Setelah saya perhatikan ada banyak persamaan antara gubernur DKI dan Gubsu yang baru di lantik tanggal 5 September 2018 lalu oleh presiden Jokowi. Mereka bisa dianggap sebagai abang adik walau tidak sama ayah dan ibu yang penting ideologi mrk sama dan nyaris tak ada beda.
Sama-sama jago ngeles, nyinyir, asbun dan menyalahi pemerintahan sebelumnya. Yang kasihannya Pak Anis itu menggantikan Ahok yang udah bekerja maksimal membenahi kota Jakarta yang sudah carut-marut sebelum dia menjabat sehingga sebelum Pak Ahok turun kondisi DKI Jakarta sudah sangat rapi, bersih dan teratur.
Begitu pak Anis gantikan ahok pada tahun 2017 lalu hanya untuk meneruskan yang sudah baik saja, dia tak bisa. Yang ada malah menghancuri apa yg sudah bagus dibuat Pak Ahok. Pak Anis jagonya mutar-mutar kata supaya kelihatan hebat padahal nol besar.
Alhasil warga DKI marah, kecewa dan tertipu atas janji manis yang dia ucapkan saat kampanye lalu. Sudah menjabat 1 tahun sebagai gubernur tak ada 1 program pun yang dia penuhi.
Lain Anis lain pula Pak Edy yang sebagai Gubsu yang baru di lantik.
Baru lagi beberapa hari dilantik, kota Medan dilanda hujan deras selama 3 jam nonstop akhirnya hampir seluruh jalan di kota medan banjir mulai dari 20 – 120 cm dan banyak sekali mobil serta sepeda motor yg mogok. Keesokan harinya pak Edy melakukan konfrensi press dalam pidatonya dia katakan kepada warga Sumut supaya banyak berdoa. Karena dengan banyak berdoa maka ke depan tidak akan banjir lagi?
Nah sampai sini hebat bukan Gubsu yang baru ini?
Bukannya dicarikan solusi bagaimana supaya mengatasi banjir eh malah suruh berdoa.
Emangnya dengan berdoa tanpa tindakan itu bisa?
Mungkin yang bisa jawab ya cuma dirinya.
Beberapa hari pasca banjir datanglah ribuan nelayan berdemo ke kantor Gubsu hanya utk menuntut kepada Gubsu supaya di ijinkan melaut. Di saat orasi tersebut secara tiba-tiba seorang ibu melakukan interupsi, karena merasa terganggu pak Gubsu lalu mengusir ibu dan disuruh pulang. Apakah interupsi itu salah sehingga diusir?
Selang beberapa hari setelah itu terjadilah insiden seorang suporter sepakbola menyalakan suar (flare). Pada saat bersamaan turunlah Pak Edy kesana kebetulan Pak Gubsu ini termasuk Ketum PSSI, untuk mencari tau masalahnya.
Setelah mendengar protes dari suporter tanpa banyak cakap salah seorang dari mereka di tampar oleh Pak Gubsu.
Apakah di benarkan cara yg dilakukan oleh seorang Gubsu dalam menangani masalah?
Apakah harus dengan kekerasan?
Bukankah dengan dialog sudah bisa menyelesaikan masalah.
Nah yang terakhir yang ini tidak kalah serunya. Saat di wawancari via telepon oleh wartawan Kompas perihal rangkap jabatan Gubsu dengan Ketum PSSI dengan ketusnya Pak Gubsu mengatakan kepada wartawan tersebut, “Apa hak anda menanyakan hal ini kepada saya.
Apa kapasitas anda dalam hal ini?”
Luar biasa bukan cara-cara arogan, keras, sombong yang diperlihatkan seorang gubernur kepada rakyatnya dan merasa tidak bersalah setelah dia melakukan semua ini?
Lalu apa yang bisa dia berikan buat warga Sumut 5 tahun ke depan?
Apakah warganya hanya bisa melihat kekerasan yang di perbuat oleh seorang gubernur dan tidak bisa diprotes?
Benar apa kata pepatah berikan seseorang kekuasaan maka kamu akan melihat sifat asli orang tersebut setelah dia berkuasa.
Nah setelah melihat dan menyaksikan adegan konyol yang dibuat oleh dua orang gubernur itu, maka 2019 kita sebagai warga Indonesia jangan sampai tertipu lagi. Karena masa depan negara ini bisa hancur di tangan orang yqng rakus akan kekuasaan dan bisa terancam bubar benaran.
#2019JokowiLagi
#2019JokowiHebat
Penulis: Fedrik