara logika, kalau ada orang yang suruh saya mati, pasti akan saya jawab, “loe aja yang mati dulu”. Dalam pikiran pikiran “zombie” tersebut, nalar dan logika sudah tidak jalan, bahkan seandainya diiming imingi kalau di surga ada 72 onta yang menunggu mereka untuk ditiduri juga mereka akan terima, yang penting mengikuti perintah.
Masih menganggap apa yang kita lakukan untuk share berita positip itu hal yang remeh dan pekerjaan yang sia sia? Pikirkan lagi….
Ref;
m.liputan6.com/tekno/read/2926217/indonesia-negara-ke-4-dengan-pengguna-facebook-teraktif-di-dunia