Kalau Sudah Turun Panggung Jadilah Penonton Yang Baik
Sejarah sudah mengajarkan kepada kita banyak pelajaran berharga. Antara lain, bahwa segala sesuatu ada masa keemasannya, namun ketika tiba waktunya akan sirna dan tenggelam. Ada waktunya seseorang naik ke atas panggung sebagai pembicara dan mendapatkan standing applaus dari para hadirin. Tapi bila tiba waktunya, seharusnya tahu diri untuk secara sadar turun dari panggung. Daripada memaksa tetap naik panggung dan kemudian tidak mampu mengontrol diri sehingga dipaksa turun.
Tanpa perlu menyebutkan nama-nama, sudah menjadi rahasia umum bahwa ternyata cukup banyak orang yang tidak mau memetik hikmah dari pelajaran hidup yang dipaparkan oleh sejarah. Walaupun sudah tahu bahwa kemampuan diri sudah tidak lagi memiliki potensi untuk naik panggung tapi masih tetap memaksa diri.
Ketika Berada Dipanggung Bengong dan Tidak Melakukan Apapun
Alangkah lebih terhormat, bilamana usia sudah tidak lagi muda, kemampuan kontrol diri sudah mulai goyah, dengan rendah hati mengundurkan diri dan turun dari panggung.
Ada pula orang yang ketika berada di atas panggung, hanya berdiri bengong dan kasak kusuk melakukan hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagi orang banyak.Tapi ketika sudah turun panggung, malahan berteriak-teriak, kritik sana dan kritik sini. Hal ini menunjukan betapa kerdil jiwa seseorang.
Ironisnya, di saat-saat bangsa Indonesia, mulai dari tukang sapu hingga Presiden larut dalam rasa syukur, karena negeri kita semakin dihargai dunia, malahan bagaikan orang tua nyinyir, berusaha mengecilkan usaha dan keberhasilan yang telah dicapai oleh para atlet kita.
Diera milenial Masih Nyinyir ?
Alangkah eloknya, kita sadar diri, bahwa masa untuk kita sudah berlalu, ketimbang terjadinya gagap tindakan, sehingga harus dipaksa turun. Betapa menyakitkan rasanya, bertugas selama puluhan tahun, dihormati dan dihargai orang banyak, namun pada saat saat menjelang akhir perjalanan hidup, harus mempermalukan diri sendiri .
Betapa bijaknya, bila sejak sedini mungkin, kita sudah mempersiapkan diri, bahwa suatu waktu, kita harus mau dengan rela, turun panggung dan menikmati hidup bersama keluarga. Pelajaran hidup yang amat berharga, namun banyak orang menganggapnya tidak penting, termasuk orang-orang yang selama ini dikenal sebagai tokoh masyarakat atau yang ditokohkan. Belajarlah hidup menjadi manusia yang arif, bahwa tidak ada seseorang yang begitu hebatnya, sehingga tidak ada yang menggantikan. Belajar dari pengalaman orang lain, menghadirkan kearifan dalam memaknai hidup ini. Bahwa ada waktunya kita naik, namun ada waktunya, kita harus turun. Jangan sampai mempermalukan diri sendiri.
‘Jangan lupa, suka atau tidak suka, suatu waktu, kita semua harus turun panggung!
Tjiptadinata Effendi