Beberapa hari yang lalu saya baca berita yang cukup mengejutkan. Tifatul Sembiring, mantan Presiden PKS dan Menteri Komunikasi dan Informatika di Era SBY, jatuh miskin. Berita ini sangat mengejutkan, akh tidak mungkin pikirku. “Hoax kali” begitu respon saya atas kiriman berita di WA dari seorang teman. Karena penasaran saya mencari di Internet berita tersebut. Akhirnya saya menemukan berita tersebut dan memastikan itu bukan hoax dengan banyaknya media mainstream memuat berita tersebut.
Begini keluhan Tifatul Sembiring:
“Banyak keluhan itu tarif listrik naik, harga bahan bakar naik, harga-harga juga sudah naik, terutama telur. Ya saya makan apa, telur ceplok saja sekarang enggak berani,”- Tifatul Sembiring
Waduh semiskin itukah Tifattul Sembiring? Lah “tabungannya” sewaktu menjabat Presiden PKS dan MENKOMINFO di era SBY kemana? Apa sudah ludes? Wah saya langsung terpikir menggalang dana #KoinUntukTifatul. Bayangkan sekelas mantan ketum partai dan mantan menteri tidak sanggup lagi makan telur ceplok? Harga nasi dan telur ceplok hanya Rp 10.000 di warteg mbak Inah. Catat….10rb. Astaga dunia ini sangat tidak adil, masa sekelas menteri tidak sanggup beli telur. Sementara saya seorang kuli mikir masih bisa makan sekali seminggu di Solaria.
Tetapi begitu ingat berita baru-baru ini PKS kan dapat suntikan dana uang berkardus-kardus sebanyak 500M. Masa Tifatul tidak dapat kucuran dana. Wah kader PKS tidak sopan nih sama mantan ketum. Dimana-mana mantan ketum itu masih punya kuasa. Lihat saja di partai-partai lain, bahkan biasanya jadi Dewan Pembina.
Apalagi begitu saya melihat setelah beliau, berpakaian jas dan dasi serta sepatu mengkilat sewaktu mengeluarkan pernyataan tersbut. Wuih harganya itu saja berapa. Saya jadi mengurungkan niat membuat penggalangan dana #KoinUntukTifatul.
Setuju Infrastruktur tapi mau subsidi?
“Saya setuju infrastruktur dibangun terutama sampai ke papua. Tapi untuk pengembangan lebih lanjut nanti harus diseimbangkan anggarannya. Jangan sampai kita fokus ke infrastruktur kemudian yang lain agak terbengkalai seperti subsidi terhadap masyarakat, kenaikan harga BBM, dan juga berbagai tarif seperti tarif listrik,” kata Tifatul
Hey Tifatul Sembiring, karena orang-orang semacam Anda dan mantan junjungan Andalah maka negara ini melahirkan generasi rakyat ‘manja‘. Apa-apa minta disubsidi. Negara berhutang untuk subsidi. Mungkin si Tifatul tidak tahu atau sudah lupa kebijakan subsidi BBM yang menelan anggaran ratusan triliun pada era SBY. Data juga menunjukkan, Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, menghabiskan sekitar Rp 1.300 triliun atau tepatnya Rp 1.297,8 triliun sepanjang 2004-2014 atau rata-rata Rp 129,7 triliun setiap tahun untuk subsidi (sumber: Tempo). Anda setuju pembangunan infrastruktur sampai ke Papua tapi tetap minta disbusidi, emangnya Anda mau menyumbangkan duit Anda?
Kali ini saya setuju dengan Sandiaga Uno:
“Jangan sampai nanti kita utang itu digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif seperti kemarin, subsidi (bahan bakar minyak) kemarin, yang habis terbuang tanpa ada dampak buat anak cucu kita,” kata Sandiaga
Tifatul menunjukkan minimnya pengetahuan dan wawasannya. Pembangunan infrastruktur menjaga kesinambungan kegiatan produksi, serta mempercepat jalur distribusi produk, yang otomatis akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan pembangunan ini, harga-harga yang selama ini bisa dipermainkan mafia-mafia seenak udel, bisa lebih cepat sampai dan harga yang lebih murah.
Pemerintah Pak Jokowi telah tepat telah mengeluarkan kebijakan fenomenal mulai dari mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pembangunan infrastruktur sampai pemerataan ekonomi, seperti distribusi sertifikat tanah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap).
Proyek Mangkrak Menjadi Beban Negara
Karena ingatan manusia pendek, tetapi mesin tidak, saya mungkin perlu mengingatkan soal program beliau yang juga menyebabkan tingginya beban/hutang negara (saya bukan mesin, tapi pakai mesin pencari :D) . Pada Tahun 2010 yang silam sewaktu menjabat MENKOMINFO, Tifatul Sembiring meluncurkan program andalannya yang bernama MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan). Tujuan dari program mobil layanan Internet Kecamatan ini sebenarnya bagus, yaitu untuk menjangkau daerah-daerah terpencil yang belum ada akses Internetnya. Nilai proyek MPLIK cukup fantastis, yaitu senilai Rp 1,4 triliun, tapi hasilnya tidak jelas malah jadi jadi sarang tikus dan tikus berdasi.
“Bro, lo kaya udah sempurna aja. Jangan ngejelek-jelekin orang akh”
“Mendukung sebelah boleh, tapi jangan bikin hoax untuk oposisi”
Saya tidak menjelek-jelekkan kok. Ini fakta. Kalau ada mantan ketum partai dan mantan menteri dengan proyek mangkrak nilainya Rp 1,4 triliun mengeluh tidak berani beli telur itu namanya hoax.
Silahkan cek fakta berikut ini:
- Pada Tahun 2010 Kementerian Kominfo meluncurkan Program MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan). MPLIK merupakan bagian Program Layanan USO dengan layanan dasar (voice) hingga layanan data (internet). Tujuan dari Program MPLIK ini adalah untuk menjangkau daerah-daerah Kecamatan yang belum terjangkau fasilitas internet dan mempercepat pemerataan akses tekekomunikasi dan informasi, khususnya daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan daerah yang tidak layak secara ekonomi.
- Program MPLIK sendiri baru beroperasi tahun 2011, dengan model bisnis berupa beli jasa. Artinya Kementerian Kominfo membayar jasa vendor sesuai Service Level Agreement (SLA) berdasarkan kontrak beli jasa, sedangkan pengadaan dilakukan oleh penyedia jasa (operator). Program MPLIK tahun 2011 pelaksananya adalah PT. Aplikanusa Lintasarta.
- Setelah Program MPLIK berjalan kurang lebih 3 tahun, dilakukan evaluasi bersama dengan Komisi I DPR RI. Dalam rapat evaluasi dengan Komisi I DPR RI, diputuskan bahwa program ini dihentikan terhitung sejak 31 desember 2014. Penghentian Program MPLIK ini telah menimbulkan persoalan antara para pihak yang terlibat dalam proyek ini termasuk masalah utang piutang.
- Upaya penyelesaian perhitungan hutang/piutang antara Kemenkominfo dengan Para Penyedia Jasa yaitu PT. Aplikanusa Lintasarta dilakukan melalui forum arbitrase sesuai dengan kontrak USO yaitu di BANI Arbitration Center dan berdasar putusan BANI maka Kemenkominfo cq BP3TI telah diperintahkan membayar prestasi kerja MPLIK PT. Aplikanusa Lintasarta sampai dengan 31 Desember 2014.
- Status upaya penyelesaian program USO melalui BANI Arbitration Center sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 adalah telah diselesaikannya 47 sengketa kontrak USO yang memiliki kekuatan hukum tetap sehingga dapat dilakukan pembayaran oleh Kemenkominfo cq BP3TI, dan sementara ini ada 33 kontrak USO yang masih dalam proses persidangan untuk diperolehnya putusan di BANI Arbitration Center, serta hanya tinggal 12 kontrak USO yang belum diajukan proses penyelesaian sengketanya.
Jika Anda masih belum percaya, silahkan kunjungi laman resmi kominfo berikut.
Lah bayangin jika uang 1,4T ini dipergunakan untuk bangun infrastruktur? Atau kalau seperti yang diminta Tifatul untuk subsidi? Kan sudah lumayan tuh.
Saya jadi heran sebegitu burukkah demokrasi kita ini sehingga hanya bisa menghasilkan oposisi pemerintahan yang bisanya hanya nyinyir dan asal bunyi? Bahkan harga telur juga dijadikan seolah-olah bencana?
Jadi Anda masih percaya Tifatul Sembiring tidak berani beli telur ceplok? Yakin masih mau menggalang dana #KoinUntukTifatul?